Tidak Ada Sistem
Ketatanegaraan Asli
Saya sering heran
ketika membaca komentar sebagian pakar politik dan ahli ketatanegaraan bahwa
sistem ketatanegaraan kita banci, tidak jelas, dan tidak murni. Apalagi
belakangan ini intensitas gugatan atas ketidakaslian sistem ketatanegaraan yang
seperti itu makin meningkat seiring meningkatnya perdebatan tentang amandemen
UUD 1945. Ada yang mengatakan bahwa sistem pemerintahan kita bukan parlementer,
tapi juga bukan presidensial murni.
Ada
juga yang mengatakan, sistem parlemen kita tak jelas, apakah menganut sistem
unikameral, bicameral, atau trikameral. Bahkan, ada yang mengatakan, sistem
ketatanegaraan kita "kacau-balau" karena tak mengikuti teori Trias
Politika yang asli, sebagaimana dikemukakan Montesquieu.
Tak
Ada Yang Murni
Padahal,
dalam kenyataannya, tidak ada satu sistem yang benar-benar asli. Tidak ada
teori Trias Politika asli dan tidak ada sistem pemerintahan murni karena hampir
semua negara membuat sistem dengan sentuhan dan modifikasi sendiri-sendiri
sesuai dengan kebutuhan domestiknya.
Teori
trias Politika yang selalu dikaitkan dengan Montesquieu, misalnya, berasal dari
John Locke ketika mengajarkan pemisahan kekuasaan atas legislatif, eksekutif,
dan federatif, namun dimodifikasi Montesquieu menjadi legislatif, eksekutif,
dan yudikatif.
Hasil
modifikasi Montesquieu inilah yang dianggap sebagai dasar teori Trias Politika,
padahal Montesquieu sendiri mengambilnya dari John Locke; sedangkan nama dan
uraian teoresasi tentang Trias Politika itu diberikan Emmanuel Kant. Jadi, yang
mana yang asli?
Trias
Politika yang "dikira" berasal dari Montesquieu itu pun kemudian
melahirkan sistem pemerintahan berbeda-beda yang juga dapat dipertanyakan
keasliannya. Amerika Serikat melahirkan sistem presidensial yang memisahkan
secara tegas antara legislatif dan eksekutif dengan mekanisme checks and
balances antar poros-porosnya. Inggris melahirkan sistem parlementer yang
menganut supremasi parlemen, sedangkan di Swiss lahir sistem badan pekerja.
Uniknya,
di negara Montesquieu, Prancis, dianut hybrid parliamentary-presidential
system. Montesquieu mengatakan, penerapan yang benar adalah sistem parlementer
seperti yang berlaku di Inggris. Jadi, sistem mana yang asli atau murni itu?
Tampak
jelas, sistem ketatanegaraan yang asli atau murni itu tidak ada karena semuanya
merupakan penafsiran dan modifikasi sendiri-sendiri. Amerika, Inggris, Prancis,
Swiss, dan lain-lain membuat sistem ketatanegaraan berdasar pilihan politiknya.
Berbagai
Contoh Kasus
Sejak
pertengahan April lalu, saya mengunjungi beberapa negara "demokrasi"
di Timur Tengah dan Eropa yang ternyata sistem ketatanegaraannya berbeda-beda,
meski mengatakan menganut sistem tertentu dari Trias Politika.
Lebanon
yang menganut sistem parlementer, ternyata, menyerahkan kekuasaan tertentu
kepada presiden, yakni kekuasaan bidang pertahanan dan intelijen. Jadi,
pemerintahan dilakukan kabinet yang dipimpin perdana menteri, tetapi masalah
pemerintahan tertentu dilakukan presiden.
Di
Jordania juga dianut sistem parlementer, tetapi yang sangat menentukan jabatan
perdana menteri adalah raja, bukan parlemen. Di Suriah pemilu untuk 250 kursi
parlemen hanya dilakukan untuk memperebutkan 70 kursi karena nama wakil rakyat
untuk 180 kursi sudah ditentukan pemerintah dari partai yang berkuasa.
Polandia
juga menganut sistem parlementer, tetapi uniknya presiden dapat membubarkan
parlemen dengan dua alasan. Yakni, jika sampai waktu tertentu parlemen tidak
mengesahkan anggaran yang diajukan pemerintah atau jika parlemen tak menyetujui
susunan kabinet yang diajukan pemerintah dan sampai waktu tertentu, parlemen
tidak mengajukan alternatif untuk menggantikan penolakannya itu.
Yang
juga menarik di Polandia ialah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk
melakukan judicial preview atau menilai satu RUU sebelum disahkan oleh (dan
atas permintaan) presiden. MK juga dapat melakukan judicial review atas UU yang
sudah disahkan presiden jika ada gugatan.
Ini
aneh karena berarti MK dapat menilai kembali UU yang telah dinyatakan
konstitusional oleh MK sebelum UU tersebut disahkan. Tapi, itulah sistem yang
dipilih Polandia.
Sistem
presidensial di Indonesia juga tidak mengikuti pola umum, meski pola umum itu
tidak murni juga. Pada umumnya, di dalam sistem presidensial, kekuasaan
membentuk UU hanya ada di parlemen, tetapi presiden mempunyai hak veto (hak
menolak) yang kemudian dapat diuji kembali melalui sejumlah dukungan minimal
tertentu di parlemen.
Namun,
di Indonesia presiden mempunyai hak bersama DPR untuk membentuk UU. Sistem
presidensial seperti yang dianut Indonesia itu hanya dipakai satu negara lain
di dunia, yaitu Puerto Rico.
Pilihan
politik
Dapat
dikatakan, sistem ketatanegaraan suatu negara adalah pilihan politik yang
ditetapkan bangsa yang bersangkutan tanpa harus mengikuti teori atau sistem di
negara lain yang dianggap "seolah-olah" asli atau murni. Harus
diingat, yang dikatakan teori asli atau yang berlaku di negara lain itu pun
lahir karena dibuat dan setiap negara berhak untuk membuat sistem sesuai
kebutuhannya.
Dalam
kaitan dengan perdebatan publik yang sedang berlangsung di Indonesia mengenai
hasil dan kemungkinan amandemen (kembali) atas UUD 1945, kita harus berada pada
posisi untuk mengatakan bahwa kita pun berhak membuat sistem sesuai dengan
kebutuhan kita.
Namun,
bukan berarti kita tidak boleh ikut atau mengambil teori dan sistem negara
lain. Saya hanya ingin mengatakan, kita "tidak harus" tapi juga
"tidak dilarang" ikut teori atau sistem yang berlaku di negara lain
yang dianggap asli karena sebenarnya yang asli atau murni itu tidak ada. []
Moh.
Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi RI
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar