Selasa, 09 Februari 2021

Nasaruddin Umar: Etika Politik dalam Al Quran (7) Belajar Etika Politik dari Ratu Balqis (1)

Etika Politik dalam Al Quran (7)

Belajar Etika Politik dari Ratu Balqis (1)

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Keberadaan Ratu Balqis yang dikisahkan panjang lebar di dalam Al Quran menyisahkan pelajaran politik yang amat penting. Kisah Ratu Balqis tentu bukan hanya sebagai cerita pengantar tidur tetapi di dalam cuplikan peristiwanya banyak hal yang menarik untuk dipelajari. Ia sosok tokoh yang amat fenomenal di dalam Al Quran. Satu-satunya orang yang pernah mendapat pengakuan dari Tuhan sebagai 'pemilik pemerintahan superpower' (laha 'arsyun 'adhim/27:23) dan negerinya dilukiskan dengan baldatun thayyibah wa Rabbun gafur atau negoro kang lohjinawi, toto tentrem kerto raharjo, ialah Ratu Balqis.

 

Apa rahasia kesuksesan Ratu Balqis sampai diceritakan dengan dua surah dalam Al Quran (al-Naml dan al-Anbiya')? Mengapa ia mendapatkan pujian manajemen paling tinggi di dalam Al Quran? Para nabi dan orang bijak lainnya tidak ada yang mendapatkan predikat seperti itu. Nabi Sulaiman menjadi rival Ratu Balqis tidak mendapatkan predikat itu, padahal, ia mempunyai kemampuan untuk membangun koalisi dengan jin dan burung (27:17), kemampuan melakukan mobilitas dengan cepat, karena ia dapat 'merekayasa angin' (21:81), kemampuan untuk melakukan eksplorasi di dasar laut (21:82), kemampuan untuk berkomunikasi dengan hewan dan serangga (27:18), termasuk memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan setan (21:82). Padahal, Ratu Balqis seorang perempuan dan non Islam karena ia masih menjadi penyembah matahari (27:24) saat itu.

 

Ratu Balqis yang ditonjolkan di dalam Al Quran ialah kemampuannya di dalam membangun etika politik di dalam memimpin masyarakat Saba'. Ia memeraktekkan prinsip-prinsip demokrasi yang santun, transparansi yang beradab, keadilan yang bertanggung jawab, kejujuran yang sejati, diplomasi yang agung, dan keteladanan yang tinggi. Sikap ini disambut dengan sikap santun oleh para pembesar dan rasa cinta dari masyarakat. Dalam beberapa sumber diceritakan ia sebagai putri Dzu Syarkh ibn Hudad, mantan Raja di Himyerit (Yaman). Informasi keberadaan Ratu Balqis sebagai pemimpin yang tangguh dan solid oleh Nabi Sulaiman diperoleh melalui burung hud-hud. Melalui perantaraan burung ini, Nabi Sulaiman mengirim surat ("surat mulia/kitab karim" menurut istilah Balqis) yang intinya mengajak Ratu Balqis untuk menjalin hubungan diplomatik (27:29).

 

Meskipun Ratu ia tetap memberikan kesempatan kepada pembesarnya untuk memberikan saran dan opsi. Balqis mengajak pembesarnya yang dilukiskan dengan indah di dalam redaksi AlQuran: "Wahai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusan ini, aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kalian berada di dalam majlisku (27:22). Ungkapan simpatik dari Ratu Balqis dijawab dengan santun oleh para pembesarnya: "Kita memiliki potensi kekuatan dan keberanian, dan keputusan berada di tanganmu, maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan".

 

Alangkah indahnya komunikasi politik yang terjalin antara Sang Ratu dengan para elite politiknya. Sama sekali tidak diceritakan hubungan negatif antara berbagai pihak di kalangan elite politik. Tidak ada manufer yang mengarah kepada sikap saling menjatuhkan satu asama lain. Meskipun ia seorang Ratu, ia selalu memberikan kepercayaan dan otoritas kepada para pembesar lain untuk menyatakan pendapatnya. Sebaliknya, hak dan kewenangan itu dimanfatkan dengan baik oleh para pembesar dengan santun. Self of belonging dari warga masyarakat terhadap negerinya sangat tinggi. Ini kita bisa lihat dari banyaknya opsi yang diterima Balqis untuk mengantisipasi surat yang diterima dari Sulaiman. Ini mengisyaratkan bahwa pemimpin yang besar ialah pemimpin yang memiliki banyak opsi, apalagi opsi-opsi itu dihimpun dari anggota masyarakat. []

 

DETIK, 28 September 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar