Senin, 21 Agustus 2017

(Buku of the Day) Sair al-Sâlikîn, Terjemah Melayu Ihya ‘Ulumid Din al-Ghazali Abad Ke-18

Sair al-Sâlikîn, Terjemah Melayu Ihya ‘Ulumid Din al-Ghazali Abad Ke-18


Ini adalah kitab “Sair al-Sâlikîn fî ‘Ibâdah Rabb al-‘Âlamîn” (yang berarti “Jejak Para Salik dalam Menyembah Tuhan Semesta Alam”) karya seorang ulama besar Nusantara abad ke-18 M dari Palembang, yaitu Syekh ‘Abd al-Shamad ibn ‘Abd al-Rahmân ibn ‘Abd al-Jalîl al-Falambânî al-Jâwî (dikenal dengan Syekh Abdul Shamad Palembang, wafat sekitar ).

“Sair al-Sâlikîn” terhitung sebagai karya puncak Syekh Abdul Shamad Palembang. Kitab ini terdiri dari empat volume besar (4 juz) dan mengkaji ilmu tauhid, fikih, syari’at, tasawuf, dan hakikat. Menariknya, “Sair al-Sâlikîn” merupakan terjemahan bahasa Melayu yang diupayakan oleh Syekh Abdul Shamad Palembang dari kitab “Ihyâ ‘Ulûmid Dîn” yang sangat masyhur keberadaannya, karangan Hujjatul Islam al-Imâm al-Ghazzâlî (w. 1111 M).

Gambar ini sendiri adalah halaman kolopon jilid ketiga dari naskah kitab “Sair al-Sâlikîn” versi salinan Zawiyah Tano Abe, Aceh, sekaligus menjadi naskah koleksinya. Naskah ini kemudian didigitalisasi oleh British Library, London, dan dinomorkode Or. 15646.

Dalam tradisi keilmuan Islam, keberadaan kitab “Ihyâ ‘Ulûmid Dîn” karangan al-Imâm al-Ghazzâlî sangatlah penting dan memiliki peran yang sentral dan besar. “Ihyâ ‘Ulûmid Dîn” adalah kitab rujukan utama dalam bidang kajian ilmu fikih, tasawuf, dan etika. Kitab tersebut merangkum ketiga bidang ilmu tersebut, dan dikaji di dalamnya dengan sangat mendalam oleh al-Imâm al-Ghazzâlî.

Karena itu, tidaklah mengherankan, selama berabad-abad lamanya semenjak masa dikarangnya kitab tersebut hingga kini, “Ihyâ” menjadi kitab rujukan sentral, serupa sumur kehidupan dan ilmu yang airnya terus mengalir tak habis-habis.

Di Nusantara, sejak masa-masa awal berkembangnya agama Islam di sana hingga masa Syekh Abdul Shamad Palembang di paruh kedua abad ke-18 M, sudah bisa dipastikan karya-karya al-Imâm al-Ghazzâlî dikaji dan dijadikan pedoman, termasuk “Ihyâ”. Hanya saja, hingga saat itu, belum ada versi terjemahan bahasa Melayu atas karya agung tersebut, sehingga praktis pemikiran al-Imâm al-Ghazzâlî berkembang hanya pada kalangan terbatas muslim Nusantara yang cakap berbahasa Arab.

Nah, disinilah Syekh Abdul Shamad Palembang memainkan peran besar, yaitu berupaya menerjemahkan “Ihyâ ‘Ulûmid Dîn” ke dalam bahasa Melayu. Syekh Abdul Shamad Palembang menulis;

وبعد فيقول الفقير المسكين المحتاج الى رحمة رب العالمين عبد الصمد الجاوي الفلمباني تلميذ القطب الرباني والعارف الصمداني سيدي الشيخ محمد بن الشيخ عبد الكريم السماني المدني غفر الله له ولواديه ولجميع المسلمين بجاه سيد الأنبياء والمرسلين والأولياء الصالحين آمين.

(maka berkatalah seorang hamba yang fakir dan miskin, yang sangat memerlukan kepada rahmat Tuhan Semesta Alam, Abdul Shamad al-Jawi al-Palembani, murid dari seorang wali kutub rabbani, seorang yang mengetahui hakikat ilmu Allah, Tuanku Syekh Muhammad ibn Syekh Abdul Karim al-Sammani al-Madani, semoga Allah berkenan mengampuninya dan kedua orang tuanya, juga seluruh umat Muslim).

لما كانت سنة ألف ومائة وثلاث وتسعين من هجرة النبي صلى الله عليه وسلم، ألهم الله تعالى في قلبي أن أترجم كتاب إمام الفقهاء العالمين وقدوة الصوفية المحققين حجة الإسلام الغزالي رحمه الله تعالى المسمى بلباب إحياء علوم الدين الجامع بين الشريعة والطريقة، والمتضمن فيه علوم أصول الدين والفقه والتصوف النافعة، بكلام الجاوي مع زيادة فوائد نفيسة لينتفع به من لا معرفة له بلام العربي. وفقنا الله وإياكم. وسميته "سير السالكين الى عبادة رب العالمين"

(Ketika tahun seribu seratus Sembilan puluh tiga [1193] Hijri, Allah memberikanku ilham di hatiku, agama menerjemahkan kitab karangan seorang imam para ahli fikih yang juga ahli ibadah, seorang panutan para sufi yang ahli kebenaran, hujjah al-islâm [al-imâm] al-ghazzâlî, yang berjudul “Lubâb Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn” yang mana ia menghimpun akan ilmu syari’at, hakikat, yang mencakup ilmu ushuluddin, fikih, dan tasawuf yang bermanfaat, [menerjemahkannya] kepada bahasa Jawi [Melayu], dengan disertai beberapa catatan tambahan yang berfaedah, agar ia bisa bermanfaat bagi orang-orang yang tidak mengerti bahasa Arab. Semoga Allah memberikan kita semua taufiq. Dan aku namakan karya terjemahan ini dengan “Sair al-Sâlikîn ilâ ‘Ibâdah Rabb al-‘Âlamîn”).

Syekh Abdul Shamad Palembang membagi kitab ini ke dalam sebuah mukaddimah (pengantar) dan empat buah bab pembahasan. Pada mukaddimah dibagi pula ke dalam empat buah pasal kajian, yaitu;

Pasal pertama mengkaji “keutamaan ilmu yang bermanfaat, keutamaan para pelajar dan juga para ulama”. Pasal kedua mengkaji “etika (adab) bagi para pelajar dan juga bagi para pengajar”. Pasal ketiga mengkaji “hal-hal yang dapat membinasakan ilmu dan menjadikannya tidak bermanfaat”. Pasal keempat mengkaji “ilmu-ilmu yang harus dipelajari oleh setiap Muslim”.

Adapun keempat bab dari pembahasan kitab “Sair al-Sâlikîn” yang merupakan pokok pembahasan karya tersebut, adalah sebagai berikut; Bab pertama, membahas “keyakinan dan ketauhidan sesuai ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah”. Bab kedua membahas tentang “thaharah (bersuci) dan macam-macam najis”. Bab ketiga membahas tentang “shalat, syarat, rukun, sunnah, hingga yang membatalkannya”. Bab keempat membahas tentang “zakat dan segala detail kajiannya”.

Syekh Abdul Shamad Palembang menyelesaikan karya sebanyak empat volume (juz) ini selama kurang lebih sembilan tahun. Juz pertama dimulai di Makkah pada tahun 1193 H dan selesai 1194 H (1779-80 M). Juz kedua dimulai di Thaif pada tahun 1194 H dan selesai 1195 H (1780-1 M). Juz ketiga dimulai di Thaif pada tahun 1195 H dan selesai pada 1197 H (1781-3 M). Juz terakhir atau yang keempat tidak disebutkan titimangsa dimulainya penulisan, namun hanya disebutkan tahun penyelesaiannya, yaitu 1203 H (1788 M) di Thaif.

Melihat tahun mulai dan selesainya proses penulisan, yaitu 1193-1203 H (1779-1788 M), maka “Sair al-Sâlikîn” adalah karya terlama yang pernah ditulis oleh Syekh Abdul Shamad Palembang. Karya ini sekaligus menjadi “masterpiece” atau karya puncak beliau, sekaligus karya terakhirnya, karena setelah tahun 1203 H (1788 M), tidak lagi ditemukan karya Syekh Abdul Shamad Palembang.

“Sair al-Sâlikîn” pada kemudian hari menjadi salah satu kitab pedoman utama bagi para Muslim Nusatara dalam mengkaji ilmu-ilmu agama bagi tingkatan menengah. Karya ini banyak tersebar utamanya di institusi-institusi pendidikan Islam di Palembang, Aceh, Semenanjung (Malaysia), dan juga Pattani (Thailand Selatan). Di Dayah Tanoh Abe di Aceh, misalnya, terdapat lusinan naskah salinan tulis tangan dari kitab “Sair al-Sâlikîn” ini.

“Sair al-Sâlikîn” kemudian dicetak untuk pertama kalinya di Makkah al-Mukarramah pada tahun 1880 M (1303 H) atas prakarsa Syekh Ahmad al-Fathânî, cendikiawan Nusantara asal Pattani yang berkarir di Timur Tengah dan dipercaya sebagai direktur penerbitan kitab-kitab berbahasa Jawi (Melayu) pada percetakan milik pemerintahan Turki-Ottoman yang berada di Makkah, Istanbul, dan Kairo. []

(A. Ginanjar Sya’ban)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar