Rabu, 03 Maret 2021

Nasaruddin Umar: Etika Politik dalam Al-Qur'an (16) Menegakkan Keadilan

Etika Politik dalam Al-Qur'an (16)

Menegakkan Keadilan

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Salah satu etika paling mendasar di dalam Al-Qur'an ialah menegakkan rasa adil. Bahkan Al-Qur'an mengisyaratkan bentuk dan system pemerintahan seperti apapun yang dijalankan, mau kerajaan atau republic, yang penting adalah keadilan harus betul-betul ditegakkan di dalamnya. Banyak ayat menegaskan perlunya menegakkan keadilan, di antaranya ialah: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Maidah/5: 8).

 

Nabi Muhammad Saw dikagumi oleh kawan dan lawan karena prinsip keadilannya. Ia selalu menganjurkan sahabatnya agar selalu mengedepankan dan menegakkan rasa adil di dalam masyarakat, termasuk kepada penduduk non-mulim, sebagaimana disampaikan dalam firman Allah Swt: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Maidah/5: 8).


Rasa adil kepada segenap warga, tanpa membedakan jenis kelamin, ras, agama, dan kewarganegaraan, dipandang sangat fundamental oleh Nabi. Banyak hadis yang dapat dijadikan sebagai bukuti betapa Nabi sangat concern terhadap perlakuan adil terhadap penduduk atau etnik tertentu, termasuk perbedaan warna agama, aliran dan kepercayaan. Nabi selalu menyerukan pada setiap kali terjadi peperangan agar jangan membunuh penduduk sipil yang tak berdosa, mengganggu anak-anak dan janda. Nabi juga tidak pernah membeda-bedakan orang berdasarkan warna kulit. Muazzin yang selalu dipercaya Nabi ialah Bilal, seorang muallaf dari Afrika yang berkulit hitam.


Contoh lain Nabi pernah sangat marah kepada Usama, sang Panglima Angkatan Perang lantaran membunuh salah seorang musuh yang terpojok lalu tiba-tiba meneriakkan yel-yel dua kalimat syahadat: Asyhadu an lailaha illallah wa asyhadu anna muhammadun Rasulullah. Nabi bertanya apa alasannya membunuh orang yang sudah bersyahadat. Dijawab oleh Usama: Ia bersyahadat kerena terpojok. Seandainya ada kesempatan untuk lolos pasti dia tidak bersyahadat. Meskipun demikian Nabi tetap mencela perbuatan Usamah dengan mengatakan: Nahnu nahkum bi al-dhawahir wallah ya tawalla al-sarair (Kita hanya menghukum apa yang tampak, Allah yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati). Ini semua menjadi bukti nyata bahwa betapa Rasulullah selalu memberikan rasa adil kepada segenap umatnya, termasuk kepada umat non-muslim. Para sahabat pun ikut mencontoh seperti apa yang pernah dicontohkan Nabi.


Diriwayatkan dari Anas ibn Malik bahwa ia pernah bersama Umar ibn Khaththab tiba-tida di datangi seorang non-muslim dari Mesir mengadukan halnya: Wahai Amirul Mukminin, Amr ibn 'Ash pernah mengadakan perlombaan pacuan kuda dan aku yang menang, namun tiba-tiba putra Ibn 'Ash bernama Muhammad mengklaim kemenangan itu dengan mengatakan itu kudanya. Aku tetap mempertahankan bahwa itu bukan kudanya tetapi kudaku, hingga Muhammad ibn Ash mencambuknya. Setelah itu ia mengatakan ambillah kudamu aku ini adalah putra yang mulia Amr ibn 'Ash. Menanggapi laporan dari non-muslim Mesir itu, maka Umar ibn Khaththab menyurat ke Amr ibn 'Ash agar ia bersama putranya, Muhammad segara menemuinya. Akhirnya ia bersama putranya datang menemui Umar ibn Khaththab, sedangkan Muhammad ibn 'Ash bersembunyi di belakang orang tuanya. Umar mencari orang Mesir yang pernah dianiaya lalu diperintahkan untuk mencambuk Muhammad hingga memar. Umar menyampaikan kepada lelaki non-muslim yang berkebangsaan Mesir itu untuk melaporkan halnya kepadanya tanpa khawatir. Kalau kamu merasa takut maka menyuratlah kepadaku.
[]

 

DETIK, 07 Oktober 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar