Rabu, 17 Oktober 2012

(Ensiklopedi of the Day) Diplomasi Cancut Taliwondo


Diplomasi Cancut Taliwondo

 


 

Diplomasi Cancut Taliwondo adalah istilah dalam pewayangan dalam menghadapi peperangan. Istilah itu kemudian dirumuskan oleh KH Wahab Hasbullah menjadi konsep politik kontemporer yang disampaikan pada Bung Karno saat mengalami kesulitan dalam melaksanakan program Tri Komando Rakyat (Trikora) Untuk membebaskan Irian Barat.


Latar belakangnya, saat itu banyak yang menantang, padahal progam pembebasan Irian Barat ini telah direncanakan dalam sidang BPUPKI. Di antara isi sidang tersebut adalah mentukan cakupan wilayah Republik Indonesia yang hendak dibentuk, dan Irian Barat sebagai bagian dari wilayah Indonesia.


Gagasan itu banyak dukungan. Tetapi juga banyak tentangan terutama dari Bung Hatta yang meganggap Irian tidak termasuk wilayah Indonesia, karena secara ras berbeda. Kalau kita mengambil Irian Barat berarti kita akan menjajah Iran Barat, begitu kata Bung Hatta.


Bung Karno menolak pikiran Bung Hatta, dengan mengatakan bahwa menurut penyelidikan sejarah Irian Barat selalu menjadi bagaian dari kerajaan Nusantara seperti Kerajaan Islam Ternate dan Tidore. Bahkan sebelumnya telah menjadi bagian bari Kerajaan Mataram, Singasari dan Majapahit.


Indonesia mulai memasukkan Irian Barat sebagai salah satu Propinsinya pada 17 Agustus 1956. Sejak saat itu Presiden telah menggelorakan pembebasan Irian Barat, baik di dalam maupun saat ke luar negeri. Dengan demikian telah mengumpulkan banyak dukungan sebagai modal diplomasi internasional. Tidak ketinggalan pula saat berkunjung ke AS, Mei 1956, Soekarno dengan berani telah mengutarakan gagasannya itu pada Presiden Eisenhower. Tetapi hanya ditanggapi dingin.


Saat program Trikora mulai dikumandangkan di Jogjakarta, 19 Desembr 1961, dukungan terhadap perjuangan itu makin meluas dengan bentuk menjadi sukarelawan termasuk dari NU. Tetapi tentangan juga kembali bermunculan, tidak terkecuali dari mantan Wakil Presiden sendiri, Bung Hatta yang mengingatkan Indonesia tidak memiliki kekuatan militer yang bisa menandingi armada Belanda. Indonesia hanya memiliki kapal kertas, yang mudah dilumat sama Belanda.


Kritik Hatta ini didukung oleh kelompok oposisi seperti Masyumi dan PSI. Pada saat yang bersamaan Duta AS di Jakarta Besar Jones dan John Foster Dullaes Menteri luar negeri Amerika serikat juga menuduh bahwa usaha pengembalian Irian barat hanya nafsu pribadi Bung Karno, yang sekadar untuk mengalihkan isu kemiskinan dalam negeri yang tidak bisa dia atasi, dengan membuat manuver di luar negeri.


Pernyataan menteri luar negeri Amerika itu dikutip oleh banyak media dan menjadi bahasan dalam berbagai buku, sehingga melemahkan semangat pembebasan Irian Barat. Karena itu Amerika juga tidak mau memberikan bantuan senjata untuk pembebasan Irian Barat itu.


Menghadapi kesulitan itu, terutama untuk menepis isu yang dilontarkan Hatta dan John Foster Dulles, Presiden Soekrano meminta nasehat KH Wahab Hasbullah Rais Am PBNU.


Lantas Kiai Wahab menyarankan untuk menepis isu besar itu, Bung karno harus menjalankan Diplomasi Cancut Tali wondo, yaitu sebuah strategi politik yang dilakukan dengan langkah-langkah; di dalam negeri kehidupan politik harus disehatkan;


Pertama, partai- partai politik harus diberi jaminan partisipasinya secara adil dan jujur. Kedua, rakyat harus dientaskan dari kemiskinan dan kemelaratan dengan dengan cara meratakan keadilan dan pemberantasan korupsi.


Ketiga, industri rakyat harus dilindungi dan diberi bantuan yang layak. Keempat,penghematan harus berlaku di semua kalangan, jangan cuma di kalangan bawah saja. Kelima, hak-hak demokrasi harus dilonggarkan agar rakyat diberi ketenteraman dan kebebasan mengeluarkan pendapat, terutama dalam dakwah dan pengajian–pengajian jangan dipersukar.


Keenam, umat Islam jangan terus dicurigai karena itikad mereka hanyalah hendak menyematkan bangsa dan negara.


Ketujuh, untuk melaksanakan diplomasi ini memang butuh waktu, karena menata persoalan dalam negeri yang kompleks itu cukup lama, tetapi dibutuhkan juga kerja keras karena di saat yang sama musuh sudah mulai menyerang.


Kedelapan, selain itu kita tidak bisa melakukan diplomasi dengan Belanda secara jantan dan setara. Kalau kondisi militer kita keropos, karena itu militer harus diperkuat. Orang baru bisa bersikap “keras” (tegas) dalam berdiplomasi kalau mempunyai “keris” (senjata).


Nasehat Kiai Wahab baik dalam bidang politik dan kemiliteran itu tampaknya cukup meyakinkan Bung Karno, sehingga ia semakin teguh karena mendapat dukungan politik dan spiritual dari ulama besar dari partai politik tersbesar.


Setelah itu, Bung Karno segera memerintahkan menterinya untuk memperbaiki sistem politik dan termasuk menguutus Panglima Angkatan Perang Jenderal Nasution untuk membeli Senjata ke Uni Soviet, hal itu dilakukan karena Amerika tidak mau membatu Indonesia.


Dari Rusia Indonesia mendapatkan senjata yang dibutuhkan, baik pesawat tempur mutakhir dan juga berbagai kapal perang yang paling mutakhir. Dan semuanya dibeli dengan harga murah, sehingga Indonesia menjadi negara terkuat di Asia.


Dengan personil tentara yang militan didukung sukarelawan terdiri dari rakyat termasuk kalangana santri dan akativis NU yang siap berkorban. Saat itu banyak dikerahkan anggota Lembaga Misi Islam milik NU turun membina masyarakat di pedalaman Irian.


Persiapaan militer Indonesia ini mengagetkan pihak militer AS. Saat melakukan pengintaian dengan pesawat pengintai, ternyata kekuatan militer Indonesia, baik darat, laut maupun udara telah disiagakan di mana-mana. Menurut penilaian Amerika, Belanda tidak akan mampu menghadapi persiapan Indonesia dengan persenjataan yang serba modern dan kuat.


Saat itu AS mulai berbalik arah karena menurut pertimbanagannya Belanda tidak akan mampu mengalahkan Indonesia. Akhirnya, Amerika menyarankan Belanda untuk berunding. Tetapi bagi Beanda sudah kepalang tanggung. Pecahlah perang.


Dalam peperangan, posisi Belanda dengan mudah dipukul oleh tentara Indonnsesia, satu persatu kedudukan Belanda dilumpuhkan dan terakhir Kotabaru, Ibu Kota Irian Barat ditaklukkan yang kemudian diubah menjadi Irian Jaya dan Kota baru diubah menjadi Jayapura.


Tampaknya Diplomasi serta strategi politik Cancut Taliwondo yang disampaikana Kiai Wahab itu cukup memberikan inspirasi dan sekaligus spirit pada Bung Karno dalam membebaskan Irian barat itu, dalam melakukan perang baik perang wacana maupun perang meliter. Oleh Gus Dur, Irian Jaya diganti dengan nama Papua, nama yang lebih disukai warga setempat.

 

(Abdul Mun’im DZ)

 

Sumber:

1.     Saifudin Zuhri, Biografi K Wahab Hasbullah, Duta masyarakat.

2.     Tribuana Said, Indonesia dalam Politik Global Amerika, Waspada Medan 1883.

3.     Mun Yamin ; Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid I.

4.     Soekarno, Buatlah Irian Barat Zamrud yang Indah.

5.     Subandrio, Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Jakarta 2001, yayasan Bangsaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar