Senin, 15 Maret 2021

Nasaruddin Umar: Etika Politik dalam Al-Qur'an (20) Memberi Subsidi Kepada Non-Muslim

Etika Politik dalam Al-Qur'an (20)

Memberi Subsidi Kepada Non-Muslim

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Nabi Muhammad Saw pernah menjumpai keluarga Yahudi dalam keadaan miskin parah, lalu Nabi menganjurkan untuk memberi shadaqah dari Baitul Mal. Dalam hadis lain riwayat Ahmad, Nabi pernah bersabda: "Seandainya Ibrahim (putra Nabi yang wafat dalam usia muda) masih hidup, maka akan aku bebaskan semua orang Qibti dari pajak (jizyah).

 

Ketika Umar Ibn Khaththab berkunjung ke Dimask (Damsyik), ia menjumpai sekelompok masyarakat Nashrani yang amat miskin dan kejidupannya sangat menyedihkan.Ia menganjurkan agar komunitas tersebut segera dibantu shadaqah dan makanan melalui Baitul Mal. Umar juga pernah meminta agar orang-orang Qibti yang pernah membantu umat Islam saat terjadi masa paceklik tahun ke 18 H, agar dibebaskan dari pajak perlindungan (jizyah). Dalam kesempatan lain, Amru ibn 'Ash didatangi oleh orang-orang non-muslim Qibti yang mengusulkan agar wilayah-wilayah penting yang dilalui perahu-perahu yang membawa kebutuhan pokok ke kota Mekah dan Madinah juga dibebaskan dari pajak. Amru ibn 'Ash kemudian menyurati Umar agar usul pembebasan pajak (i) dilakukan kepada kelompok masyarakat tersebut, kemudian Umar menjawab setuju akan pembebasan pajak tersebut.


Khalid ibn Walid, sahabat Nabi yang pernah diminta menjadi penguasa di Kufa, sekitar Baghdad sekarang, pernah memberikan instruksi menarik kepada kelompok non-muslim di Hirah. Ia mengatakan: "Jika seseorang sudah tua dan lemah sehingga tidak mampu lagi bekerja, atau menderita suatu penyakit, atau tadinya kaya tiba-tiba pailit sehingga orang-orang yang seagama dengannya bersedekah kepadanya, maka gugurkan kewajibannya untuk membayar jizyah (pajak keamanan non-muslim). Keluarganya harus didibantu dari Baitul Mal selama mereka tinggal di tengah-tengan masyarakat muslim". Peristiwa yang hampir serup ketika Umar ibn Abdul Aziz menginstruksikan Gubernur Bashrah, Ady ibn Atra'ah (w.102 H) agar mencari orang tua dan lemah serta tidak sanggup lagi bekerja dari kalangan non-muslim, untuk diberi bantuan dari Baitul Mal.


Dalam kesempatan lain, Nabi juga pernah menganjurkan untuk membantu penyelesaian pembangunan gereja yang terbengkalai karena kemiskinan warga kristiani di sekitarnya tidak sanggup melanjutkan pembangunannya. Nabi menganjurkan untuk membantu pembangunan gereja itu dengan cara mengambilkan dana hibah, bukan dari Zakat, Waqaf, dan dari Baitul Mal. Nabi selalu mewanti-wanti, sehebat apapun peperangan yang terjadi, rumah-rumah ibadah siapapun dan agama manapun jangan sampai di rusak. Sejarah juga mencatat bagaimana warga non-muslim bisa hidup tenang dan berinteraksi dengan saudara-saudaranya yang beragama Islam dalam berbagai bidang di kota suci Mekkah dan Madinah. Mereka bisa melakukan interaksi bisnis satu sama lain sebagaimana dilakukan kelompok Yahudi dan Nashrani di Madinah. Warga non-muslim di masa Nabi tidak pernah merasa warga kelas dua. Mereka bisa menjumpai Nabi dan keluarganya kapan pun dan di manapun.

 

Dari berbagai riwayat dan kasus di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang non-muslim berhak mendapatkan subsidi atau bantuan finansial dari pemerintahan Islam dari kas negara, yang waktu itu dikelola di dalam Baitul Mal, sebagaimana dipraktekkan di dalam pemerintahan Islam. Dari peristiwa itu dapat diketahui bahwa warga non-muslim tidak perlu merasa phoby dengan pemerintahan Islam atau pemerintahan yang dipimpin oleh orang-orang Islam. Warga non-muslim tidak pernah terlantar dan memang itu tidak dibenarkan terjadi di dalam konsep pemerintahan Islam. Dalam masa kejayaan Islam, banyak sekali tokoh-tokoh non-muslim mendatkan kepercayaan sebagai pejabat professional. []

 

DETIK, 11 Oktober 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar