Selasa, 01 Agustus 2017

Nasaruddin Umar: Ukhuwah Imaniyah



Ukhuwah Imaniyah
Oleh: Nasaruddin Umar

GAGASAN kemanusiaan fundamental dari Alquran, salah satunya, ialah ukhuwah imaniyah. Alquran ialah kitab suci yang paling tegas menyatakan persaudaraan orang-orang yang memiliki keimanan, sebagaimana ditegaskan dalam ayat, 'Innamal mu’minuna ikhwah, fa ashlihu baina akhawaikum...' (Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah saudaramu/QS Al-Hujurat/49:10). Tuhan tidak mengatakan, 'Innamal muslimuna ikhwah' (Sesungguhnya orang-orang Islam bersaudara).

Ini mengisyaratkan pengakuan terhadap orang-orang yang beriman. Urusan keimanan seseorang adalah urusannya sendiri, sebagaimana ditegaskan Nabi, "Kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah menghukum apa yang tidak tampak." Hadis ini sebagai teguran keras terhadap panglima perangnya, Usamah, yang membunuh musuh yang sudah bersyahadat meskipun menurut Usamah itu hanya untuk menyelamatkan diri. Semenjak teguran terhadap Usamah, tidak terekam lagi adanya kriminalisasi berbasis keimanan.

Upaya untuk mewujudkan doktrin ini, Nabi tidak hanya menganjurkan toleransi terhadap penganut agama lain, tetapi juga mencontohkannya sekaligus. Banyak tokoh hanya bisa bicara tentang toleransi, tetapi dalam sikap dan tindakan mereka berbeda dengan apa yang sering dibicarakan. Nabi dan para sahabatnya tidak pernah sedikit pun ragu untuk bekerja sama dan bertoleransi dengan orang-orang non-Islam karena dasarnya di dalam Alquran bergitu banyak dan begitu tegas.

Ayat-ayat itu, antara lain, Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu (QS Al-Mumtahinah/60: 7-8). Jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui (QS Al-Taubah/9: 6).

Dalam suatu peristiwa Nabi menerima delegasi nonmuslim yang terdiri atas tokoh-tokoh lintas agama berjumlah 60 orang, 14 orang di antara mereka dari kelompok Kristen Najran. Rombongan tamu dipimpin Abdul Masih. Rombongan itu diterima di masjid dengan penuh persahabatan. Bahkan menurut Muhammad ibn Ja’far ibn al-Zubair, sebagaimana dikutip Abdul Muqsith dalam kitab Al-Shirat al-Nabawiyyah, karya Ibn Hisyam, Juz II, h 426-428, ketika waktu kebaktian tiba, rombongan tamu Rasulullah ini melakukan kebaktian di dalam masjid dengan menghadap ke arah timur. Ia tidak membeda-bedakan tamu berdasarkan kelas dan status sosial.

Luar biasa riwayat ini. Ini sekaligus membuktikan bahwa Nabi pantas dikagumi semua orang tanpa membedakan agama, suku, dan golongan. Pantas kalau ia dinobatkan sebagai peringkat utama dari 100 tokoh terkemuka yang pernah dilahirkan di muka bumi ini oleh Michael Hart, atau tokoh utama di antara 11 tokoh yang pernah lahir di muka bumi ini oleh Thomas Carlile.

Yang paling penting bagi kita semua bagaimana kearifan Nabi ini bisa diikuti semua pihak. Nabi Muhammad SAW, tokoh yang sering disebut lahir jauh melampaui kurun waktunya ini, betul-betul menarik untuk dikaji. Kebijakan-kebijakan dan statement-statement-nya selalu tepat untuk semua orang dan di setiap waktu. Hampir-hampir tidak pernah ada orang yang tersinggung pada setiap kebijakan dan statement-nya. Kita tentu merindukan sosok orang seperti ini. Mungkinkah bangsa Indonesia menjadikan kepribadian seperti ini sebagai kepribadian nasional? []

MEDIA INDONESIA, 28 July 2017
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar