Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI/
Presidium KAHMI Periode 2012-2017
KEMBALI ke tanah air setelah sepekan
melakukan kunjungan kerja ke sejumlah negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
langsung fokus pada persoalan Partai Demokrat (PD), bukan mengurusi
masalah negara atau rakyat. Fokus Kabinet Indonesia Bersatu-II akan berantakan
jika para menteri ikut-ikutan menyibukan diri mengurusi partainya
masing-masing.
Sejak masih berada di Arab Saudi, presiden
sudah disibukan dengan kisruh yang melanda internal PD. Presiden sempat
mengirim pesan singkat (SMS) kepada para pengurus PD di tanah air. Bahkan, sempat
pula menggelar konferensi pers seputar persoalan PD. Pemandangan atau kenyataan
ini tentu saja tidak pantas, sehingga mengundang cibir dari berbagai
pihak. Mencibir karena persoalan sepele.
Presiden sedang dalam periode waktu kunjungan
kenegaraan, dan sudah barang tentu presiden sangat tahu posisi dan
kapabilitasnya saat itu. Kurang elok memanfaatkan waktu di sela-sela
perjalanan dinas itu untuk mengurus atau sekadar merespons persoalan PD.
Apalagi, di dalam negeri, kader PD pun sudah
mengecam Menteri ESDM Jero Wacik karena menyelenggarakan konferensi pers
di kantor kementerian untuk menyikapi hasil sebuah survei yang
memperlihatkan merosotnya elektabilitas PD. Namun, rupanya, presiden pun
tak bisa menahan diri. Akibatnya muncul kesan di ruang publik bahwa presiden
tidak konsisten karena sebelumnya pernah Meminta para menteri fokus pada tugas
negara dan menyampingkan urusan partai.
Seperti diketahui, saat berada di Jeddah,
presiden memanfaatkan kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina PD meminta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menuntaskan kasus hukum yang menjerat
kader PD, utamanya status hukum Ketua Umum PD Anas Urbaningrum. "Saya
mohon kepada KPK untuk, ya, bisa segera konflusif dan tuntas. Jika salah, ya
kita terima memang salah. Kalau tidak salah, kami juga ingin tahu kalau itu
tidak terlibat," pinta SBY.
Sekali lagi, walaupun bernada imbauan,
permintaan seperti tak layak disuarakan seorang presden. Kelompok-kelompok yang
berpikiran sempit bisa saja mengartikan permintaan itu sebagai upaya presiden
mengintervensi KPK. Memang, kalau pimpinan KPK tidak tegar, permintaan presiden
seperti itu bisa ditanggapi dengan sikap yang tidak professional pula.
Dengan menyuarakan permintaan itu, presiden
lagi-lagi menunjukan kecenderungan hanya peduli pada persoalan yang berkait
dengannya atau kelompoknya, dalam hal ini PD. Pada saat bersamaan, khalayak
juga bisa melihat bahwa presiden tidak begitu peduli dengan persoalan hukum
lainnya. Bukankah di KPK masih ada sejumlah kasus besar yang belum tuntas
penanganannya? Kalau presiden begitu peduli dengan persoalan status hukum Anas,
mengapa presiden tidak peduli dengan posisi Wakil Presiden Boediono
yang diduga terlibat dalam skanda Bank Century yang merugikan negara?
Semua orang sudah paham bahwa presiden
mestinya lebih memprioritaskan persoalan negara dan persoalan rakyat. Bahwa
sekali-kali presiden juga peduli pada partai yang didirikannya, itu pun tak
salah. Tetapi, harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi kekeliruan
tafsir atau anggapan.
Munculnya anggapan negatif di ruang publik
tak bisa dicegah, karena begitu tiba di tanah air, presiden langsung
menyibukan diri membenahi PD. Lebih memprihatinkan lagi, bukannya melokalisir
persoalan menjadi masalah internal PD, presiden malah ikut-ikutan
‘memasyarakatkan’ persoalan PD. Akibatnya, energi publik ikut tersedot ke
persoalan PD.
Fokus Kabinet
Padahal, sebelum persoalan PD mengemuka,
presiden sempat berencana untuk memanggil Menteri Pertanian guna menerima
penjelasan tentang masalah kebijakan impor daging sapi. Memanggil Menteri
Pertanian dan membahas persoalan impor daging sapi jauh lebih relevan untuk
diprioritaskan presiden, dibandingkan dengan mengurusi kisruh di internal PD.
Logikanya, bagi presiden selaku kepala
pemerintahan, persoalan daging sapi semestinya pelik. Soalnya, di tengah
keluhan rakyat akan tingginya harga daging sapi, tiba-tiba terkuak kasus suap
untuk mendapatkan kuota impor daging sapi. Rakyat kebanyakan yang awam langsung
mengaitkan praktik suap itu sebagai penyebab tingginya harga daging sapi di
dalam negeri.
Oleh karena tingginya harga daging sapi sudah
meresahkan masyarakat, Presiden wajib mencari tahu apa yang
sesungguhnya sedang terjadi. Tak hanya itu, Presiden pun seharusnya segera
memerintahkan para menteri untuk melakukan segala cara yang mungkin guna
menormalisasi harga daging sapi di pasar dalam negeri. Tingginya harga sudah
menimbulkan ekses yang luas.
Berkait dengan kasus dugaan suap impor daging
sapi, KPK sudah berencana memanggil Menteri Pertanian untuk didengarkan
keterangannya sebagai saksi. Di sisi lain, sudah muncul anggapan dan kecurigaan
bahwa kabinet tidak mampu dalam mengelola pengadaan daging sapi untuk kebutuhan
dalam negeri. Ketidakmampuan itulah yang menyebabkan tingginya harga daging
sapi saat ini.
Artinya, sekembalinya dari kunjungan kerja ke
luar negeri, persoalan-persoalan seperti inilah yang idealnya direspons
presiden. Benar bahwa para menteri ekonomi-lah yang seharusnya mengatasi
persoalan. Namun, jika setelah sekian lama para menteri ekonomi nyata-nyata
tidak mampu menurunkan harga daging sapi ke level yang ideal dan terjangkau
daya beli rakyat, presiden tidak bisa tinggal diam. Presiden harus turun tangan
langsung karena masalahnya riel dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Jutaan keluarga Indonesia sedang gelisah karena sudah lama tak mampu mengosumsi
daging akibat harganya yang kelewat mahal.
Kini, muncul lagi kekhawatiran lain. Karena
presiden mulai ‘nyambi’ membenahi PD, para menteri pun akan ikut-ikutan
membenahi partainya masing-masing. Tidak mungkin tidak, karena tahun ini semua
partai politik peserta Pemilu 2014 harus bersiap. Berkonsolidasi memperkuat
peran pengurus pusat dan pengurus daerah, hingga seleksi calon anggota
legislatif. Kalau sudah begitu keadaannya, apa mungkin kabinet bisa 100
persen fokus mengelola persoalan negara dan persoalan rakyat? Sudah pasti
tidak.
Dengan demikian, efektivitas kabinet pada
bulan-bulan mendatang tidak akan ideal sebagaimana yang diharapkan presiden.
Seperti diketahui, presiden pernah mengingatkan para menterinya untuk tetap
fokus bekerja sesuai tugas dan fungsinya masing-masing, kendati 2013 menjadi
tahun politik. Hal ini perlu diingatkan presiden agar para menteri jangan
sampai lebih memrioritaskan kepentingan partainya dibanding program pemerintah
untuk kepentingan negara dan rakyat.
Namun, harapan yang ideal itu akan sulit
diwujudkan setelah presiden sendiri mengambilalih kekuasaan dan semua
kewenangan yang ada dalam struktur PD, menyusul kisruh internal di partai itu.
Bukan tidak mungkin beberapa menteri yang kebetulan menjabat ketua umum partai
akan meniru langkah presiden.
Tentu saja semua elemen masyarakat berharap
efektivitas pemerintahan presiden SBY tetap terjaga. Namun, jika presiden
pun mulai sibuk mengonsolidasi PD, tidak mungkin efektivitas pemerintahannya
bisa terjaga. Situasinya mungkin akan lebih memprihatinkan kalau para
menteri ikut-ikutan tidak fokus pada tugasnya masing-masing. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar