Kamis, 07 Januari 2021

Nasaruddin Umar: Membaca Trend Globalisasi (31) Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Globalisasi Sufi Dancing (2)

Membaca Trend Globalisasi (31)

Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Globalisasi Sufi Dancing (2)

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Usai melakukan tarian sufi, mereka duduk terpaku di tempat semula sambil tafakkur. Seolah-olah seluruh sel dalam tubuhnya juga ikut tafakkur merasakan nikmatnya cinta sejati Tuhan. Selang beberapa menit mereka kembali mengenakan jubah hitam lalu melakukan penghormatan terakhir kepada Syekh sambil berbaris meninggalkan tempat pertunjukan yang diiringi oleh warna musik. Semua ikut terharu dan sebagian di antara para pengunjung tidak tahan menahan air mata haru. Meskipun para penari sufi sudah masuk ke dalam biliknya tetapi para pengunjung seakan masih terpaku di tempat duduk mereka, terkesima dengan penampilan lagu dan tari sufi Jalaluddin Rumi yang di Konya dikenal dengan Sema.

 

Penulis sempat berbincang dengan salah seorang di antara para anggota tim penari Sema. Pengalaman pertama menjadi penari sufi dilatih dengan kedisiplinan dan sejenis pemberkahan dari Syekh dengan sejumlah pantangan. Menjelang melakukan tarian ia terlebih dahulu harus membersihkan diri dari kotoran fisik dan psikis, diawali dengan shalat-shalat sunnah kemudian bertafakkur. Dengan processing awal itu maka seorang penari seolah mempunyai energi batin untuk sanggup berputar seperti gasing berjam-jam tanpa gangguan fisik, seperti muntah atau pusing. Sebaliknya, menurut pengakuannya, ia bahkan lebih sehat dan tenang seusai melakukan tarian itu. Jika ada di antara penari sufi yang jatuh atau muntah maka oleh Syekh diminta untuk memotong hewan untuk dikurbankan kepada fakir miskin, namun amat jarang yang terjatuh sepanjang para penari melakukan prosessing awal dengan baik.

 

Sebelum acara dimulai, diawali oleh pembacaan riwayat hidup Jalaluddin Rumi sekaligus mengingatkan secara batin kedigjayaan sufi besar itu kepada tim pemusik dan tim penari serta para penonton. Ribuan penonton yang menduduki gedung yang mirip bangunan stadion mini terdiam bisu. Para penonton diminta untuk mematikan HP dan tidak diperkenankan membawa makan dan minuman. Ketika tarian di mulai, tidak sedikit di antara para pengunjung histeris dan bahkan tidak sadarkan diri. Antisipasi panitia yang cukup berpengalaman maka sesegera mungkin orang itu didekati dan didiamkan supaya kekhusyukan terpelihara.

 

Di luar gedung utama terdapat juga beberapa gedung lain yang berisi museum, perpustakaan, dan semacam diorama. Di kota Konya sendiri terdapat berbagai bangunan bersejarah peninggalan kerajaan Salyuk di abad ke-11, seperti beberapa masjid dan istana yang dirawat dengan baik. Tidak heran kalau kota Konya menjadi sasaran turis kedua setelah kota Istanbul. Di sekitar kota Konya juga ada sejumlah kota penting lain seperti Kaisary, perjalanan 4 jam dengan naik mobil yang juga menyimpan peninggalan sejarah, seperti Rumah Sakit pertama di dunia yang dibangun di abad ke 12. Di dekat kota ini juga terdapat bangkai perahu Nabi Nuh.

 

Turki memang layak untuk dikunjungi oleh wisatawan muslim. Di Istanbul, selain menyuguhkan pemandangan indah yang terkenal dengan selat Bosporunya, dengan jembatan yang menghubungkan Asia dan Eropa, juga kota ini menyimpan sejumlah peninggalan berharga. Di antaranya rambut, jenggot, dan peralatan perang Nabi, seperti pedang, salah satu mushaf Quran yang diyakini mushaf Utsmani, masih tersimpan rapi di museum Istambul. Ruang khusus ini dibacakan Al-Quran non-stop secara bergiliran oleh para Qari. Musium ini sendiri semula sebagai istana kerajaan Turki Utsmani yang letaknya sangat indah, menghadap ke Bosporus. Di kota ini juga terdapat 8 maqam sahabat Nabi, di antaranya Muhammad Al-Anshari yang rumahnya dijadikan rumah pertama yang disinggahi unta Nabi ketika Nabi hijrah ke Madinah. Setelah Rasulullah wafat, Al-Anshari melakukan misi dakwah ke Istanbul dan syahid di kota ini.

 

Islam sufistik, kelihatannya akan berkembang luas di Turki. Bahkan ada yang membayangkan Islam spiritual ala perspektif Jalaluddin Rumi akan menggantikan era new age yang kini sudah tidak lagi trend di Barat. Islam sufistik ini juga sedang menggejala di beberapa negara Islam, tidak terkecuali di Indonesia. Fenomena jamaah zikir di kota-kota besar Indonesia ternyata bukan hanya fenomena Indonesia tetapi juga fenomena di kota-kota lain, termasuk di sejumlah kota di As dan Eropa. Islam sufistik ini dibiarkan berkembang dan disukai di banyak kalangan karena tidak menampilkan wajah Islam yang garang dan keras. Tidak juga memperhadap-hadapkan diri dengan ajaran atau agama lain, tetapi lebih bersifat akomodatif dan lebih inklusif. Akankah wajah Islam seperti ini dominan di masa depan dunia Islam, kita lihat saja nanti. []

 

DETIK, 07 September 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar