Hukum TKI Ilegal dan
Gajinya
Sebuah hadits Rasulullah menerangkan betapa
sebuah usaha yang sangat payah dan hina jauh lebih utama dari pada
meminta-minta.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ
حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ رَجُلًا
فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ. (متفق عليه واللفظ للبخاري)
Bila diangan-angan hadits di atas sangat
memihak kaum buruh yang dengan gigih berusaha mencari nafkah demi menutupi
kebutuhan keluarga. Walaupun terkadang pekerjaan itu ternilai hina dan
mengandung bahaya. Demikian telah wajar terjadi di Negara kita.
Sulitnya ekonomi dan rendahnya upah tenaga
kerja di dalam negeri telah mendorong banyak orang untuk bekerja di luar negeri
sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dengan berbagai cara.
Di antara mereka menempuh cara-cara illegal,
misalnya dengan dokumen-dokumen palsu atau dengan menggunakan visa kunjungan.
Fakta ini telah menyisakan permasalahan yang menyangkut hukum Islam mengenai
statusnya sebagai TKI illegal atau tidak resmi dan gaji yang diperolehnya.
Bagaimanakah hukum TKI illegal dan gajinya
tersebut?
Hukum bekerja sebagai TKI (Tenaga Kerja
Indonesia) dengan menempuh cara-cara illegal atau tidak resmi adalah tetap sah
dan gajinya tetap halal.
Tetapi penggunaan cara-cara illegal atau
tidak resmi yang terlarang menurut agama tetap haram. Hal ini diqiyaskan dengan
larangan jual beli ketika adzan Jum’at dikumandangkan bagi orang yang
berkewajiban shalat jum’at.
Dengan kata lain jual beli yang dilakukan
adalah tetap sah, tetapi hukumnya menjadi haram karena melanggar larangan.
Begitu yang termaktub dalam Al-Majmu’ Syarhul
Muhaddzab
قال
الشافعي في «الأم» والأصحاب إذا تبايع رجلان ....... من أهل فرضها أو أحدهما من
أهل فرضها ....... وإن كان بعد جلوسه على المنبر وشروع المؤذن في الأذان حرم البيع
على المتبايعين جميعـاً سواء كانا من أهل الفرض أو أحدهما، ولا يبطل البيع
Demikian pula dalam Khasyiyah Bujairami
قوله
أولى من قوله ويحرم الخ لأنه لا يلزم من الحرمة عدم الصحة كالبيع وقت نداء الجمعة
فإنه صحيح مع الحرمة.
Sumber: Keputusan Rakernas Lembaga Bahtsul Masail di Cibubur 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar