Rabu, 24 Februari 2021

Buya Syafii: Palsu dan Kepalsuan (II)

Palsu dan Kepalsuan (II)

Oleh: Ahmad Syafii Maarif

 

Sertifikat dan surat keterangan palsu. Korban sertifikat palsu ini sudah cukup banyak, khususnya terkait masalah pertanahan. Lagi-lagi, dengan menggunakan mesin cetak modern sangat memudahkan penjahat menipu orang dengan mencetak sertifikat palsu ini.

 

Rupanya persis sama dengan segala warnanya. Hanya alat yang canggih yang bisa membongkar sertifikat palsu ini. Mengenai surat keterangan palsu ini kita catat yang terbaru saja, yaitu surat bebas Covid-19 yang dijual di bandara yang baru saja tertangkap.

 

Bahayanya sangat jelas: penumpang pesawat yang membawa pandemi menjadi leluasa masuk kabin.   

 

Berita palsu atau hoaks. Ini sedang merajalela di era medsos yang tak terbendung. Begitu gampangnya orang membuat jaringan komunikasi dengan biaya murah. Berlaku di sini hukum modernisasi: manfaatnya besar jika dilakukan dengan tujuan baik dan positif.

 

Sebaliknya, di tangan manusia penipu dan culas, akibatnya bisa mematikan. Apalagi, pada era apa yang disebut sebagai post-truth (pascakebenaran), yang palsu dengan gampang saja dipoles menjadi sesuatu yang benar, benar dalam kepalsuan.

 

Yang busuk dengan mudah saja dikemas dalam bungkus harum sehingga kepalsuan seperti telah jadi norma. Dunia sekarang sedang “dipermainkan” kekuatan pascakebenaran ini, tidak peduli di tengah dahsyatnya serangan Covid-19.

 

Transaksi kepalsuan di mana-mana. Pertanyaan besarnya, apakah dunia sekarang menjadi semakin beradab atau malah semakin biadab? Agama yang biasanya dinilai sebagai sumber nilai moral tertinggi, pada era pascakebenaran seperti lumpuh, kehilangan taji.

 

Uang palsu. Pembuat uang palsu termasuk bentuk penjahat hitam, yang sangat meresahkan masyarakat luas. Sekalipun ada yang ditangkap, perbuatan kriminal itu terus saja terjadi dengan deret korbannya, yang bertambah panjang.

 

Lagi-lagi, mesin cetak yang semakin canggih sebagai bagian menyatu dengan proses modernisasi teknologi, turut punya saham dalam mempermudah kasus kejahatan ini. Sebagai alat, mesin tidak bisa disalahkan.

 

Namun, mental busuk manusia di belakang mesin itu yang harus diawasi dengan tegas dan keras. Aparat penegak hukum tak boleh lengah dalam membendung kejahatan ini.

 

Tanda tangan palsu. Pembuat tanda tangan palsu umumnya punya tujuan satu: cari keuntungan diri dengan cara memalsu tanda tangan orang lain. Jenis kejahatan semacam ini fenomena global, Indonesia tidak terkecuali.

 

Akibat yang ditimbulkannya sangat menyakitkan bagi pihak yang dipalsu tanda tangannya. Jika tidak segera diungkap, tidak jarang korban kepalsuan harus berurusan dengan hukum, sementara si pemalsu ongkang-ongkang bebas saja.

 

Sahabat palsu. Karena manusia pandai bersandiwara dan mahir bertopeng, untuk memastikan sahabat sejati tidak selalu mudah. Bisa memerlukan tempo bertahun-tahun. Namun, sahabat sejati akan sedikit dapat dikenali saat seseorang sedang dalam kesulitan.

 

Sahabat ini tetap setia, sekalipun dia harus berkorban untuk tujuan mulia itu. Dalam sejarah awal Islam, kesetiaan Abu Bakar kepada Nabi Muhammad SAW adalah bukti seorang sahabat dengan kualitas yang sulit ditandingi.

 

Nabi akhir zaman itu sungguh terhibur oleh sahabatnya ini pada saat-saat, yang penuh bahaya dan kritis dalam karier kerasulannya. Abu Bakarlah yang menyertai Muhammad hijrah ke Madinah, sebuah perjalanan jauh yang selalu dibayangi musuh yang ingin membunuh Nabi.

 

Sarjana palsu. Tipe manusia yang memperdagangkan ijazah sarjana palsu masih sering kita baca dan kita dengar. Biasanya untuk melamar pekerjaan atau tujuan politik dalam sistem kepartaian yang disiplinnya longgar.

 

Kita tidak tahu, sudah berapa orang sarjana gadungan ini yang ditangkap, sedangkan yang tidak ketahuan pasti masih bertualang ke mana-mana. Kita tidak perlu memakai bahasa agama dalam menilai orang semacam ini.

 

Seperti dikatakan misalnya, dia tak mungkin tenang, batinnya gelisah. Fenomena ini karena kegagalan sistem pendidikan yang tak mengutamakan pembentukan karakter, terlalu kognitif, selain lemahnya pengawasan dan sanksi masyarakat atas perilaku lancung ini.

 

Obat palsu. Ini sangat berbahaya, menyangkut nyawa manusia. Produsennya tak mau hirau dengan akibat buruk dan fatal ini, demi meraih untung, jika tidak segera ketahuan. WHO mengingatkan tren obat palsu untuk Covid-19, apalagi dilakukan secara daring.

 

Sebagian masyarakat yang ingin cepat sembuh sering tertipu iklan obat palsu ini. Terasa semakin tak mudah hidup pada era medsos yang serbaliar ini. Di samping obat palsu, juga masih dijajakan obat kedaluwarsa.

 

Badan POM belum tentu mampu mengawasi peredaran obat-obat yang mencelakakan ini. Wilayah Indonesia terlalu luas untuk pengawasan itu. Karena itu, sikap awas dan hati-hatilah yang bisa menolong kita dalam suasana serbasulit ini. []

 

REPUBLIKA, 02 Februari 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar