Senin, 08 Maret 2021

(Ngaji of the Day) Kesaksian Raja Oman Atas Sosok Nabi Muhammad

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak,” kata Nabi Muhammad.

 

Seorang sahabat pernah mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah manusia terbaik, baik secara lahiriah (khalq), maupun batiniyah (khuluq). Dalam artian, perawakan Nabi Muhammad begitu sempurna; wajahnya bercahaya, tubuh tinggi sedang, kulit terang, hidung mancung, gigi putih tersusun rapi, mata hitam, mulut sedang, dan lainnya.

 

Di samping itu, akhlak Nabi Muhammad juga begitu luhur dan agung. Dalam sebuah kesempatan, Nabi Muhammad menegaskan bahwa dirinya diutus Allah ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Ungkapan yang disampaikan Nabi Muhammad ini penuh dengan akhlak. Iya, kata yang digunakan adalah menyempurnakan, bukan mengoreksi, menghakimi apalagi menyalahkan akhlak yang dipraktikkan umat manusia sebelumnya.

 

Dikatakan Sayyidah Aisyah bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an. Mengapa demikian? Karena yang menjadi sumber utama akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an. Perbuatan dan perkataan Nabi Muhammad adalah cerminan Al-Qur’an. Maka tidak salah jika Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an yang berjalan di atas bumi ini.

 

Yang menarik adalah sifat akhlak Nabi Muhammad yang serasi dan integral. Maksudnya, satu sisi dari akhlaknya tidak mengalahkan sisi yang lainnya. Misalnya, kesabaran Nabi Muhammad tidak mengalahkan keberaniannya, kejujurannya sama dengan kesantunannya, amanahnya sama dengan kedermawanannya, dan seterusnya.

 

Maka tidak heran banyak orang yang terpesona dengan akhlak yang ditampilkan Nabi Muhammad. Bahkan banyak dari mereka yang akhirnya memeluk Islam setelah mengetahui akhlak Nabi Muhammad. Diantara orang yang kagum dan memuji akhlak Nabi Muhammad yang begitu luhur adalah al-Julandi, Raja Oman yang sezaman dengan Nabi.

 

Dalam buku Rasulullah Teladan Untuk Semesta Alam (Raghib as-Sirjani, 2011) disebutkan, al-Julandi menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang bukan hanya memerintahkan untuk mengerjakan sesuatu, melainkan dirinya juga melakukannya. Juga melarang meninggalkan sesuatu, kecuali dirinya menjauhinya. Dikatakan pula bahwa Nabi Muhammad adalah orang sangat memegang teguh perjanjian.

 

“Demi Allah. Nabi yang ummi (buta huruf) ini tidaklah memerintahkan sesuatu, kecuali ia pasti yang pertama kali melakukannya. Dan tidaklah ia melarang sesuatu kecuali ia yang pertama kali meninggalkannya,” kata al-Julandi.

 

“Sesungguhnya jika ia menang, ia tidak merendahkan dan jika ia kalah, ia tidak gelisah. Ia penuhi semua perjanjian dan ia lakukan semua yang dijanjikan, dan aku mengakui bahwa ia adalah seorang nabi,” lanjutnya.

 

Ketika kedudukan umat Islam yang bermarkas di Madinah semakin kokoh, Nabi Muhammad mengirimkan surat kepada para raja di sekitar jazirah Arab. Mulai dari Raja Romawi Timur, Heraklius, hingga Raja Persia, Kisra. Termasuk Raja Oman saat itu, al-Julandi. Adalah Amru bin al-Ash yang diutus Nabi Muhammad untuk menyampaikan surat kepada al-Julandi.

 

Melalui surat-surat tersebut, Nabi Muhammad mengajak mereka untuk memeluk Islam. Ada raja yang menolak ajakan Nabi Muhammad. Ada juga yang menerimanya, Raja Oman al-Julandi misalnya. Al-Julandi tidak ragu mengakui Muhammad sebagai seorang nabi. Ia juga tidak segan-segan memberikan pujian atas sosok Nabi Muhammad yang akhlaknya begitu mulia. []

 

(Muchlishon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar