Rabu, 17 Februari 2021

(Hikmah of the Day) Kisah Nabi Yunus saat Ditelan Ikan Besar

Dikisahkan, setelah menyampaikan ancaman turunnya azab kepada kaumnya, Nabi Yunus ‘alaihissalam kemudian berjalan hingga di sebuah pesisir. Rupanya, kepergian Yunus ‘alaihissalam tanpa seizin Allah. Makanya, Dia menggambarkan sang nabi dengan “melarikan diri,” sebagaimana dilansir Al-Qur’an, “Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan,” (QS Ash-Shaffat [37]: 139-140).

 

Meski demikian, Nabi Yunus ‘alaihissalam tentu ridha terhadap segala ketentuan Allah. Ia menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Ini artinya, seorang hamba tidak boleh marah atau kesal atas ketentuan Tuhannya. Karena itu, ia pergi meninggalkan kaumnya tanpa seizin Tuhannya. Atas dasar itu pula, Allah melarang Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihissalam menjadi seperti nabi yang pernah ditelan ikan (Nabi Yunus ‘alaihissalam), sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an, “Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya),” (QS Al-Qalam [68]: 48).

 

Setiba di pantai, Nabi Yunus ‘alaihissalam bertemu sekelompok orang yang berada di kapal. Karena mengenali sang nabi, mereka pun membawanya. Namun, setelah beberapa saat berlayar, kapal yang ditumpangi sang nabi mendadak berhenti dan tak bisa melanjutkan perjalanan. Aneh sungguh aneh, sebab kapal-kapal yang ada di kiri dan kanannya tetap berlayar seperti biasa. Sementara kapal yang ditumpangi Nabi Yunus ‘alaihissalam hanya terombang-ambing di atas air. Tak berjalan sedikit pun.

 

Sebagian riwayat mengatakan, kapal diterpa guncangan hebat, sehingga mereka takut bila kapal tenggelam. Namun Nabi Yunus ‘alaihissalam menyadari jika diamnya kapal akibat keberadaan dirinya. Disampaikanlah kepada para awak kapal bahwa kapal tersebut tak mau bergerak karena ditumpangi seorang hamba yang lari dari tuhannya, “(Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan,” (QS Ash-Shâffât [37]: 140). Karenanya, kapal tidak akan berjalan selama hamba tersebut berada di atasnya. Sehingga ia harus dilemparkan ke tengah lautan agar kapal bisa kembali berlayar seperti kapal lainnya. Namun, mereka menolak melemparkan Nabi Yunus ‘alaihissalam, karena tahu bagaimana kemuliaannya di hadapan Allah. Walau bagaimana pun, ia seorang nabi-Nya.

 

Akhirnya, Nabi Yunus ‘alaihissalam menawarkan jalan keluar, “Coba adakanlah undian di tengah kalian. Siapa nama yang keluar dari undian, dialah yang harus terlempar ke lautan.” Dilaksanakanlah undian, dan hasilnya adalah nama Nabi Yunus ‘alaihissalam. Namun mereka enggan melemparkannya. Mereka kembali mencoba untuk kedua kalinya. Hingga ketiga kalinya, hasilnya tetap sama. Undian jatuh kepada Nabi Yunus ‘alaihissalam. Sungguh kehendak Allah, sebagaimana firman-Nya, Kemudian Yunus ikut undian dan dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian itu,” (QS Ash-Shâffât [37]: 141).

 

Begitu mengetahui hasil undian, Nabi Yunus ‘alaihissalam tak ragu menghempaskan diri ke lautan. Namun, belum juga menyentuh air, tubuh Nabi Yunus ‘alaihissalam sudah lebih dulu disambar ikan besar. Sehingga, para penumpang lain pun yakin bahwa Sang Nabi tidak akan selamat dari kematian, sebagaimana dilansir dalam Al-Qur’an, Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela, (QS Ash-Shâffât [37]: 141).

 

Maksud dalam keadaan tercela di sana adalah Nabi Yunus ‘alaihissalam meninggalkan kaumnya dalam keadaan kesal karena azab tak kunjung datang menimpa mereka. Yang akhirnya, ia lari dari mereka tanpa seizin Tuhannya.

 

Begitu ikan menyambar tubuh Nabi Yunus ‘alaihissalam, Allah memerintah ikan tersebut untuk tidak membinasakan hamba-Nya. Tak heran bila ikan itu hanya membawa Sang Nabi ke dasar lautan, sehingga diliputi beberapa kegelapan, yakni kegelapan laut, kegelapan perut ikan, dan kegelapan malam, Maka ia menyeru dalam beberapa kegelapan, (QS Al-Anbiyâ [21]: 87).

 

Dalam perut ikan tersebut Nabi Yunus ‘alaihissalam mendengar tasbih kerikil dan hewan-hewan laut. Maka, ia pun menyeru dan bertasbih kepada-Nya seraya mengakui dan menyesali segala kesalahannya, Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim,” (QS al-Anbiyâ [21]: 87).

 

Maka terdengarlah seruan itu oleh Dzat Yang Maha Mengetahui segala rahasia, Dzat Yang Maha Mengangkat madarat dan ujian, Dzat Yang Maha Mendengar suara selemah apa pun, Dzat Yang Maha Mengetahui perkara samar walau sekecil apa pun, Dzat Yang Maha Mengabulkan permohonan meskipun besar, Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kesdihan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman, (QS al-Anbiyâ [21]: 88). (Ibnu Katsir, Al-BidAyah Wan-Nihâyah, jilid 1, hal. 233).

 

Andai bukan karena tasbih dan taubatnya kepada Allah, niscaya ia sudah hancur dalam perut ikan, dan tinggal menunggu hari kebangkitan, Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit, (QS Ash-Shaffat [37]: 143-144).

 

Setelah Nabi Yunus ‘alaihissalam berdoa, Allah memerintahkan ikan tersebut untuk memuntahkannya di tempat yang diperintahkan-Nya. Namun, begitu dimuntahkan, ia dalam keadaan sakit, lemah, dan kulitnya mengelupas, Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit, (QS al-Shâffât [37]: 145).

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyerupakan kulit Nabi Yunus ‘alaihissalam yang mengelupas akibat gesekan yang dialaminya selama dalam perncernaan ikan seperti tubuh burung yang baru dicabuti bulunya. Nyaris tak ada bulu sedikit pun.

 

D tempat Yunus ‘alaihissalam dimuntahkan, Allah menumbuhkan sebuah pohon seperti pohon labu, Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu, (QS Ash-Shaffat [37]: 146).

 

Dikabarkan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bahwa Nabi Yunus ‘alaihissalam berlindung di bawah pohon labu tersebut. Ia memakan buahnya. Namun, selang beberapa lama, tumbuhan itu pun kering. Ia pun menangis, hingga Allah menurunkan wahyu sekaligus memberikan teguran kepadanya, “Engkau menangis karena pohon itu, bukan menangisi seratus ribu orang yang hendak engkau binasakan.”

 

Demikian kisah yang disarikan dari hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya, jilid 11, hal. 541, nomor hadits 1195, dari Abdullah ibn Mas‘ud, tepatnya dalam “Kitâb Fadhâ’il Yûnus.” Wallahu a’lam.

 

Dari kisah di atas, dapat dipetik beberapa pelajaran, di antaranya:

 

Seorang mukmin hendaknya tetap berpegang pada perintah Allah dan bersabar menghadapi hukum-hukum-Nya. Tidak boleh tergesa-gesa dalam memutuskan perkara yang sudah menjadi urusan-Nya.

 

Allah terkadang menguji para hamba-Nya yang saleh saat melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perintah-Nya. Itu pula yang dialami kaum Nabi Yunus ‘alaihissalam. Namun, berkat keimanan, kesalehan, dan doa, mereka diselamatkan oleh Allah. Begitu pula Nabi Yunus ‘alaihissalam yang selamat dari dalam perut ikan.

 

Doa dan pengakuan terhadap dosa juga memiliki pengaruh besar terhadap keselamatan dari berbagai malapetaka. Dalam Al-Qur’an telah disebutkan, dengan doa dan tasbihnya, Nabi Yunus ‘alaihissalam diselamatkan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya, Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit, (QS al-Shâffât [37]: 144).

 

Dalam kisah di atas ada beberapa perkara yang menunjukkan kekuasan Allah. Dia berkuasa menghentikan kapal yang ditumpangi Nabi Yunus ‘alaihissalam, sedangkan kapal-kapal yang lain berlayar di sekitarnya. Dia juga berkuasa untuk menyelamatkan Nabi Yunus ‘alaihissalam saat berada di dalam perut ikan. Dia kemudian memerintah ikan tersebut untuk memuntahkannya di pinggir lautan. Bahkan, Dia memperdengarkan tasbih batu-batu kerikil di dasar lautan.

 

Pelanggaran yang dilakukan Nabi Yunus ‘alaihissalam tidak sampai mencederai atau menurunkan kedudukannya sebagai seorang nabi. Ia adalah salah seorang nabi dan rasul Allah yang dipilih dan diunggulkan-Nya. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengingatkan agar seorang tidak mengira atau mengatakan bahwa dirinya lebih baik dari Nabi Yunus ibn Mata hanya karena pelanggaran yang pernah dilakukannya. Dalam Shahîh al-Bukhârî dikatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Jangan sampai ada di antara kalian yang mengatakan, ‘Sesungguhnya aku lebih baik dari Yunus ibn Mata.” Dalam riwayat lain dikatakan, “Tidaklah pantas bagi seorang hamba menyatakan, ‘Aku lebih baik dari Yunus ibn Mata,’” (HR. Al-Bukhari).

 

Hadits tersebut juga menunjukkan betapa utamanya doa Dzun Nun atau Nabi Yunus ‘alaihissalam, sampai-sampai doa tersebut juga dijadikan doa khusus oleh orang-orang yang tengan dilanda kesulitan, oleh orang-orang yang sedang dirundum kesedihan, atau diliputi masalah dan kebingungan. Doa dimaksud adalah:

 

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

 

Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim, (QS al-Anbiyâ’ [21]: 87).

 

Seluruh makhluk taat kepada Allah. Termasuk ikan besar yang memakan Nabi Yunus, dan atas perintah-Nya, ia tidak sampai membinasakannya. Begitu pula saat ada perintah untuk memuntahkan Nabi Yunus ‘alaihissalam, ikan itu memenuhinya. Selain itu, kita tahu bahwa seluruh ikan dan batu-batuan laut, semuanya bertasbih kepada Allah, sebagai yang terdengar oleh Nabi Yunus ‘alaihissalam. (Lihat: Umar Sulaiman al-Asyqar, Shahih al-Qashash al-Nabawi, [Oman: Darun Nafais], 1997, Cetakan Pertama, hal. 121).

 

Wallahu a’lam. []

 

(M. Tatam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar