Sedekah Vaksin untuk Palestina
Oleh: Zuhairi Misrawi
Berbagai belahan dunia sudah memulai vaksinasi untuk memastikan kesehatan publik semakin membaik dan mampu memulihkan ekonomi secara perlahan di tengah pandemi. Namun situasi seperti ini tidak berlaku bagi Palestina. Mereka hidup di tengah ketidakpastian akibat penjajahan Israel yang berlangsung lama. Dan sekarang pun mereka harus menanggung nestapa, karena ketidakpastian vaksinasi dari Otoritas Palestina.
Beberapa saat yang lalu, ada seorang politisi yang marah-marah kepada Israel, karena tidak memberikan vaksin kepada Palestina. Pernyataan tersebut mendapatkan respons secara negatif di media sosial, karena secara implisit mengakui penjajahan Israel terhadap Palestina. Mengemis pada Israel, sama saja dengan membumbui burung yang masih terbang. Mustahil.
Sampai lebaran kuda sekalipun, Israel tidak akan memberikan vaksin kepada Palestina. Selain karena ketersediaan vaksin yang sangat terbatas, sebagaimana dinyatakan Menteri Kesehatan Israel, tetapi sulit rasanya mengharapkan ketulusan penjajah terhadap negeri yang terjajah. Israel akan melakukan apapun untuk terus menekan dan mendikte, bahkan mereka ingin membumihanguskan Palestina.
Padahal, Palestina sama dengan negara-negara lain di seantero dunia yang juga menghadapi masalah serius perihal Covid-19, termasuk dampaknya bagi kesehatan dan ekonomi. Tidak ada pandemi pun, mereka sudah hidup dalam kesengsaraan dan kesusahan akibat penjajahan Israel. Nah, pandemi telah menjadikan kehidupan warga semakin terpuruk.
Otoritas Palestina mencatat, hingga 9 Januari 2021, setidaknya ada 165,000 warga yang positif dan 1,735 warga meninggal dunia akibat Covid-19. Setiap hari tercatat ada 1,800 warga yang terdeteksi positif. Setiap dilakukan tes Covid-19 di Jalur Gaza dan Tepi Barat, tercatat sekitar 30% dinyatakan positif. Jumlah ini lumayan besar, karena padatnya penduduk di dua kawasan tersebut. Berbeda dengan Israel yang secara data hanya 7,4% dari dari setiap tes yang dilakukan.
Pemandangan tersebut membuktikan, pandemi di Palestina jauh lebih memprihatinkan daripada Israel. Maknanya, perlu perhatian serius untuk memikirkan bersama perihal solusi vaksinasi bagi Palestina. Sebab sampai kapanpun kita tidak bisa berharap pada kebaikan Israel untuk memberikan vaksin.
Di Israel, ada sekitar 4.400 warga Palestina yang menjadi tahanan politik, 189 orang dinyatakan positif. Mereka pun diabaikan Israel dan diperlakukan tidak manusiawi, yang menyebabkan situasinya terus memburuk. WHO sudah memperingatkan Israel untuk memperhatikan vaksinasi bagi Palestina, tetapi hanya dianggap angin berlalu. Israel justru menjadikan pandemi sebagai instrumen politik untuk memuluskan penjajahan terhadap Palestina.
Ironisnya, fakta tersebut tidak mengusik kesadaran objektif dunia, khususnya dunia Islam dan kawasan Timur-Tengah secara khusus. Belum ada gerakan massif untuk mengulurkan tangan perihal ketersediaan vaksin bagi Palestina. Alih-alih memikirkan pandemi dan dampaknya bagi Palestina, justru negara-negara kaya minyak dan gas, khususnya Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain terlihat semakin mesra dengan Israel. Belum lagi, mereka pada tahun 2020 memotong bantuan terhadap Palestina dalam jumlah yang sangat besar setelah deklarasi normalisasi hubungan dengan Israel.
Di tengah pandemi yang terus mengancam dan menekan Palestina, arah angin semakin tidak berpihak pada negara yang berada di bawah bayang-bayang penjajahan Israel itu. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya kepastian vaksinasi bagi warga Palestina. Israel sepertinya menutup pintu rapat-rapat untuk mengulurkan tangan perihal ketersediaan vaksin bagi warga Palestina. Maknanya, berharap vaksin pada Israel adalah tindakan yang sangat tidak realistis.
Kabar baik justru datang dari Rusia. Mai al-Kaila, Menteri Kesehatan Palestina, mengeluarkan pernyataan yang sangat mengejutkan, bahwa Rusia telah menyetujui pengiriman vaksin Sputnik V untuk para tenaga kesehatan, lansia, dan mereka yang punya penyakit bawaan. Dan Palestina pun bisa bernafas lega, terutama dalam rangka melindungi para tenaga medis yang berada di garda terdepan mengobati mereka yang terdampak Covid-19. Namun persoalannya, bagaimana dengan jutaan warga Palestina yang lain? Apakah mereka akan dibiarkan tanpa vaksinasi?
Dalam konteks itu, diperlukan inisiatif bersama dunia Islam, setidaknya negara-negara kawasan Timur-Tengah untuk memikirkan vaksinasi bagi warga Palestina. Menunggu kebaikan Israel sama halnya mengemis pada musuh bebuyutan. Sebab itu, diperlukan sebuah terobosan dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama negara-negara Islam (OKI) untuk melakukan pertemuan darurat dalam rangka memikirkan vaksinasi bagi warga Palestina.
Perlu dipikirkan dengan serius inisiatif "sedekah vaksin untuk Palestina", sehingga kita semua dapat meringankan beban berat yang dihadapi mereka selama pandemi ini. Apalagi selama pandemi, belum ada gerakan mondial perihal solidaritas bersama terhadap Palestina. Yang terjadi justru tekanan demi tekanan dilakukan oleh Amerika Serikat dan mitra strategisnya di kawasan untuk mengukuhkan posisi Israel, dan sebaliknya melemahkan posisi Palestina.
Maka dari itu, memikirkan perihal inisiatif sedekah vaksin bagi Palestina akan menumbuhkan kesadaran kolektif, bahwa saatnya membantu negeri yang terjajah itu. Saya berpandangan, Indonesia dapat memulai inisiatif tersebut, sekaligus sebagai bukti komitmen RI yang tidak pernah luntur dari dulu hingga sekarang. Komitmen RI terhadap kedaulatan dan kemerdekaan Palestina dimulai dengan menggugah kesadaran kolektif negara-negara kawasan untuk memikirkan nasib Palestina di tengah pandemi.
Kita sebenarnya malu, karena negara yang pertama mengulurkan tangan vaksinasi bagi Palestina justru Rusia. Meskipun Rusia mempunyai tujuan untuk uji coba vaksin hasil temuan mereka, tetapi inisiatif untuk membantu ketersediaan vaksin bagi negara yang terjajah itu patut diapresiasi. Dan saatnya inisiatif Rusia disambut dengan baik agar dunia Islam bersama-sama membantu Palestina untuk mendapatkan vaksin secara cuma-cuma dan mereka bisa hidup normal untuk memulihkan politik dan ekonomi. []
DETIK, 21 Januari 2021
Zuhairi Misrawi | Cendekiawan muslim; analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar