Meski secara teologis semua orang adalah sama di hadapan Allah subhanahu wataála karena perbedaan hanya berdasarkan ketakwaan masing-masing, namun secara sosiologis tak bisa dipungkiri bahwa stratifikasi sosial di masyarakat adalah sesuatu yang riil. Justru di sinilah relevansi agama untuk membimbing masyarakat agar stratifikasi sosial tidak menjadi justifikasi terhadap diskriminasi sosial. Untuk itu Rasulullah shallahu alaihi wasallam telah memberikan teladan yang baik, misalnya dalam memperlakukan orang-orang kecil di masyarakat ketika mereka meninggal dunia.
Sudah umum diketahui bahwa ketika orang-orang besar meninggal dunia, banyak orang memberikan perhatian besar, seperti memviralkan berita wafatnya via medsos, menghadiri upacara pemakaman dan sebagainya. Hal ini wajar sebagai bentuk terima kasih atas jasa-jasa mereka sekaligus penghormatan kepada sang tokoh. Fenomena ini menunjukkan keberhasilan pendidikan akhlak dalam hubungannya dengan perlakuan terhadap orang-orang besar seperti para tokoh masyarakat.
Tetapi situasinya lain ketika orang yang meninggal dunia adalah dari kalangan orang-orang kecil. Misalnya, tidak banyak orang menghiraukan berita meninggalnya. Jumlah orang yang hadir bertakziah umumnya tidak besar, dan sebagainya. Hal seperti ini sudah biasa karena umumnya orang berpikir mereka tidak memiliki jasa besar kepada masyarakat. Fenomena ini menunjukkan pendidikan akhlak tentang perlakukan terhadap orang-orang kecil sesunguhnya belum berhasil.
Pertanyaannya adalah seperti apa Rasulullah telah memberikan contoh bagaimana memperlakukan orang-orang kecil yang meninggal dunia?
Jawaban dari pertanyaan itu bisa ditemukan dalam kitab biografi atau sejarah hidup Rasulullah yang berjudul Maulid Al-Barzanji yang ditulis Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji. Pada halaman 123, kitab ini mengisahkan sebagai berikut:
ويحب الفقراء والمساكين ويجلس معهم ويعود مرضاهم ويشيع جنائزهم ولا يحقر فقيرا
Artinya: “Rasulullah mencintai fakir miskin, duduk bersama mereka, membesuk mereka yang sedang sakit, mengiring jenazah mereka, dan tidak pernah menghina orang fakir.”
Jadi Rasulullah tidak memperlakukan secara berbeda antara orang-orang besar dan orang-orang kecil dalam memperlakukan jenazah mereka. Artinya masing-masing kelompok orang itu mendapat perlakukan yang baik meski dengan alasan yang berbeda. Kelompok dari orang-orang besar dihormati atas kebaikan dan jasa-jasanya. Sedangkan orang-orang kecil dihargai dengan kasih sayang karena ketidak berdayaannya. Hal ini juga sejalan dengan hadits beliau yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu sebagai berikut:
ليس منا من لم يرحم صغيرنا ويوقر كبيرنا
Artinya: “Bukanlah umatku orang yang tidak berbelas kasih kepada orang kecil dan bukan pula umatku orang yang tidak menghormati orang besar.”
Orang besar dan orang kecil dalam hadits tersebut tidak bermakna tunggal karena bisa multi-tafsir tetapi substansinya sama. Misalnya, dalam kaitan dengan dikotomi kelompok mayoritas dan minoritas, maka orang besar dalam hadits tersebut bisa bermakna kelompok mayoritas, sedangkan orang kecil adalah kelompok minoritas. Dalam hubungannya dengan topik tulisan ini, orang besar adalah mereka yang memiliki kedudukan di masyarakat, sedangkan orang kecil adalah orang-orang biasa.
Kesimpulannya, ketika seseorang tidak memiliki alasan untuk dihormati karena tidak memiliki jasa besar di masyarakat, ia sesungguhnya memiliki alasan untuk mendapat kasih sayang sebagai orang lemah dan tak berdaya. Hal ini juga berlaku dalam memperlakukan mereka ketika masing-masing meninggal dunia. []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar