Oleh: Azyumardi Azra
Tak banyak masyarakat dunia, termasuk Indonesia, mengetahui 4 Februari 2021 adalah perayaan pertama ‘International Day of Human Fraternity’ atau ‘Hari Internasional Persaudaraan Manusia’.
Ditetapkan Majelis Umum PBB, ‘International Day of Human Fraternity’ berdasarkan tanggal dokumen persaudaraan manusia, yang ditandatangani Paus Fransiskus dan Syaikh al-Azhar, Ahmed al-Tayyeb di Abu Dhabi pada 4 Februari 2019.
‘Hari Internasional Persaudaraan Manusia’ di Indonesia dirayakan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia (14/2). Perayaan itu lewat webinar: ‘Membaca Pemikiran dan Kontribusi Syaikh al-Azhar Ahmad al-Tayyeb dalam Mengukuhkan Persaudaraan Manusia’.
Pemikiran Syaikh al-Azhar Ahmad Tayyeb tentang ukhuwah basyariyah diungkap Rektor Universitas al-Azhar, Profesor Mohamed el-Mahrasawy. Duta Besar Mesir untuk Indonesia, Ashraf Sultan turut berbicara.
Selanjutnya, pembahasan disampaikan penulis Resonansi ini bersama Profesor Oman Fathurahman, staf ahli Menteri Agama, dan TGB Zainul Majdi, ketua OIAA Cabang Indonesia. Juga ada narasumber dari Malaysia, Profesor Fakhruddin Abd Mukti, ketua Rabitah Alumni Al-Azhar Malaysia.
Penulis Resonansi ini membahas makna Dokumen Persaudaraan Manusia bagi umat beragama dan kemanusiaan. Dalam pembacaan penulis, dokumen persaudaraan mengandung substansi dan makna sangat penting bagi umat beragama dengan agama berbeda dan bagi kemanusiaan.
Dokumen atau watsiqah persaudaraan manusia itu bertajuk: ‘Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together’ (Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama).
Dokumen itu tidak terlalu panjang, edisi makalah tercetak sekitar empat halaman kertas A4; tetapi isinya mencakup beberapa poin penting bagi umat beragama dan kemanusiaan hari ini dan ke depan. Dokumen ini terdiri atas tiga bagian.
Pertama, pengantar yang menegaskan tentang keimanan kepada Tuhan yang menciptakan alam semesta, makhluk, dan umat manusia. Manusia wajib melindungi seluruh makhluk Tuhan; membunuh satu manusia sama dengan membunuh manusia secara keseluruhan.
Juga ditegaskan, nilai transendental merupakan titik awal pertemuan dan diskusi. Dengan semangat persaudaraan, dokumen dihasilkan. Ini dokumen yang mengajak orang beriman kepada Tuhan dan memercayai persaudaraan manusia untuk bekerja bersama, memajukan budaya saling menghormati.
Bagian kedua adalah dokumen ‘inti’ yang pertama-tama menegaskan atas nama Tuhan Pencipta seluruh manusia yang memiliki kesetaraan hak, tugas, dan kemuliaan; Tuhan telah menyeru mereka untuk hidup bersama sebagai saudara laki-laki dan saudara perempuan dan mewujudkan nilai kebajikan, cinta, dan perdamaian.
Selanjutnya, dokumen berbicara atas nama kehidupan manusia yang terlarang membunuhnya...; atas nama fakir miskin, orang telantar, dan terpinggirkan...; atas nama anak yatim, janda, pengungsi, mereka yang diasingkan, korban perang, persekusi, dan ketidakadilan...; dan atas nama mereka yang telah kehilangan keamanan, kedamaian, dan kemungkinan hidup bersama karena destruksi, bencana, dan perang.
Dokumen, antara lain, mengimbau adopsi budaya dialog sebagai jalan hidup, saling bekerja sama sebagai ketentuan perilaku dan pemahaman timbal balik sebagai metode dan standar.
Mengimbau mereka yang bekerja keras menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai untuk sedini mungkin, mencegah pertumpahan darah dan mengakhiri perang, konflik, kerusakan alam, dan kemerosotan moral serta kultural seperti sedang dialami dunia sekarang ini.
Mengimbau pula pemimpin dan calon pemimpin menemukan kembali nilai perdamaian, keadilan, kebajikan, persaudaraan, dan hidup bersama.
Menegaskan, terorisme sangat disesalkan dan terorisme tidak terkait agama, tetapi dengan penafsiran keliru tentang agama dan terkait pula dengan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasan.
Dengan isi yang penuh makna, hemat penulis, sepatutnya kesepakatan tidak hanya di antara Paus Fransiskus dan Syaikh al-Azhar Ahmed al-Tayyeb. Dokumen persaudaraan harus tidak terbatas pada agama samawi.
Semestinya diperluas mencakup agama besar, yaitu Yahudi, Protestan, Gereja Ortodoks, Hindu, Buddha, Shinto, Tao, Konghucu, dan agama lokal. Selain itu, dokumen dapat menjadi titik tolak dan dasar bagi dialog intra-agama.
Setiap dan seluruh agama memiliki berbagai aliran, mazhab, dan denominasi. Persaudaraan kemanusiaan juga perlu diperkuat di antara mereka dalam rangka menciptakan harmoni dan perdamaian. []
REPUBLIKA, 18 Februari 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar