Rakyat Bukan Tumbal
Penguasa
Oleh: Teguh Ansori*
Sampai saat ini banyak fenomena yang sangat
memilukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik ini. Faktanya,
rakyat dari masa kemasa semakin sengsara dan menjadi objek kekuasaan
orang-orang elite dan para wakil rakyat.
Mereka dijadi budak-budak, objek-objek pembangunan. yang semestinya bukan budak, bukan objek melainkan subjek yang harus merasakan pelayanan orang-orang elit dan para wakil rakyat. Semakin hari rakyat bukan semakin dientaskan dari kemiskinan, namun sekain hari semakin dijerat, terpuruk dalam kepedihan hidup sebagai budak penguasa.
Belum lagi isu-isu kenaikan BBM yang akan menjadikan gonjang-ganjing kehidupan orang-orang miskin. Sudah barang yang jelas, kenaikan BBM akan membuat perbudakan karena kebijakan yang dibuat oleh penguasa ekonomi politik. Beberapa fakta membuktikan, keputusan fakta yang diambil oleh penguasa cenderung meminggirkan rakyat dan menjadikan budak-budak BBM.
Masih ingat dengan nama Waginem (80) Wadiman (70) dan kasipah (80)? Mereka mengembuskan nafas terakhirnya secara tragis saat antre untuk mendapatkan dana kompensasi BBM. Fakta itu masih saja terusik dalam benak kita, ketika terdengar rencana kenaikan harga BBM.
Sampai sekarang ini kenaikan harga BBM menumbuhkan buntut yang panjang, dan buntut itu manjerat leher orang-orang miskin yang selalu diiming-imingi dengan BLT. Iming-iming ini yang menjadikan beberapa orang menjadi tumbal kenaikan BBM. Lain halnya maut, sebagian besar harus bersusah payah antre berjam-jam, berjalan puluhan kilo hanya demi mendapatkan sepeser BLT. Faktanya lagi, rakyat miskin mendapatkan BLT, harga sembako malah ikut-ikutan naik. Kendati demikian BLT tak bisa lagi menjadi penyambung rakyat miskin.
Pemiskinan Mutlak
Keputusan pemerintah dalam menaikkan BBM adalah untuk menyalurkan BLT yang akan membantu kehidupan para kaum miskin. Namun demikian, BLT tersalurkan keluarga miskin malah semakin tercekik oleh keadaan. Mereka dilemahkan dalam hal sumber daya manusia. Program pemberian hadiah poya-poya secara Cuma-Cuma ini yang akan membuat mereka tidak berdaya. Pemerintah seharusnya memberikan peningkatan sumber daya manusia terhadap keluarga miskin tersebut.
Kemajuan ekonomi perlu diimbangi dengan sumber daya manusia yang cukup. Sumber daya manusia dapat diperoleh dengan kualitas pendidikan yang cukup bukan memberikan BLT. BLT hanya akan menumpulkan daya pikir keluarga miskin, karena akan menciptakan manusia yang bersifat konsumtif. BLT tak lain halnya dengan ganja dan narkoba yang membuat manusia hilang akal dan pasrah terhadap apa yang ada, menidurkan mereka dari dorongan bekerja. Hal demikian yang disebut dengan pemiskinan secara mutlak.
Lebih parahnya lagi, pemiskinan secara mutlak ini masih saja diimbangi dengan kerusuhan dan kecurangan yang tak terkendalikan oleh lembaga. Sejumlah warga miskin yang mengeluh karena tidak mendapatkan jatah BLT, mereka yang mampu malah mendapatkan jatah BLT tersebut.
Tumbal Pembangunan
Tidak ada bedanya antara Orde Baru dan masa reformasi, dua masa yang telah menunjukkan wajah brutal para penguasa. Penguasa yang sewenang-wenang mamperbudak rakyat miskin. Dr. Mochtar Pabotinggi (1998) menegaskan, kita sedang mengalami momen yang lebih terpuruk dibandingkan tahun 1945, 1955, dan 1965. Empat pilar Negara Indonesia sudah mulai dijungkirbalikan dicampur aduk dengan tumpukan sampah. UUD 1945 sudah lama tak ada yang menjalankan, dan yang lebih memiriskan lagi adalah Negara ini berubah menjadi negara kekuasaan bukan Negara hukum.
Repulik Indonesia terancam bahaya penyempitan paham kebangsaan. Tidak lama lagi bangsa Indonesia ini akan mengalami strok dalam seluruh sendi kehidupan bernegara, berbangsa, dan juga bermasyarakat. Bhineka Tunggal Ika dan pancasila tak lagi mampu membendung masalah yang ada. Para penguasa seenaknya bermain politik antas nama jabatan, dan rakyat jelata yang akan merasakan permainan politik itu.
Kenyataan demikian, di tengah kesengsaraan rakyat dan juga kelangkaan BBM, masih ada yang tega menggelapakan dan menyelundupkan demi kepentingan sendiri dan juga kepentingan kelompok. Lain halnya lagi bangunan megah di sana sini terlihat membentang menculang kelangit, namun di sana sini juga masih saja kita temui rakyat yang kelaparan, lumpuh layu, tak berpendidikan, dan juga pencurian.
Merindukan Wakil Rakyat yang Prorakyat
Menurut UUD 1945 yang telah diamandemen, kedudukan rakyat ditempatkan dalam kedudukan yang paling penting dan strategis. Rakyat adalah pemegang kedaulatan Negara. Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat. Kendati demikian perlu dipertanyakan sudahkan MPR melaksanakan kedaulatan rakyat dan juga memikirkan kepentingan rakyat?
Selama ini yang kita rasakan adalah rakyat sebagai objek segala keputusan dan ketetapan MPR. Dan hal yang demikian yang membuat rakyat menjadi diperbudak dan dijadikan tumbal keputusan. Rakyat semakin memprihatinkan dengan apa yang diputuskan oleh pemerintah, karena tak melihat dan mendengar apa yang di inginkan oleh rakyat. Keterlibatan rakyat hanya dalam pemilihan umum, dan itupun banyak para caleg yang menyuap dengan uang. Lagi-lagi rakyat diperbodoh dan dimiskinkan secara mutlak. Akibatnya wakil rakyat terus terlibat dalm konflik kepentingan kelompok dan golongan. Ujung-ujungnya rakyatlah yang terlantar, rakyat menjadi budak dan tumbal para penguasa.
* Penulis adalah pengurus Pesantren Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar