Kamis, 18 Maret 2021

Nasaruddin Umar: Etika Politik dalam Al Qur'an (23) Merancang Masyarakat Ummah

Etika Politik dalam Al Qur'an (23)

Merancang Masyarakat Ummah

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Salah satu concern Al-Qur'an ialah mentransformasikan masyarakat berpola hidup kesukuan (qabiliyyah) ke pada masyarakat kosmopolitan (ummah). Masyarakat yang berorientasi primordial ke masyarakat yang berarientasi ke ummah. Kata ummah berasal dari bahasa Hebrew/Ibrani, alef-mem yang arti dasarnya cinta kasih (saint lover), kemudian menyeberang menjadi bahasa Arab umm yang arti dasarnya ibu. Umm diartikan ibu karena ibu memiliki cinta kasih yang paling dalam. Dari akar kata alif-mim membentuk kata amam (keterdepanan, keunggulan), imam (imam shalat, pemimpin), ma'mum (pengikut imam, rakyat), imamah (konsep yang mengatur antara imam dan makmum serta pemimpin dan rakyat). Keseluruhan makna dasar ini menghimpun suatu komunitas khusus yang bernama ummah.

 

Kata ummah sebagai nama sebuah komunitas masyarakat pertama kali dipopulerkan oleh Nabi Muhammad Saw di kawasan jazirah Arab. Secara semantik kata ummah terabadikan dalam sejarah sebagai sebuah komunitas masyarakat yang dihimpun oleh ikatan kasih sayang yang amat dalam dan luhur, memiliki visi kemanusiaan yang berorientasi masa depan, di bawah sosok pemimpin berwibawa dan disegani, dengan makmun dan rakyat yang santun tapi kritis, dan dengan system yang kepemimpinan yang ideal. Bangunan masyarakat yang seperti itulah disebut dengan ummah.

 

Jika kurang salahsatu di antara lima komponen tersebut maka tidak bias disebut ummah. Jika suatu komunitas mengacu kepada sebuah asas yang lebih subyektif disebut dalam Al-Qur'an dengan golongan (hizb/Q.S. al-Mu'minun/23:52). Jika komunitas tersebut mengacu kepada ikatan primordial kebangsaan disebut sya'b (Q.S. al-Hujurat/49:13). Jika komunitas itu mengacu kepada suku disebut qabilah (Q.S. al-Hujurat/49:13), atau komunitas tanpa idealisme dan ideology disebut qaum (Q.S. al-Nisa'/4:89). Jenis-jenis komunitas tersebut di atas diakui keberadaannya di dalam Al-Qur'an, seperti yang bias kita lihat di dalam ayat sebagai berikut: Q.S. al-Hujurat/:4913: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. (Q.S. al-Hujurat/49:13)

 

Bagi dunia Arab, konsep ummah betul-betul tampil sebagai the dream society yang mengangkat martabat bangsa Arab, sebuah bangsa yang tidak pernah diperhitungkan di dalam sepanjang sejarahnya. Mungkin ini merupakan wujud revolusi mental yang pernah dilakukan seorang Nabi Muhammad Saw. Bagi Nabi Muhammad sendiri konsep ummah ini mengorbitkan namanya sebagai The top of the best di antara 100 tokoh yang pernah lahir dari perut bumi ini menurut Michael Hart, atau The best of the best di antara 11 tokoh dunia menurut Thomas Carlile. Banyak lagi buku terakhir yang ditulis para orientalis yang memuji Nabi Muhammad Saw sebagai The Best Leader and The Best manager.

 

Mungkin pertanyaan menarik ialah, apakah komunitas Islam Indonesia bisa disebut umat atau belum kita lihat unsur-unsur yang mempersatukan komunitas Islam di Indonesia. Dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, secara politis belum pernah tampil sebagai pemenang di dalam pemilihan umum. Kaum nasionalis selalu lebih dominan, meskipun kaum nasionalis itu pada umumnya diisi oleh komunitas Islam. Sebagian pakar mengklaim bahwa komunitas muslim Indonesia sudah dapat disebut ummah mengingat unsur pokok yang harus dipenuhi sebuah umat sudah lengkap. Namun sebagian lainnya belum bisa menyebutnya sebagai suatu umat karena ikatan-ikatan keumatan masih terkalahkan oleh ikatan-ikatan lainnya. []

 

DETIK, 14 Oktober 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar