Etika Politik dalam Al-Qur'an (8)
Belajar Etika Politik dari Ratu Balqis (2)
Oleh: Nasaruddin Umar
Meskipun Ratu Balqis seorang perempuan, tetapi kemampuan dan kepercayaan dirinya luar biasa. Bisa menjadi pemimpin yang amat disegani di dalam masyarakatnya. Sudah barang tentu Ratu Balqis bukan hanya memiliki kekuatan kelembutan sebagai seorang perempuan tetapi kecerdasannya di dalam mengambil keputusan perlu dipuji. Ia sepertinya tidak terbebani dengan jenis kelaminnya sebagai seorang perempuan. Padahal, saat itu dunia Arab atau Timur-Tengah secara umum masih berada di dalam suasana masyarakat yang didominasi laki-laki (male dominated society).
Pola kepemimpinan Ratu Balqis yang demokratis mendapat apresiasi positif dari kalangan pejabatnya. Tidak seorang pun di antara para petingginya melawan kebijakannya. Bahkan para pembesarnya cenderung lebih mempercayakan segala urusan negara kepada Ratu Balqis, sebagaimana dijelaskan dalam artikel terdahulu. Ia berhasil meyakinkan para untuk memilih tindakan yang diyakini sangat efektif untuk mengambil alih kekuasaan Nabi Sulaiman. Di antara mereka ada yang mengusulkan dengan tindakan keras (hard power), dengan mengedepankan kekuatan bala tentara karena mereka yakin akan kekuatan yang dimilikinya. Sebagian menganjurkan wait and see dan sebagian lainnya menganjurkan untuk kooperatif dengan menempuh pola win-win solution. Akhirnya sebagai pemimpin yang cerdas, Ratu Balqis mengelaborasi seluruh opsi pembesarnya dengan memilih kebijakan: Pertama diupayakan dengan cara memberikan hadiah atau bisa juga disebut sebagai upeti. Kalau cara ini tidak berhasil maka pasukan militer yang berada di baris belakang.
Namun kenyataan menghendaki lain dan di luar perkiraan, kedikjayaan Nabi
Sulaiman betul-betul luar biasa sehingga berbagai opsi yang disiapkan tidak
relevan. Cenderamata yang disiapkan beralih dengan misterius ke tangan Nabi
Sulaiman tanpa seorangpun tahu bagaimana benda itu tiba lebih awal berkat
kelihaian jin. Tentara yang tangguh Ratu Balqis menjadi tidak berdaya ketika
mereka dijemput dengan barisan binatang buas di samping bala tentara Nabi
Sulaiman. Meskipun demikian, Ratu Balqis tidak mau kehilangan akal. Meskipun
kalah dari berbagai segi tetapi bagaimana mereka tidak merasa kalah dan merasa
dipermalukan. Diplomasi dalam kondisi darurat dan berfikir jernih di saat-saat
genting, membuat Ratu Balqis diterima dan diperlakukan dengan baik oleh Nabi
Sulaiman. Keanggungan yang ditampilkan Ratu Balqis membuat Nabi Sulaiman
terkesima dan malah diperlakukan sebagai tamu agung dan kemudian dalam satu
versi cerita Nabi Sulaiman memperisterikannya.
Meskipun seorang Nabi, Sulaiman juga mengajak para pembesarnya untuk bermusyawarah
dalam menghadapi kemungkinan sikap yang akan ditempuh oleh kekuatan Balqis.
Karena masing-masing menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah dan demokratis,
maka akhirnya kedua kubu ini bertemu dan bersatu. Kedua tokoh itu sama-sama
memasuki istana (27:44). Bahkan keduanya melangsungkan 'perkawinan' dan
melahirkan generasi baru yang tangguh. Keuntungan yang diperoleh dari pertemuan
kedua tokoh tersebut antara lain, rakyat menjadi senang dan tenang, bersatunya
dua kekuatan, terhindarnya dari malapetaka peperangan dan terwujudnya
kestabilan dan kesejahteraan di dalam masyarakat. Kisah ini juga memberikan
pelajaran kepada kita bahwa, kalau sinerji membawa keuntungan dan kemenangan,
mengapa harus pecah. Apa yang dilakukan Ratu Balqis dapat juga diterapkan di
dalam masyarakat modern, seperti di Indonesia.
[]
DETIK, 29 September 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar