Al-Qur’an adalah kitab Allah subhanahu wata’ala yang sangat istimewa. Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh kitab-kitab sebelum Al-Qur’an, seperti Taurat, Injil, dan Zabur. Salah satu keistimewaannya adalah ia mampu memberikan syafaat kepada pembacanya.
Oleh sebab itu, Nabi menganjurkan kepada umatnya untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an agar kelak mendapatkan syafaat Al-Qur’an, sebagaimana Nabi bersabda:
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
“Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat kepada pembacanya” (Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya’ Ihya’ al-Turats al-Arabi, tt, juz 1, hal. 553).
Hadits ini diperkuat oleh hadits Nabi yang menyatakan bahwa kelak (di hari kiamat) Al-Qur’an akan datang memohon secara langsung kepada Tuhannya agar menganugerahkan kepada pembacanya sebuah mahkota kemuliaan. Kemuliaan ini tidak dapatkan oleh seseorang kecuali bagi yang gemar dan memperbanyak membaca Al-Qur’an. Nabi bersabda:
يَجِيءُ القُرْآنُ يَوْمَ القِيَامَةِ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ حَلِّهِ، فَيُلْبَسُ تَاجَ الكَرَامَةِ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا رَبِّ زِدْهُ، فَيُلْبَسُ حُلَّةَ الكَرَامَةِ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا رَبِّ ارْضَ عَنْهُ، فَيَرْضَى عَنْهُ، فَيُقَالُ لَهُ: اقْرَأْ وَارْقَ، وَيُزَادُ بِكُلِّ آيَةٍ حَسَنَةً ":
“Kelak di hari kiamat Al-Qur’an akan datang, seraya memohon kepada Tuhannya: ‘Wahai Tuhan, pakaikanlah kepadanya (pembaca Al-Qur’an)!’ Kemudian ia dipakaikan mahkota kemuliaan. Kemudian ia memohon kembali, ‘Wahai Tuhan, tambahkanlah!’ Kemudian dipakaikan pakaian kemuliaan. Kemudian ia memohon lagi, ‘ Wahai Tuhan, ridhailah dia!’ Kemudian Allah pun meridhainya. Maka ia berkata: bacalah dan naiklah. Sebab setiap satu ayat akan dilipatkan satu kebaikan.” (Imam Turmudzi, Sunan Turmudzi, Mesir: Mustafa al-Halabi, tt. juz V, hal. 178).
Dari kedua hadits di atas dapat dipahami bahwa kebenaran syafaat Al-Qur’an kelak di hari kiamat memang nyata dan tidak terbantahkan. Meskipun demikian, untuk mendapatkan syafaat Al-Qur’an, seseorang harus memiliki hati yang terikat kuat dengan Al-Qur’an, menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk, pemimpin dan pedoman dalam hidupnya. Tapi, apabila Al-Qur’an hanya dijadikan penghias dinding dan lemari, tidak diamalkan isi kandungannya, maka ia akan menarik pemilik dan pembacanya ke dalam kobaran api neraka. Sebab Al-Qur’an memiliki dua dimensi dan fungsi yang berbeda dalam waktu yang sama; memberi syafaat atau melaknat.
القرآن مشفع وماحل مُصَدَّقٌ مَنْ جَعَلَهُ إِمَامَهُ قَادَهُ إِلَى الْجَنَّةِ ومن جعله خلف ظَهْرِهِ سَاقَهُ إِلَى النَّارِ
“Al-Qur’an memberi syafaat dan dimintai syafaat, dan menjadi saksi yang diyakini (kebenarannya), barangsiapa yang menjadikannya sebagai imam, panutan, pedoman (dengan mengamalkan isi kandungannya) maka ia akan ditarik ke surga, dan barangsiapa yang menjadikannya di belakang punggungnya (meninggalkan isi kandungannya) maka ia akan ditarik ke neraka” (Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, Beirut: Muassasat al-Risalah, 1988, hal. 332).
Nabi juga bersabda:
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Al-Qur’an dapat memberi manfaat kepadamu dan mencelakaimu” (Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, tt, hal. 203).
Jika pembaca Al-Qur’an mampu mendapatkan syafaat, bagaimana dengan penghafal Al-Qur’an (hamil Al-Qur’an)? Pada salah satu hadits Nabi yang dikemukakan oleh Imam Ibnu Majah dalam karyanya, Sunan Ibnu Majah, bahwa orang yang membaca Al-Qur’an dan menghafalkannya, maka ia akan mendapatkan garansi syafaat beserta sepuluh keluarganya, meskipun sepuluh keluarga tersebut telah divonis masuk neraka.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَحَفِظَهُ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ وَشَفَّعَهُ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلُّهُمْ قَدْ اسْتَوْجَبُوا النَّارَ
“Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an dan menghafalkannya, maka Allah masukkan ia ke surga, dan memberikan syafaat kepadanya sepuluh dari keluarganya yang semua divonis masuk neraka.” Kata menghafalkan di sini memiliki dua makna; pertama, mengamalkan isi kandungannya, melaksanakan apa yang diwajibkan kepadanya. Kedua, membaca Al-Qur’an secara kontinyu dan konsisten sehingga ia hafal tanpa ada niat menghafal. (Muhammad bin Abdul Wahhab al-Sanadiy, Kifayat al-Hajah fi Syarh Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al-Jail, tt, hal. 94).
Artinya bahwa dengan konsistensi seorang membaca Al-Qur’an hingga ia mampu hafal dengan baik, tanpa disertai niat untuk menghafalkannya, maka ia berhak mendapatkan kemuliaan berupa syafaat bergaransi sepuluh keluarganya. Ini merupakan suatu anugrah bagi umat Nabi Muhammad semata bahwa syafaat Al-Qur’an syafaat yang sangat agung.
Apakah syafaat Al-Qur’an sama dengan syafaat lainnya kelak di hari kiamat?
Syekh Abdul Fattah al-Qadi menjelaskan bahwa syafaat Al-Qur’an berbeda dengan syafaat lainnya kelak di hari kiamat. Syafaat Al-Qur’an mencegah seseorang jatuh dalam kobaran api neraka, sedangkan syafaat yang lain mengangkat dan menyelamatkan seseorang dari kobaran api neraka. Artinya seorang yang mendapatkan syafaat Al-Qur’an, ia akan tercegah dan tidak sampai jatuh dalam kobaran api neraka meskipun ia divonis sebagai penghuni neraka.
Sementara orang yang mendapatkan syafaat selain Al-Qur’an, maka ia diangkat dari dalam kobaran neraka setelah merasakan panasnya api neraka. Pendapat di atas sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Ibnu al-Qashih dalam karyanya Siraj al-Qari’ wa Tidzkar al-Muqri’ al-Muntahi bahwa syafaat Al-Qur’an menyelamatkan seorang pembacanya dari kobaran api neraka. Untuk memperkuat pendapatnya itu Ibnu al-Qashih mengutip hadits Nabi:
من شفع له القرآن يوم القيامة نجا
“Barangsiapa yang mendapatkan syafaat dari Al-Qur’an, maka ia akan selamat” (Ibnu al-Qashih, Siraj al-Qari’ wa Tidzkar al-Muqri’ al-Muntahi, Mesir, Mustafa al-Halabi, tt, hal, 6).
Imam al-Syatibi mengungkapkan lewat bait syairnya tentang kedahsyatan syafaat Al-Qur’an:
وإنّ كتاب الله أوثق شافع وأغنى غناء واهبا متفضّلا
“Sesungguhnya kitab Allah adalah paling terpercaya syafaatnya, dan terlengkap, juga bertambah keutamaannya (bagi pembacanya)”.
Hal ini menunjukkan betapa dahsyatnya Al-Qur’an, ia adalah satu-satunya kitab Allah yang kekal mukjizatanya hingga hari kiamat, ia bagaikan cahaya yang tidak pernah padam sinarnya. Setiap orang butuh cahaya Al-Qur’an yang dapat menyinari jalannya dalam mengarungi kehidupan. Syafaatnya bagaikan air segar, yang didambakan oleh setiap jiwa. Siapapun yang meneguk air cawan Al-Qur’an, maka ia layak mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Semoga kita semua mampu mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an dan mendapatkan syafaat darinya. Amin. []
Ustadz Moh. Fathurrozi, Pembina Tahfidz Al-Qur’an Pondok Pesantren Darussalam Keputih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar