Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online yang saya hormati, sebelumnya perkenalkan nama saya Ujang Yusup. Saya mau bertanya tentang mandi junub: 1. Apakah mulut dan lubang hidung masih termasuk bagian badan zhahir yang wajib dibasuh? 2. Mohon penjelasannya tentang batas-batas zhahir yang wajib dibasuh di saat mandi. Terima kasih. Wassalamu 'alaikum wr.wb.
Ujang Yusup
Jawaban:
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Pada kesempatan kali ini, kami akan menjawab pertanyaan nomor 1, yaitu perihal kedudukan mulut dan lubang hidung dalam kaitannya dengan bagian zhahir yang wajib dibasuh.
Untuk menjawab masalah ini, kita perlu merujuk pada dua hal yang menjadi rukun mandi wajib atau mandi junub (janabah), yaitu niat mengangkat hadats besar/janabah dan meratakan air ke seluruh permukaan tubuh (zhahir badan) sebagaimana keterangan Kitab I‘anatut Thalibin berikut ini:
وإنما وجب تعميمه لما صح من قوله صلى الله عليه وسلم أما أنا فيكفيني أن أصب على رأسي ثلاثا ثم أفيض بعد ذلك على سائر جسدي ولأن الحدث عم جميع البدن فوجب تعميمه بالغسل
Artinya, “Wajib meratakan air (pada seluruh permukaan tubuh) berdasarkan hadits shahih, ‘Adapun aku, cukup bagiku menuangkan air sebanyak 3 kali di atas kepalaku, kemudian aku menuangkannya setelah itu ke seluruh tubuhku;’ dan berdasarkan kenyataan bahwa hadats itu mengenai seluruh tubuh secara merata sehingga wajib diratakan dengan air melalui basuhan,” (Lihat Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 91).
Adapun mulut dan lubang hidung bukan termasuk permukaan tubuh (zhahir badan) yang wajib dibasuh pada mandi wajib. Keterangan ini dapat ditemukan pada Kitab Fathul Wahhab karya Syekh Abu Zakariya Al-Anshari dari Mazhab Syafi’i.
فَعُلِمَ أَنَّهُ لَا تَجِبُ مَضْمَضَةٌ وَاسْتِنْشَاقٌ كَمَا فِي الْوُضُوءِ
Artinya, “Dapat dimaklum bahwa kumur dan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) tidak wajib pada mandi wajib sebagaimana pada wudhu,” (Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Fathul Wahhab).
Pandangan dalam Kitab Fathul Wahhab ini lebih jauh diterangkan dalam hasyiyahnya oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Kitab At-Tajrid li Naf ‘il Abid atau dikenal Hasyiyatul Bujairimi alal Manhaj.
قَوْلُهُ (لَا تَجِبُ مَضْمَضَةٌ إلَخْ) أَيْ لِأَنَّ مَحَلَّهُمَا لَيْسَ مِنْ الظَّاهِرِ وَإِنْ انْكَشَفَ بَاطِنُ الْفَمِ وَالْأَنْفِ بِقَطْعِ سَاتِرِهِمَا
Artinya, “Redaksi (kumur…tidak wajib) maksudnya karena tempat keduanya bukan termasuk ‘zahir badan’ meski bagian dalam mulut dan hidung terbuka karena organ penutupnya terputus,” (Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi ala Syarhi Manhajit Thullab, juz I, halaman 381).
Kami menganjurkan mereka yang melakukan mandi junub hendaknya memperhatikan sunnah-sunnah mandi termasuk melakukan rukun dan sunnah wudhu (termasuk berkumur dan menghirup air ke dalam hidung atau istinsyaq) sebelum mandi junub.
Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar