Kamis, 25 Februari 2021

Nasaruddin Umar: Etika Politik dalam Al Qur'an (13) Mengenal Siyasah Syar'iyyah

Etika Politik dalam Al Qur'an (13)

Mengenal Siyasah Syar'iyyah

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Meskipun kata siyasah (politik) tidak sekalipun disinggung di dalam Al Quran tetapi Islam tetap mengenal konsep dan etika politik. Islam mengenal konsep kepemimpinan dan pemerintahan yang sering diistilahkan dengan Siyasah Syar'iyyah, yaitu konsep politik di dalam yang mengatur hubungan antara pemimpin dan rakyat, termasuk prinsip-prinsip suksesi kepemimpinan. Di dalam Siyasah Syar'iyyah ini juga diatur pembatasan kewenangan pemimpin dan kepala negara, termasuk hak dan kewajiban warga negara dan hubungan antar negara. Bahkan sejumlah negara muslim memperluas cakupan Siyasah Syar'iyyah ke wilayah penataan ekonomi dan segala hal yang menyangkut hajat umat sebagai warga negara.

 

Kata siyasah sendiri menurut kalangan ahli Bahasa Arab berasal dari akar kata sasa-yasusu-siyasatan, berarti mengatur, memerintah atau melarang. Siyasah adalah suatu aktifitas yang dilakukan seseorang, sekelompok masyarakat, atau negara guna memperbaiki keadaan yang buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik. Di kalangan ulama Fikih, siyasah biasa diartikan sebagai interaksi yang dilakukan oleh seorang pemimpin secara evolusioner untuk mencapai satu kemaslahatan, sungguhpun tidak diperkuat oleh ayat-ayat Al Quran dan hadis.

 

Dekade terakhir semakin banyak kosa kata politik Islam (Siyasah Syar'iyyah) masuk menjadi kosakata popular di Indonesia, seperti kata Siyasah al-Syar'iyyah itu sendiri, Dar al-Salam, Dar al-Amn, Dar al-Harb, Ahl al-Zimmah, dll. Bahkan sejak awal terbentuknya NKRI sudah diperkenalkan beberapa konsep kenegaraan. Kata Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rayat (DPR) yang sangat dikenal luar di dalam masyarakat berasal dari bahasa Sitasah Syar'iyyah, yaitu kata majlis (Arab: tempat duduk, kursi), per-musyawara-tan (Arab: bermusyawarah), ra'yah (warga, penduduk); diwan (Arab: Dewan), per-wakil-an (Arab: wakil, representase), ra'yah (warga, penduduk).

 

Siyasah Syar'iyyah atau politik Islam sulit digambarkan dengan penjelasan kata-kata. Akan tetapi dapat dilustrasikan dengan konsep shalat jama'ah. Di dalam shalat berjama'ah ada tiga unsur yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu imam, ma'mum, dan imamah. Imam (pemimpin) yang berwibawa dan dengan syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi. Ketentuan yang harus dimiliki seorang imam selain fasih bacaan dan ucapan juga dituntut memiliki akhlak mulia, seperti wara', tawadhu, muru'ah, dan sebisa mungkin menghindari hal-hal yang buruk, seperti mengkonsumsi barang haram, tukang bohong, angkuh, dan egois. Ia harus sensitif mendengarkan suara-suara dan isyarat-isyarat yang sampaikan oleh ma'mum.

 

Selain imam, ada ma'mum (jamaah, rakyat) yang santun tetapi tetap memiliki sikap kritis, memiliki hak untuk menegur imam manakala melakukan kekeliruan. Laki-laki mengucapkan kata 'subhanallah' dan perempuan menepuk pahanya yang diperdengarkan kepada imam. Batas kritis ma'mun tidak melampaui batas-batas yang wajar. Ma'mun tidak boleh juga mendiamkan atau membiarkan kekeliruan dan kesalahan yang dilakukan imam. Jika ma'mun sudah menyampaikan pembetulan, namun imam masih tetap tidak menggubrisnya, maka ma'mum tetap tidak boleh emosional memaksakan kehendaknya, meskipun nyata-nyata yang diperjuangkannya itu adalah kebenaran. Pada saatnya imam nanti akan mengganti atau menebus kekeliruannya dengan menyelenggarakan sujud sahwi, yaitu menambah dua sujud sebelum salam.

 

Imamah adalah konsep yang mengatur antara imam dan makmum. Imamah adalah ketentuan yang harus ditaati semua pihak, baik imam maupun ma'mum. Imam tidak boleh semena-mena dan egois, tetapi ma'mum juga tidak boleh melampaui batas. Ma'mum tidak boleh mendahului imam di dalam melakukan pergerakan di dalam shalat. Imam juga harus memahami dan menjiwai ma'mumnya. Imam tidak boleh membaca surah-surah panjang secara berlebihan dan membuat ma'mum kelelahan atau mungkin ada yang kurang sehat atau memiliki urusan yang segera harus diselesaikan. Demikianlah ilustrasi siyasah syar'iyyah yang diharapkan tercermin di dalam realitas politik dunia Islam. Meskipun tidak eksplisit disebutkan di dalam konsep hokum dan perundang-undangan kita spirit konsep imam-ma'mum dan imamah sudah terimplementasi di dalam masyarakat. Bahkan konsep ini pernah menyelamatkan Indonesia pada detik-detik sejarahnya mengalami kekosongan pemerintahan sebagai akibat pergantian rezim dalam masa pra dan pro Indonesia. []

 

DETIK, 04 Oktober 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar