Selasa, 23 Maret 2021

Cak Imin: Kepemimpinan Transformatif dan VisiKesejahteraan

Kepemimpinan Transformatif dan Visi Kesejahteraan

Oleh: A Muhaimin Iskandar


PELANTIKAN para kepala daerah yang memenangi kontestasi Pilkada 2020 beberapa waktu lalu telah dilakukan. Segudang harapan disematkan di pundak para pemimpin baru tersebut. Perjalanan penulis ke beberapa daerah saat pilkada dan bertemu dengan banyak kelompok masyarakat menegaskan satu hal: ada harapan besar masyarakat untuk menjadikan proses demokrasi lokal itu sebagai titik tumpu meraih kesejahteraan.


Tugas baru para kepala daerah adalah mewujudkan harapan besar masyarakat yang telah menitipkan dan menjadikan hajatan demokrasi lokal itu sebagai tonggak bagi mereka untuk memperbaiki keadaan. Itulah harapan dan cita-cita sekaligus yang harus diwujudkan para pemimpin baru hasil pilkada.


Harapan masyarakat untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik melalui perubahan kepemimpinan daerah adalah kesadaran tinggi dalam memaknai demokrasi. Hal ini sekaligus ingin menunjukkan bahwa sistem pilkada langsung masih menjadi pilihan terbaik dalam membangun hubungan negara dan rakyatnya.


Harapan masyarakat menjadikan proses demokrasi lokal dalam wujud pilkada sebagai titik tumpu perubahan tampaknya linier dengan gagasan yang melihat bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin secara bebas dan adil.


Lebih dari itu, esensi utama demokrasi lokal dalam bentuk pemilihan kepala daerah adalah terciptanya kesejahteraan, keadilan serta pemenuhan hak-hak warga negara. Artinya bahwa sebuah sistem demokrasi baru akan bermakna manakala ia berkorelasi positif dengan kemakmuran dan kesejahteraan. Pemilihan kepala daerah lewat momentum pilkada adalah sebuah proses untuk mewujudkannya.


Hannah Arendt, seorang filsuf politik Jerman, pernah mengatakan bahwa demokrasi secara otentik sesungguhnya melampaui persoalan memilih pemimpin dalam jabatan publik secara adil dan bebas. Jauh di atas itu, demokrasi juga menyangkut pemenuhan harkat kemerdekaan tiap-tiap warga negara dengan meletakkan kerja demokrasi secara lebih luas. Di situlah menurut Arendt kerja-kerja politik akan memiliki makna kemanusiaan.


Karenanya agenda-agenda para pemimpin daerah hasil pilkada harus memasukkan persoalan-persoalan sosial seperti kemiskinan, ketimpangan, dan persoalan kesejahteraan sebagai prioritas utama dalam agenda penting publiknya.

 

Tatanan politik harus terus dipastikan memiliki perhatian terhadap kebijakan-kebijakan publik yang memiliki implikasi bagi keberlangsungan kehidupan setiap warganya. Inilah sejatinya yang harus menjadi agenda penting para pemimpin daerah hasil pilkada. Itulah sejatinya portofolio demokrasi yang bisa dijadikan parameter masyarakat sejauh mana seorang pemimpin daerah punya komitmen dan keberpihakan terhadap nilai-nilai demokrasi.


Perjalanan penulis keliling daerah, mulai dari Sukabumi, Indramayu, Cianjur, Demak, Pekalongan, Jombang, Malang, Mojokerto hingga Lampung dan beberapa daerah lain di Indonesia menyiratkan sebuah harapan baru: munculnya pemimpin-pemimpin daerah yang lahir dan tumbuh dari bawah dan punya komitmen terhadap cita-cita keadilan. Seorang pemimpin transformatif yang mampu membawa perubahan dan harapan kesejahteraan bagi warganya.


Di situlah pentingnya untuk terus mengawal hasil demokrasi lokal ini sehingga pemimpin-pemimpin daerah yang baru memiliki kapasitas dan kapabilitas, punya visi kesejahteraan, serta mampu menjadikan pembangunan sebagai sarana membebaskan masyarakatnya dari himpitan kemiskinan.


Harapan ini tentu bukan sesuatu yang tak berdasar. Banyak calon kepala daerah yang saat kampanye lalu menjadikan program-program inovatif, berkelanjutan, dan menyentuh hajat hidup masyarakat banyak sebagai andalan program yang ditawarkan. Misalnya dengan pemberian kartu tani yang bisa digunakan untuk mengakses pupuk, kartu kewirausahaan bagi UMKM, kartu guru ngaji bagi para pendidik yang selama ini tak tersentuh negara, serta berbagai inovasi lain.


Di sinilah sesungguhnya masyarakat dalam beberapa hal telah menjadi pemilih yang cerdas. Artinya masyarakat sebagai pemilih memiliki posisi yang kuat dalam politik dan terlibat dalam perbincangan yang lebih sejajar. Pemilih dalam konteks ini tidak dilihat hanya sebagai deretan angka semata, tetapi terlibat dalam perbincangan-perbincangan yang menempatkan mereka dalam posisi yang setara dalam setiap perumusan kebijakan. Saat inilah waktunya masyarakat menagih janji mereka.


Ada beberapa hal yang penting direfleksikan dan juga direkomendasikan agar para pemimpin daerah baru benar-benar punya komitmen terciptanya keadilan sosial sebagai tujuan utama berbangsa dan bernegara.


Pertama, para pemimpin daerah harus berani melakukan evaluasi total pola-pola pembangunan yang selama ini berlangsung untuk kembali merumuskan orientasi pembangunan, terutama pembangunan di daerah. Para kepala daerah baru harus memiliki visi yang jelas dalam soal kesejahteraan, terutama terhadap sektor-sektor yang menjadi tumpuan masyarakat banyak.


Salah satu sektor yang harus menjadi prioritas di masa depan adalah sektor pertanian. Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Di tengah pandemi, di saat pertumbuhan ekonomi bangsa minus 2,19% pada kuartal IV-2020, sektor pertanian justru tumbuh 2,59%.


Artinya para pemimpin daerah yang baru harus punya keberpihakan terhadap sektor pertanian sehingga daerah mampu menjadi penopang ketahanan ekonomi nasional. Komitmen terhadap sektor pertanian salah satunya bisa diwujudkan dengan melakukan proses transformasi sektor pertanian secara utuh. Proses transformasi tersebut bisa dilakukan dengan jalan menyediakan dan memperbaiki infrastruktur dasar yang diperlukan bagi pembangunan sektor pertanian.


Sektor kedua yang penting menjadi prioritas adalah memberi daya hidup terhadap tumbuh dan berkembangnya usaha ultramikro, mikro, kecil dan menengah. Perjumpaan penulis dengan para pelaku UMKM menegaskan satu hal, yakni meski hampir 80% UMKM terimbas pandemi, mereka tampak bergeliat kembali. Beberapa pelaku UMKM di beberapa daerah saat ini bahkan telah melakukan ekspor kembali.


Karena terbukti memberi efek besar dalam menggerakkan roda ekonomi dan menjadi penyangga serta katup masalah ketenagakerjaan di Indonesia, visi kesejahteraan di sektor ini harus dipastikan termaktub dalam program para kepala daerah baru.


Itulah beberapa contoh kecil bagaimana perhelatan demokrasi lokal punya keterkaitan erat dalam mewujudkan kesejahteraan. Riuh dan antusiasme masyarakat harus dijadikan momentum untuk membuktikan bahwa demokrasi bukan hanya soal aspek teknis prosedural belaka, tetapi juga merupakan proses untuk memperjuangkan kebaikan bersama (common good). Itulah sesungguhnya esensi portofolio demokrasi yang harus terus dikawal.


Dalam rumusan yang lebih sederhana, seluruh momen strategis dari harapan kesejahteraan yang tumbuh dari titik simpul demokrasi lokal ingin menegaskan bahwa desentralisasi masih menjadi pilihan terbaik. Keyakinan ini tentu memilik dasar pikir dan bukti komparatif yang cukup kuat, yakni bahwa desentralisasi masih menjadi rute alternatif perbaikan bagi berbagai layanan publik.


Dengan demikian titik temu antara politik dan kesejahteraan menjadi satu keniscayaan. Menegasikan salah satunya berarti mendistorsi keduanya. Lahirnya para pemimpin yang transformatif serta punya visi kesejahteraan adalah modal utama bagi sehatnya portofolio demokrasi. Kombinasi keduanya juga menjadi tonggak bagi sehatnya demokrasi lokal sebagai prasarat terciptanya kualitas demokrasi nasional.
[]

 

Koran SINDO, 09 Maret 2021

A Muhaimin Iskandar | Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa, Wakil Ketua DPR RI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar