Etika Politik dalam Al-Qur'an (28)
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Oleh: Nasaruddin Umar
Penyebutan tidak kurang 15 kali agama Yahudi dan 10 kali Nashrani dan sejumlah aliran kepercayaan di dalam Al-Qur'an menjadi dasar untuk menyatakan Al-Qur'an memberikan kebebasan orang untuk berbeda agama dan keyakinan. Banyak ayat yang menyatakan kebebasan beragama dan berkeyakinan, antara lain: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (Q.S. al-Baqarah/2:256), Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu. (Q.S. Ali 'Imran/3:64), Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, (Q.S. al-Qashash/28:56), Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (Q.S. Yunus/10:99).
Selain ayat-ayat tersebut terdapat sejumlah hadis yang senada dengannya, yang memberikan kebebasan orang untuk memilih agama dan keyakinan di luar agama Islam. Pengalaman kasus Usamah ibn Zaid juga dapat dijadikan contoh. Ia dipilih Nabi menjadi Panglima Angkatan Perang ketika masih berumur di bawah 20 tahun. Ketika ia mengtejar dan membunuh seorang musuh yang terjebak lalu membunuhnya setelah sempat mengucapkan kalimat syahadat. Peristiwa ini sampai kepada Nabi dan ia memanggil Usamah dalam keadaan marah. Ia menyesalkan mengapa ia membunuh orang yang sudah bersyahadat. Usamah menjelaskan kalau orang itu sangat berbahaya dan ia bersyahadat ketika ia terpojok di pinggir tebingt. Nabi menolak alasan Usamah dengan mengatakan: Nahnu nahkum bi al-dhawahir, wa Allah yatawalla al-sarair (Kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah Swt yang menghukum apa yang tersimpan di hati orang).
Sikap Nabi ini menunjukkan betapa kita tidak boleh memonnis keyakinan dan
kepercayaan orang lain. Jika orang secara formal mempersaksikan syahadatnya
secara terbuka maka kita tidak boleh lagi mengusiknya. Soal ada pelanggaran
lain, nanti saja proses hukum formal yang akan menyelesaikannya. Usamah pun
saat itu memohon ampun kepada Rasullullah akan peristiwa itu dan Usama berjanji
akan hati-hati jika menemui peristiwa yang sama terjadi di kemudian hari. Jika
orang lain dieksekusi maka sesungguhnya yang turut korban ialah family terdekat
orang itu. Bahkan keluarga yang bersangkutan bisa mengurung diri berbulan-bulan
lantaran tidak tahan menanggung rasa malu. Semua orang harus hati-hati agar
jangan begitu gampang memonnis seseorang sebagai kafir, musyrik, ahlul id'ah,
karena boleh saja vonnis itu memantul kepada diri sendiri. Rasulullah Saw
pernah bersabda barangsiapa yang menuduh orang lain kafir padahal tidak sesuai
dengan kenyataan di mata Allah Swt maka yang bersangkutan akan menerima
akibatnya yang setimpal.
Sekali lagi sikap Nabi tersebut di atas sangat penting terutama bagi masyarakat
heterogen seperti Indonesia. Heterogenitas di dalam masyarakat mengharuskan
kita untuk bersikap hati-hati melontarkan tuduhan atau sangkaan. Boleh jadi
target kita satu atau beberapa orang tetapi bangsa dan negara bisa terancam.
Pera penganjur Islam terdahulu pasti sadar bahwa masih banyak warga umat yang
aqidahnya belum sepenuhnya benar tetapi untuk sementara masih tetap dibiarkan
karena bukankah yang terpenting terdahulu ialah penanaman aqidah. Menyusul
kemudian syuari'ah dan akhlaq. Turunnya Al-Qur'an berangsur-angsur, muali
ayat-ayat aqidah yang lebih banyak turun di Mekkah kemudian ayat-ayat Syari'ah
dan hukum yang lebih banyak turun di Madinah. Ini artinya pangkalan pendaratan
berupa aqidah harus diutamakan agar memudahkan syari'ah dan hokum landing di
dalam hati masyarakat. Jika kita tidak taktis dan strategis bisa saja usaha
dakwah kita menjadi contra proctif. Berkembangnya kelompok radikal dan pada
akhirnya menjadi teroris diduga antara lain disebabkan tidak sabarnya para
muballig dalam merespon karakter umat yang heterogen. Kita semua harus lebih
banyak belajar pada taktik dan strategi Nabi dalam berdakwah. []
DETIK, 19 Oktober 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar