Senin, 25 Januari 2021

(Ngaji of the Day) Pelajaran di Balik Nabi Muhammad Melewatkan Shalat Ashar saat Perang Khandaq

Perang Khandaq atau Perang Ahzab adalah salah satu peperangan yang diikuti langsung oleh Nabi Muhammad. Sebelum peperangan berkecamuk, sesuai usulan Salman al-Farisi, Nabi Muhammad memimpin para sahabatnya menggali parit di luar Kota Madinah. Tujuannya adalah untuk menghalau pasukan musuh dengan jumlah besar yang hendak menyerbu Kota Madinah.

 

Disebutkan, ada 10 ribu pasukan aliansi -yang digalang Yahudi Madinah- dari kaum musyrik Makkah, kabilah Ghatafan, Bani Sulaim, dan beberapa suku lainnya yang siap menyerang umat Islam di Madinah. Jumlah tersebut bahkan lebih banyak daripada keseluruhan pendudukan Madinah pada saat itu.

 

Nabi Muhammad memerintahkan setiap 10 orang laki-laki untuk menggali parit sepanjang 40 hasta. Beliau terus memantau mereka setiap harinya. Menurut riwayat Anas, Nabi Muhammad pergi ke parit pada pagi hari yang sangat dingin untuk mengecek sudah sejauh mana proyek tersebut berjalan. Bahkan, Nabi Muhammad ikut mencangkul manakala ada sahabatnya menemui tanah yang sangat keras dan tidak bisa digali. Dengan membaca doa, Nabi Muhammad berhasil menghancurkan tanah keras itu dengan sekali hantaman.

 

Merujuk buku Sirah Nabawiyah (Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 2012), Nabi Muhammad dan pasukan umat Islam yang berjumlah tiga ribu personil keluar rumah manakala 10 ribu pasukan musuh sudah berada di luar Kota Madinah. Ketika pasukan musyrik hendak melancarkan serbuan ke arah pasukan Muslim, mereka terkaget karena di depannya ada parit yang besar dan panjang. Mereka akhirnya tidak jadi langsung menyerang dan memutuskan untuk mengepung pasukan Islam.

 

Pasukan musyrik Quraisy tidak tinggal diam. Mereka terus mencari cara agar bisa melewati parit tersebut sehingga bisa menyerbu pasukan umat Islam secara langsung, namun usaha mereka selalu gagal. Kejadian pengepungan itu berjalan hingga beberapa hari. Hal itu membuat pasukan Muslim sibuk melakukan serangan balik manakala ada yang mencoba menyeberang parit. Akibatnya, Nabi Muhammad dan pasukan Muslim tidak sempat melaksanakan Shalat Ashar.

 

“Ya Rasulullah, aku tidak sempat Shalat Ashar hingga matahari hampir terbenam,” kata Sayyidina Umar bin Khattab. “Demi Allah, aku juga belum shalat,” jawab Nabi Muhammad. Beliau kemudian berwudhu dan mengerjakan Shalat Ashar ketika matahari sudah benar-benar terbenam atau di waktu Shalat Maghrib. Setelah itu, beliau langsung menyambungnya dengan Shalat Maghrib.

 

Ada ‘pelajaran’ tersendiri di balik Nabi Muhammad melewatkan Shalat Ashar saat Perang Khandaq tersebut. Menurut Said Ramadhan al-Buthi dalam bukunya The Great Episodes of Muhammad saw (2017), tindakan Nabi Muhammad itu menjadi dalil wajibnya meng-qadha (mengganti) shalat yang tertinggal atau terlewatkan. Kata al-Buthy, penetapan dalil ini tidak dapat dibantah oleh sebagian pendapat ulama yang menyebutkan bahwa penundaan shalat karena kesibukan seperti itu hanya berlaku pada saat itu saja, dengan dalil ketetapan itu sudah dihapus (nasakh) ketika shalat khauf disyariatkan.

 

Karena bagaimanapun, nasakh shalat khauf diberlakukan untuk untuk menghapus ketetapan diperbolehkannya menunda shalat karena kesibukan tertentu, bukan untuk menghapus ketatapan qadha shalat. Dengan kata lain, di-nasakh-nya kebolehan menunda shalat tidak serta merta me-nasakh kewajiban qadha shalat yang telah diwajibkan sebelumnya dan memiliki hukum tetap. Di samping itu, shalat khauf sudah disyariatkan sebelum Perang Khandaq meletus, yaitu pada Perang Dzat al-Riqa'.

 

Dalam Musnad Ahmad dan Asy-Syafi’i, Nabi Muhammad dan pasukan Muslim disebutkan tidak sempat melaksanakan Shalat Ddzuhur, Shalat Ashar, Shalat Maghrib, dan Shalat Isya pada saat Perang Khandaq. Lalu kemudian Nabi Muhammad mengerjakan shalat-shalat wajib yang terlewatkan tersebut secara sekaligus atau men-jama’-nya.

 

“Bahwa Perang Khandaq berjalan selama beberapa hari. Memang pada sebagian hari ada cara men-jama’ shalat seperti yang pertama dan sebagian hari yang lain ada cara menjama’ seperti yang kedua,” kata an-Nawawi dalam kitabnya Sharh Muslim, mengompromikan beberapa riwayat di atas. []

 

(A Muchlishon Rochmat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar