Etika Politik dalam Al Qur'an (9)
Diplomasi Surat-menyurat Nabi
Oleh: Nasaruddin Umar
Etika Nabi di dalam berdiplomasi tergambar juga di dalam redaksi surat-menyurat Nabi ke beberapa relasi politiknya, terutama para pemimpin negeri di sekitar Timur Tengah, termasuk pemimpin kota-kota penting dunia saat itu. Yang menakjubkan dari Nabi Muhammad saw ialah seperti tidak pernah bosan menghampiri umat dan negeri tetangganya dengan berbagai macam komunikasi. Ditolak dengan satu cara ditempuh lagi cara-cara lain, sehingga umatnya sehingga mengundang empati. Meskipun Nabi tidak bisa membaca dan menulis tetapi ia amat cerdas memilih Zaid ibn Tsabit sebagai sekretaris pribadi yang terkenal sebagai ahli bahasa-bahasa asing dunia saat itu. Gagasan-gagasan Nabi dituliskan oleh Zaid lalu dikirim ke pusat-pusat kerajaan strategis pada saat itu. Nabi juga mengirim diplomat-diplomat ulungnya untuk mengantarkan langsung surat itu, sehingga hasilnya sangat luar biasa. Pengalaman Nabi ini menjadi pelajaran berharga untuk kita, apalagi dalam era multi media saat ini.
Di antara surat-surat tersebut ialah surat Nabi Muhammad kepada Raja Muqauqis sebagai berikut: "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Muqauqis raja Qibthi. Keselamatan semoga tercurah kepada orang yang mengikuti petunjuk-Nya. Amma ba'du: Aku mengajakmu dengan ajakan kedamaian. Masuklah Islam maka engkau akan selamat. Masuklah Islam maka engkau akan diberikan Allah pahala dua kali. Jika engkau menolak maka atasmu dosa penduduk Qibthi. Sebagai apresiasi terhadap surat simpati Nabi, maka Raja Muqauqis menghadiahkan empat budak perempuan di antaranya Mariya binti Syam'un al-Qithiyyah al-Mishriyyah, seekor kuda (baghal) bernama Afir, seekor keledai bernama Duldu, 20 helai kain sutra Mesir, dan beberapa hadiah lainnya. Maria Al-Qibtiyyah kemudian diperisterikan oleh Nabi yang melahirkan Ibrahim putra tunggal laki-laki Nabi Muhammad yang wafat ketika masih kecil.
Raja lain yang mendapatkan surat cinta Nabi ialah Kaisar Heraclius yang isinya sebagai berikut: "Sesungguhnya aku menyerumu dengan seruan Islam, maka masuklah ke dalam agama Islam maka engkau akan selamat, dan niscaya Allah akan membalasmu dengan ganjaran dua kali lipat. Jika engkau berpaling, maka sesungguhnya bagimu dosa seluruh pengikutmu."
Surat lainnya ke Raja Najasy, penguasa Habasyah (Ethopia), yang diantar langsung oleh Amr bin Umayyah bersama Ja'far bin Abu Thalib bersama teman-temannya. Surat Nabi berisi: "Bismillahirrahmanirrahim, dari MuhammadRasulullah. Yang mulia Raja Najasyi, aku menyanjungmu, Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, dan Maha Memelihara. Aku bersaksi bahwa Isa putera Maryam adalah Ruh Allah dan Kalimat-Nya yang ditiupkan kepada Maryam, wanita yang suci (perawan) lagi baik, yang kemudian mengandung Isa. Aku mengajak engkau untuk mengikuti dan mengimani ajaran yang aku bawa. Karena aku adalah utusan Allah. Bersama dengan ini, aku telah mengutus keponakanku Ja'far beserta sekelompok kaum muslimin untuk menghadapmu. Salam sejahtera bagi orang yang mengikuti petunjuk-Nya".
Salah satu surat Nabi juga ditujukan kepada Raja Gassan, Jabalah bin Aiham, yang intinya mengajak keluarga kerajaan masuk Islam. Akhirnya kesan simpatik yang tertuang di dalam surat Nabi yang didukung oleh keramahan sang pembawa surat, maka Raja Gassan bersama keluarganya menyatakan diri masuk Islam. Nabi juga mengirim surat kepada Raja Thaif itu melalui sahabat Nabi, Jarir bin Abdillah, yang disampaikan langsung kepada Raja Thaif. Surat ini merupakan surat terakhir Nabi karena belum kembali Jarir dari Thaif Nabi sudah wafat di belakang. Ia sebenarnya sudah lama mendengarkan tentang Islam dan setelah membaca surat Nabi yang berisi ajakan untuk memeluk Islam maka ia sudah menyatakan diri tertarik untuk masuk Islam. Namun nanti pada masa Umar bin Khaththab ia secara resmi menyatakan diri masuk Islam bersama 80 orang pejabatnya. Hasil yang dicapai diplomasi Nabi surat menyurat Nabi sangat besar. Ini bisa diukur melalui respon balik yang ditunjukkan tokoh-tokoh yang membalas surat Nabi. []
DETIK, 30 September 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar