Kepemimpinan Transformatif dan Visi Kesejahteraan
Oleh: A Muhaimin Iskandar
PELANTIKAN
para kepala daerah yang memenangi kontestasi Pilkada 2020
beberapa waktu lalu telah dilakukan. Segudang harapan disematkan di pundak para
pemimpin baru tersebut. Perjalanan penulis ke beberapa daerah saat pilkada dan
bertemu dengan banyak kelompok masyarakat menegaskan satu hal: ada harapan besar
masyarakat untuk menjadikan proses demokrasi lokal itu sebagai titik tumpu
meraih kesejahteraan.
Tugas baru para kepala daerah adalah mewujudkan harapan besar masyarakat yang
telah menitipkan dan menjadikan hajatan demokrasi lokal itu sebagai tonggak
bagi mereka untuk memperbaiki keadaan. Itulah harapan dan cita-cita sekaligus
yang harus diwujudkan para pemimpin baru hasil pilkada.
Harapan masyarakat untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik melalui perubahan
kepemimpinan daerah adalah kesadaran tinggi dalam memaknai demokrasi. Hal ini
sekaligus ingin menunjukkan bahwa sistem pilkada langsung masih menjadi pilihan
terbaik dalam membangun hubungan negara dan rakyatnya.
Harapan masyarakat menjadikan proses demokrasi lokal dalam wujud pilkada
sebagai titik tumpu perubahan tampaknya linier dengan gagasan yang melihat
bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin secara bebas dan adil.
Lebih dari itu, esensi utama demokrasi lokal dalam bentuk pemilihan kepala
daerah adalah terciptanya kesejahteraan, keadilan serta pemenuhan hak-hak warga
negara. Artinya bahwa sebuah sistem demokrasi baru akan bermakna manakala ia
berkorelasi positif dengan kemakmuran dan kesejahteraan. Pemilihan kepala
daerah lewat momentum pilkada adalah sebuah proses untuk mewujudkannya.
Hannah Arendt, seorang filsuf politik Jerman, pernah mengatakan bahwa demokrasi
secara otentik sesungguhnya melampaui persoalan memilih pemimpin dalam jabatan
publik secara adil dan bebas. Jauh di atas itu, demokrasi juga menyangkut
pemenuhan harkat kemerdekaan tiap-tiap warga negara dengan meletakkan kerja
demokrasi secara lebih luas. Di situlah menurut Arendt kerja-kerja politik akan
memiliki makna kemanusiaan.
Karenanya agenda-agenda para pemimpin daerah hasil pilkada harus memasukkan
persoalan-persoalan sosial seperti kemiskinan, ketimpangan, dan persoalan
kesejahteraan sebagai prioritas utama dalam agenda penting publiknya.
Tatanan politik harus terus dipastikan memiliki perhatian terhadap kebijakan-kebijakan publik yang memiliki implikasi bagi keberlangsungan kehidupan setiap warganya. Inilah sejatinya yang harus menjadi agenda penting para pemimpin daerah hasil pilkada. Itulah sejatinya portofolio demokrasi yang bisa dijadikan parameter masyarakat sejauh mana seorang pemimpin daerah punya komitmen dan keberpihakan terhadap nilai-nilai demokrasi.
Perjalanan penulis keliling daerah, mulai dari Sukabumi, Indramayu, Cianjur,
Demak, Pekalongan, Jombang, Malang, Mojokerto hingga Lampung dan beberapa
daerah lain di Indonesia menyiratkan sebuah harapan baru: munculnya
pemimpin-pemimpin daerah yang lahir dan tumbuh dari bawah dan punya komitmen
terhadap cita-cita keadilan. Seorang pemimpin transformatif yang mampu membawa
perubahan dan harapan kesejahteraan bagi warganya.
Di situlah pentingnya untuk terus mengawal hasil demokrasi lokal ini sehingga
pemimpin-pemimpin daerah yang baru memiliki kapasitas dan kapabilitas, punya
visi kesejahteraan, serta mampu menjadikan pembangunan sebagai sarana
membebaskan masyarakatnya dari himpitan kemiskinan.
Harapan ini tentu bukan sesuatu yang tak berdasar. Banyak calon kepala daerah
yang saat kampanye lalu menjadikan program-program inovatif, berkelanjutan, dan
menyentuh hajat hidup masyarakat banyak sebagai andalan program yang
ditawarkan. Misalnya dengan pemberian kartu tani yang bisa digunakan untuk
mengakses pupuk, kartu kewirausahaan bagi UMKM, kartu guru ngaji bagi para
pendidik yang selama ini tak tersentuh negara, serta berbagai inovasi lain.
Di sinilah sesungguhnya masyarakat dalam beberapa hal telah menjadi pemilih
yang cerdas. Artinya masyarakat sebagai pemilih memiliki posisi yang kuat dalam
politik dan terlibat dalam perbincangan yang lebih sejajar. Pemilih dalam
konteks ini tidak dilihat hanya sebagai deretan angka semata, tetapi terlibat
dalam perbincangan-perbincangan yang menempatkan mereka dalam posisi yang
setara dalam setiap perumusan kebijakan. Saat inilah waktunya masyarakat
menagih janji mereka.
Ada beberapa hal yang penting direfleksikan dan juga direkomendasikan agar para
pemimpin daerah baru benar-benar punya komitmen terciptanya keadilan sosial
sebagai tujuan utama berbangsa dan bernegara.
Pertama, para pemimpin daerah harus berani melakukan evaluasi total pola-pola
pembangunan yang selama ini berlangsung untuk kembali merumuskan orientasi
pembangunan, terutama pembangunan di daerah. Para kepala daerah baru harus
memiliki visi yang jelas dalam soal kesejahteraan, terutama terhadap
sektor-sektor yang menjadi tumpuan masyarakat banyak.
Salah satu sektor yang harus menjadi prioritas di masa depan adalah sektor
pertanian. Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Di tengah pandemi, di saat
pertumbuhan ekonomi bangsa minus 2,19% pada kuartal IV-2020, sektor pertanian
justru tumbuh 2,59%.
Artinya para pemimpin daerah yang baru harus punya keberpihakan terhadap sektor
pertanian sehingga daerah mampu menjadi penopang ketahanan ekonomi nasional.
Komitmen terhadap sektor pertanian salah satunya bisa diwujudkan dengan
melakukan proses transformasi sektor pertanian secara utuh. Proses transformasi
tersebut bisa dilakukan dengan jalan menyediakan dan memperbaiki infrastruktur
dasar yang diperlukan bagi pembangunan sektor pertanian.
Sektor kedua yang penting menjadi prioritas adalah memberi daya hidup terhadap
tumbuh dan berkembangnya usaha ultramikro, mikro, kecil dan menengah.
Perjumpaan penulis dengan para pelaku UMKM menegaskan satu hal, yakni meski
hampir 80% UMKM terimbas pandemi, mereka tampak bergeliat kembali. Beberapa
pelaku UMKM di beberapa daerah saat ini bahkan telah melakukan ekspor kembali.
Karena terbukti memberi efek besar dalam menggerakkan roda ekonomi dan menjadi
penyangga serta katup masalah ketenagakerjaan di Indonesia, visi kesejahteraan
di sektor ini harus dipastikan termaktub dalam program para kepala daerah baru.
Itulah beberapa contoh kecil bagaimana perhelatan demokrasi lokal punya
keterkaitan erat dalam mewujudkan kesejahteraan. Riuh dan antusiasme masyarakat
harus dijadikan momentum untuk membuktikan bahwa demokrasi bukan hanya soal
aspek teknis prosedural belaka, tetapi juga merupakan proses untuk
memperjuangkan kebaikan bersama (common
good). Itulah sesungguhnya esensi portofolio demokrasi yang harus
terus dikawal.
Dalam rumusan yang lebih sederhana, seluruh momen strategis dari harapan
kesejahteraan yang tumbuh dari titik simpul demokrasi lokal ingin menegaskan
bahwa desentralisasi masih menjadi pilihan terbaik. Keyakinan ini tentu memilik
dasar pikir dan bukti komparatif yang cukup kuat, yakni bahwa desentralisasi
masih menjadi rute alternatif perbaikan bagi berbagai layanan publik.
Dengan demikian titik temu antara politik dan kesejahteraan menjadi satu
keniscayaan. Menegasikan salah satunya berarti mendistorsi keduanya. Lahirnya
para pemimpin yang transformatif serta punya visi kesejahteraan adalah modal utama
bagi sehatnya portofolio demokrasi. Kombinasi keduanya juga menjadi tonggak
bagi sehatnya demokrasi lokal sebagai prasarat terciptanya kualitas demokrasi
nasional. []
Koran SINDO, 09 Maret 2021
A Muhaimin Iskandar | Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa, Wakil Ketua DPR RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar