Kamis, 25 Februari 2021

Azyumardi: Kerusakan Alam: Rejuvenasi Islamisitas (2)

Kerusakan Alam: Rejuvenasi Islamisitas (2)

Oleh: Azyumardi Azra

 

Destruksi ekosistem dan lingkungan hidup serta kerusakan alam, paling parah terjadi di banyak bagian dunia Muslim. Kerusakan alam juga parah terjadi di negara berpenduduk besar yang tengah menggenjot ekonominya, seperti Cina, India, Brasil, Argentina, atau banyak negara di Afrika.

 

Sebaliknya, tingkat destruksi ekosistem dan kerusakan alam relatif kian berkurang di negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara. Mereka secara signifikan mengurangi dan mencegah deforestasi dan penambangan. Sebaliknya, mereka menggantungkan diri dalam kebutuhan kayu, minyak fosil, gas misalnya, dari negara-negara lain. 

 

Sepanjang musim semi, musim panas, dan menjelang musim gugur, orang bisa melihat hutan lebat di negara Eropa Barat dan Amerika Utara. Hutan di kawasan ini tidak mengandung banyak jenis flora dan fauna. Keragaman hayatinya jauh lebih rendah dibandingkan hutan tropis yang kaya biodiversitas.  Sekali lagi, kerusakan ekosistem dan lingkungan alam paling parah terlihat di dunia Muslim.

 

Tingkat kerusakan tidak sama di antara satu negara Muslim dan lainnya karena perbedaan lingkungan dan sumber daya alam, sejarah, politik, ekonomi, demografi, dan sosial-budaya. Skor negara-negara Muslim sangat rendah dalam Environmental Performance Index (Indeks Kinerja Lingkungan/IKL). 

 

IKL mengukur keberlanjutan atau ‘sustainabilitas’ lingkungan hidup di 180 negara berdasarkan data 32 indikator dalam 11 isu, yang menyangkut kesehatan lingkungan dan vitalitas ekosistem. Untuk 2020, dalam urutan 1-40 tidak terdapat satupun negara Muslim.

 

Sebagian besar dalam urutan 1-40 itu adalah negara-negara Eropa Barat dan sedikit Eropa Timur dan Amerika Utara semacam Denmark (1) atau Serbia (45). Untuk Asia, ada Jepang (12), Korea Selatan (28), Singapura (39), dan Taiwan (40).

 

Setelah itu, ada negara Muslim: UEA (42) Brunei (46), Kuwait (47), Yordania (48), Bahrain (56), Iran (67), Malaysia (68), Tunisia (71), Azerbaijan (72), Lebanon (78), Arab Saudi (90), Turkmenistan (92), Mesir (94), Turki (99), Kyrgyzstan (105), Irak (106), dan Oman (110).

 

Lalu, Tajikistan (114), Indonesia (116), Qatar (122), Sudan (130), Pakistan (142), Nigeria (151), Bangladesh (162), dan Afghanistan (178). Sebagai perbandingan; Argentina (54), Brasil  (55), Rusia (58), Cina (120), Kampuchea (139), Vietnam (141), India (168).

 

Jika dibandingkan 40 negara teratas dalam daftar IKL, tidak ada negara Muslim yang negara maju (advanced atau first world).

 

Mereka mapan dari segi ekonomi, politik, sosial budaya, dan SDM. Memang, ada negara Muslim ‘kaya’ yang biasa disebut high income economy (HIE) atau negara berpenghasilan tinggi karena pendapatan dari penjualan energi fosil.

 

Namun, energi fosil kian diganti energi terbarukan yang lebih bersahabat pada lingkungan secara berkelanjutan. Negara-negara Muslim HIE, termasuk Arab Saudi, Kuwait, Qatar, UEA, tetapi tidak advanced dalam sains-teknologi, politik, sosial-budaya, dan SDM.

 

Negara-negara Muslim ini, gagal melakukan konservasi ekosistem dan lingkungan alam karena tidak ada atau kurang memadainya dukungan politik, sosial-budaya, dan SDM berkualitas untuk penyelamatan lingkungan alam.

 

Dalam jumlah sedikit lebih banyak, negara Muslim termasuk dalam kategori upper middle income economy (UMIE/negara berpenghasilan menengah atas). Termasuk dalam kategori ini, misalnya Indonesia, Malaysia, Iran, Turki, Kazakhstan, Aljazair, Azerbaijan.

 

Sebagian negara ini juga termasuk kategori ‘emerging economies’ berkat kemajuan industri, pertanian, dan perkebunan. Kemajuan ekonomi tercapai juga lewat eksploitasi tak terkendali atas SDA dengan deforestasi dan penambangan, yang mengakibatkan kerusakan ekosistem sangat parah.

 

Bagian terparah dari kategorisasi dunia Muslim ini adalah negara-negara miskin. Mereka miskin dalam banyak hal mulai dari SDA, lingkungan alam yang tidak kondusif (hanya padang pasir dan gunung batu), kehidupan sosial-budaya yang tidak kondusif, dan SDM yang terbelakang.

 

Lebih parah lagi, negara-negara Muslim kategori ini juga terus menghancurkan diri dengan konflik dan perang, yang berkelanjutan daripada konservasi alam berkelanjutan. Termasuk di antara negara-negara semacam ini adalah Libya, Sudan, Nigeria, Yaman, Afghanistan, Pakistan, atau Bangladesh. 

 

Inilah kenyataan pahit. Lalu, ke mana Islamisitas banyak negara dan umat Muslimin? Ke mana ajaran Islam sebagai rahmat bagi alam semesta? []

 

REPUBLIKA, 04 Februari 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar