Bayang-Bayang Pak Sum
di Atas Laut Benoa
Senin, 08 Oktober
2012
Sistem “keroyokan” ini ibarat balap antar-BUMN. Inilah yang terjadi di Bali, dalam proyek pembangunan jalan tol di atas laut yang menghubungkan Bandara Ngurah Rai, Nusa Dua, dan Tanjung Benoa.
“Kami memang sudah
tidak melihat untung rugi. Proyek ini harus jadi tepat waktu,” ujar M. Choliq,
direktur utama PT Waskita Karya (Persero) yang bersama Hutama Karya dan Adhi
Karya mengerjakan proyek itu.
Di mata saya, ini
juga seperti proyek penebusan dosa. Terutama bagi sebagian BUMN karya yang dulu
sering diberitakan terlibat kasus sogok-menyogok. Peluang menyogok memang tidak
mungkin di sini: pemilik proyeknya BUMN, pendanaannya BUMN, dan kontraktornya
BUMN.
Sistem “keroyokan”
ini juga akan menjadikan proyek jalan tol Bali menjadi yang tercepat
pembangunannya dan tercantik penampilannya. Juga akan menjadi jalan tol di atas
laut yang pertama di Indonesia.
Inilah proyek jalan
tol yang memberikan inspirasi untuk pembangunan jalan tol di atas laut lainnya.
Seperti jalan tol yang akan menghubungkan basis industri di Kawasan Berikat
Nusantara ke dermaga baru pelabuhan New Tanjung Priok di Kalibaru Jakarta
Utara.
Waskita Karya
mengerjakan proyek ini dari arah Benoa. Pelebaran jalan lama sudah dilakukan. Pemasangan
tiang-tiang pancang di atas Teluk Benoa sudah jauh sampai di atas laut. Sudah
lebih dari 2.000 titik tiang pancang yang diselesaikan. “Tidak ada kendala yang
berarti,” ujar Tito Karim, Dirut PT Jasa Marga Bali Tol, yang akan menjadi
pemilik proyek ini.
Hutama Karya yang
memulai proyek ini dari arah Ngurah Rai juga tidak kalah cepat. Tiang
pancangnya sudah terlihat jauh menjorok ke laut. Bahkan, bundaran yang akan
menjadi pintu masuk dari arah Ngurah Rai sudah memasuki tahap pemasangan beton.
Saya berkali-kali
menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada tim Hutama Karya. Tim inilah
yang menemukan teknik bagaimana mempercepat pemancangan tiang di laut. Terutama
teknik mengurangi ketergantungan kepada ponton.
“Pemancangan tiang
dengan ponton tidak bisa dilakukan 24 jam. Pada saat air laut surut pekerjaan
harus berhenti. Dengan teknik ini kami bisa bekerja 24 jam,” ujar Tri
Widjajanto Joedosastro, Dirut PT Hutama Karya (Persero).
Teknik ini lantas
ditularkan ke Adhi Karya yang memulai proyek ini dari sisi Nusa Dua.
Pemancangan pun bisa lebih cepat. Tiga bulan pertama proyek ini hanya berhasil
memasang 1.000 tiang pancang. Setelah ada cara baru itu, setiap bulan bisa
ditancapkan 1.000 tiang pancang.
Kalau target
penyelesaian itu tercapai memang sangat bersejarah. Betapa jauh bedanya dengan
yang pernah terjadi di Surabaya. Pembangunan jalan tol sepanjang 12 km dari
Waru ke Juanda, Surabaya, memakan waktu 12 tahun. Proyek jalan tol di Bali ini,
dengan panjang yang kurang lebih sama, bisa diselesaikan hanya dalam waktu 16
bulan. 12 tahun berbanding 16 bulan!
Kalau jalan tol di
atas Laut Benoa ini nanti jadi, kendaraan dari arah bandara yang ingin menuju
Nusa Dua tidak lagi harus berjubel melewati jalan satu-satunya sekarang ini.
Kendaraan bisa langsung menuju bundaran, lalu naik ke jalan tol menuju tengah
laut. Di tengah laut itu ada interchange yang cantik, bercabang-cabang, dan
meliuk-liuk.
Di interchange tengah
laut itu semua kendaraan bisa langsung memutar ke kiri menuju Sanur. Atau ke
kanan ke arah Nusa Dua. Atau ke arah barat ke Bandara Ngurah Rai. Interchange
yang melingkar-lingkar di atas laut itulah bagian yang paling indah dari proyek
ini.
Setiap kali meninjau
proyek ini, saya selalu teringat nama ini: Ir Sumaryanto Widayatin, Deputi
Bidang Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN. Dialah penggagas jalan tol
di atas laut ini. Dia pula yang sangat aktif menemukan dan mewujudkan berbagai
terobosan. Terutama agar proyek jalan tol ini terwujud dengan cepat.
Hampir setiap hari
Pak Sum, begitu nama panggilannya, menerobos ruang kerja saya untuk minta
blessing berbagai ide gilanya. Mulai ide jalan tol, pelabuhan, bandara, sampai
pembenahan perusahaan-perusahaan yang ada di bawah koordinasinya.
Saya sungguh cocok
dengan orang ini. Agak terasa kurang sopan, kurang ajar, meledak-ledak, ngotot,
tapi logikanya sangat baik. Kalau berdebat suka melawan, tapi kalau keputusan
sudah diambil, dia sangat loyal.
Saya mendengar,
beberapa bulan sebelum saya menjadi menteri, di sebuah rapat dengan salah satu
instansi, Pak Sum disiram kopi oleh pejabat tinggi di instansi tersebut. Saya
pun kadang ingin juga menyiramkan kopi ke wajahnya. Sayangnya, saya tidak minum
kopi.
Sesekali saya memang
mengalami, dua-tiga hari setelah keputusan diambil, dia datang lagi dengan ide
baru. Rupanya, dia tidak puas dengan keputusan yang sudah diambil. Tapi, dia
juga tidak ngotot dengan ide lamanya. Kelihatannya dia terus berpikir dan
berpikir. Lalu menemukan ide yang lebih baru. Yang hebat, dia tidak pernah
takut mengemukakan ide yang lebih baru itu kepada saya.
Dan, saya tidak
pernah malu untuk mencabut keputusan saya yang memang kalah baik dari idenya.
Kini, Pak Sum dirawat
di Singapura. Enam bulan lalu, lewat tengah malam, dia terkena stroke. Untung
istrinya segera melarikannya ke rumah sakit. Tidak sampai kehilangan golden
time yang sangat vital bagi penderita stroke. Nyawanya selamat.
Meski mengalami
kelumpuhan sampai tidak bisa berbicara, semangatnya untuk sembuh luar biasa.
Itulah yang membuat kondisinya kian hari kian baik. Apalagi di tangan istrinya
yang sangat telaten merawat dengan sepenuh hati dan melatihnya.
Belakangan Pak Sum
sudah bisa duduk di kursi roda. Untuk dibawa berjemur di bawah matahari pagi.
Bahkan, minggu-minggu ini Pak Sum sudah bisa dibawa kembali ke Jakarta.
Ketika diadakan acara
pemancangan tiang pertama proyek ini Desember lalu, dia hadir dengan mengenakan
baju batik yang agak kedodoran. Dia memang termasuk orang yang penampilannya
agak asal-asalan dan cenderung urakan.
Dari atas podium saya
minta dia berdiri. Saya sampaikan kepada seluruh hadirin bahwa dialah yang
memiliki ide jalan tol di atas laut Bali ini. Terutama untuk menghindari
keruwetan pembebasan tanah. Pak Sum juga yang memiliki ide menggabungkan
berbagai kekuatan BUMN agar bisa kerja keroyokan. Dia memang punya kemampuan
teknis dan memiliki kekuatan untuk melakukannya.
Saat menjenguknya
beberapa waktu lalu, saya sempat membisikkan ke telinganya mengenai
perkembangan proyek yang dia gagas ini. Saya membisikkannya sambil mencengkeram
jari-jari tangannya.
Dia memang sudah bisa
berada di kursi roda, tapi belum bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Juga belum
bisa berkata-kata.
Saat saya berbisik ke
telinganya, wajahnya kelihatan berseri dan matanya bergerak-gerak. Cengkeraman
jari tangannya juga terasa menguat.
Kalau saja Pak Sum
bisa melihat perkembangan proyek itu sekarang, alangkah bangganya. Apalagi, tim
BUMN karya yang di lapangan bekerja sungguh-sungguh dan menemukan banyak cara
untuk mempercepatnya.
Saya minta berbagai
terobosan itu dicatat dan dijadikan buku. Dalam acara peresmian kelak, buku
tentang pembangunan jalan tol ini sudah harus jadi. Ini untuk pembelajaran bagaimana
sebuah proyek bisa terwujud cepat hanya karena kuatnya”kemauan. Di banyak hal,
kita ini tidak bisa mewujudkan sesuatu bukan karena tidak bisa, tapi karena
lemahnya kemauan.
Tidak “Ya Begitulah”
Di samping meninjau
proyek jalan tol, pagi itu, sebelum menyampaikan pidato ilmiah di acara Dies
Natalis Ke-50 Universitas Udaya, saya melihat proyek pembangunan bandara baru
Ngurah Rai. Ini juga kerja keroyokan tiga BUMN: Adhi Karya, Waskita Karya, dan Angkasa
Pura I.
Ini juga proyek yang
tidak lagi menghitung untung rugi. Ini adalah proyek yang harus jadi tepat pada
waktunya.
Lantai satu dan dua
sudah selesai. Saya naik ke lantai tiga. Di sinilah lokasi check-in, ruang
tunggu keberangkatan, sampai boarding dilakukan. Berada di lantai tiga proyek
ini, saya baru merasa bangga. Terasa luasnya. Lantai tiga ini akan terasa
sangat lapang dan longgar. Ini karena tinggi ruang itu sampai 17 meter.
Jarak antara pilar
satu dan pilar lain sampai 60 meter. Pilar itu sendiri garis tengahnya sampai 8
meter. Berupa ruang kosong yang menembus langit. Di tengah setiap pilar kosong
inilah kelak akan ditanam pohon besar.
Memang tidak gampang
membangun proyek ini. Lapangan untuk kerjanya sangat sempit. Manuver
peralatannya terbatas. Bahkan, jadwal pembangunan setiap bagian harus
disesuaikan dengan keperluan penumpang pesawat saat ini.
Inilah risiko
membangun bandara baru di lokasi bandara lama. Sambil membangun harus tetap
menjaga agar semua fungsi pelayanan tidak terganggu.
Memang mulai ada
keluhan. Koridor untuk jalan kaki menuju tempat keberangkatan domestik sangat
jauh. Tapi, tidak banyak pilihan untuk mencapai kemajuan. Apalagi, setelah saya
rasakan sendiri, sebenarnya tidak juga lebih jauh dari umumnya bandara di luar
negeri. Kebiasaan lama yang serbadekat telah menimbulkan dampak psikologis
mengenai jarak sebuah koridor.
Saya hanya mengajukan
beberapa pertanyaan. Salah satunya: akan seperti bintang berapakah Bandara
Ngurah Rai nanti? Banyak bandara baru kita bangun, tapi finishing-nya hanya
setingkat bintang tiga. Saya khawatir Ngurah Rai pun seperti itu.
“Tidak,” jawab Yanus
Suprayogi, pimpinan proyek bandara baru ini. “Bandara baru Ngurah Rai akan
setingkat bintang lima,” ucap Yanus tegas.
Malam itu saya pun
tidur dengan nyenyaknya. Apalagi, di kamar baru di hotel baru milik BUMN yang
belum diresmikan: Grand Inna Kuta. Mungkin masih perlu waktu sebulan lagi bagi
hotel ini untuk beroperasi. Masih ada beberapa koreksi dan pemasangan
“jembatan” menuju Hotel Inna Kuta lama. Tapi, setidaknya, wujudnya sudah jelas.
Hotel Inna Kuta tidak
akan menjadi bahan ejekan, bahwa semua hotel milik BUMN “ya begitulah”.
Setelah ini, fokus
berikutnya adalah pembangunan hotel bintang lima di Nusa Dua: Grand Inna Putri
Bali yang kini kelasnya juga “ya begitulah”. Saat ini bangunan lama sedang
dirobohkan. Di atas lahan 7 hektare itu akan dibangun hotel baru dengan
perancang Kamil Ridwan, arsitek kebanggaan Indonesia yang lagi ngetop.
Konsepnya pun
berubah. Dulu pantai itu dianggap “halaman belakang”. Kelak pantai adalah
“halaman depan” yang harus dimanfaatkan kekuatannya.
Kualitas “ya
begitulah” memang harus segera lenyap dari dunia BUMN! (*)
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar