Menyentuh Alat Kelamin
Membatalkan Wudhu
Bagi sebagian orang keterangan mengenai
perkara yang membatalkan wudhu sudahlah jelas dan maklum adanya, seperti
kentut, kencing dan buang air besar yang menyebabkan keluarnya barang kotor dan
najis dari badan.
Namun perkara lain yang membatalkan wudhu
bagi sebagain orang tidaklah demikian jelas. Karena pemahamannya memerlukan
pengetahuan yang mendalam. Misalnya batalnya wudhu karena dengan istri dan alat
kelamin sendiri. Bagaimana bisa bersentuhan langsung dengan istri mebatalkan
wudhu? Padahal hanya istrilah perempuan yang boleh dijadikan ‘teman satu
ranjang’ dalam melewati berbagai malam? Atau bukankah hanya istri yang
melahirkan anak turun kita? Keterangan mengenai ini sudah pernah ada dalam
rubrik syariah dengan judul (Bersentuhan dengan Istri Membatalkan Wudhu).
Demikian pula dengan alasan menyentuh alat
kelamin sendiri dengan telapak tangan, apalagi menyentuh alat kelamin orang
lain. Hal ini secara logika agak susah diterima, mengingat alat kelamin
termasuk dari bagian tak terpisahkan dari tubuh kita. sebagaimana tangan dan
kaki. Akan tetapi demikianlah adanya keterangan dari berbagai sumber yang
berdasar pada hadits Rasulullah saw.
والخامس
وهو اخر النواقض مس فرج الأدمى بباطن الكف من نفسه وغيره ذكرا او انثى صغيرا
اوكبيرا حيا او ميتا
Dan yang kelima, yaitulah keterangan terakhir
dari perkara yang membatalkan wudhu adalah menyentuh (farji) alat kelamin
manusia dengan telapak tangan, baik alat kelamin sendiri maupun alat kelamin
orang lain, laki-laki maupun perempuan, anak kecial ataupun orang dewasa, hidup
ataupun mati.
Hal ini berpijak pada sebuah hadits shahih
yang kuat sekali yang berbunyi:
من
مس ذكره فلايصلى حتى يتوضأ (رواه الخمسة وصححه الترمذى)
Barang siapa yang menyentuh dakarnya, maka
tidaklah ia bersembahyang hingga ia berwudhu (Hadits Riwayat Al-Khamsah -lima
orang imam hadits- dan dinilai sahih oleh Turmudzi).
Meskipun pendapat Syafi’iyyah ini bukanlah
satu-satunya, akan tetapi penpata ini didukung oleh mayoritas ulama. Dan
bahwasannya perbedaan pendapat tersebut lebih bermuara pada penilaian para
ulama tentang hadits yang ada. Bukan pada subtansi perkaranya. Hal ini dapat
dilihat dalam keterangan Ibn Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid
وسبب
اختلافهم في ذلك أن فيه حديثين متعارضين: أحدهما الحديث الوارد من طريق بسرة أنها
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول “إذا مَسَّ أحَدُكُمْ ذَكَرَهُ
فَلْيَتَوَضَّأْ” وهو أشهر الأحاديث الواردة في إيجاب الوضوء من مس الذكر، وصححه
يحيى بن معين وأحمد بن حنبل، وضعفه أهل الكوفة؛ وقد روي أيضا معناه من طريق أم
حبيبة، وكان أحمد بن حنبل يصححه.
Maka, menjadi penting bagi kita selaku orang
awam mengetahuai berbagai hal syar’i semacam ini. wallahu a’alam bi shawab. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar