Pendapat pertama mengandung problematik (ghairu dhabit wa la hashir) dan tidak dapat mencakup semua ayat Al-Qur’an. Tetapi pendapat kedua juga tidak terlepas dari problematik, dengan menyatakan bahwa Surat Makkiyyah ditujukan kepada penduduk Kota Makkah dan Surat Madaniyyah ditujukan kepada penduduk Kota Madinah. Pendapat kedua juga tidak sepi dari kritik substansial.
Kritik pertama, jelas dalam Al-Quran terdapat ayat dan surat yang redaksinya tidak didahului atau dimulai dengan kalimat “Yā ayyuhan nās”, “Yā banī Adam”, atau “Yā ayuhal ladzīna āmanū”. Contoh yang diajukan kritikus pertama adalah dua firman Allah SWT berikut:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya, “Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sungguh Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (Surat Al-Ahzab ayat 1).
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللهِ وَاللهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
Artinya, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, ‘Kami mengakui, bahwa sungguh kamu benar-benar utusan Allah.’ Allah mengetahui bahwa sungguh kamu benar-benar utusan-Nya; Allah mengetahui bahwa sungguh orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta,” (Surat Al-Munafiqun ayat 1).
Oleh karena itu, pendapat kedua juga mengandung problematik (ghairu dhabit wa la hashir) sebagaimana pendapat pertama.
Kritik kedua, pembagian ayat Makiyyah dan Madaniyyah menurut pendapat kedua ini tidak berlaku secara total atau ghairu muttharid dalam redaksi seruan yang ada dalam Al-Qur’an. Buktinya, ada ayat-ayat Madaniyyah yang dimulai dengan redaksi seruan “Yā ayyuhan nās” seperti dua ayat berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari seorang diri; darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sungguh Allah adalah Zat yang selalu menjaga dan mengawasi kamu,” (Surat An-Nisa’ ayat 1).
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya, “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa,” (Surat Al-Baqarah ayat 21).
Demikian pula sebaliknya, ada pula ayat Makkiyyah yang justru awal redaksinya menggukankan kalimat “Yā ayuhal ladzīna āmanū” sebagaimana ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (Surat Al-Hajj ayat 77).
Memang ada ulama yang menyatakan bahwa pendapat kedua ini jika dimutlakkan, maka perlu ditinjau ulang atau fihi nazhar, seperti Surat Al-Baqarah yang dikategorikan sebagai surat yang ayat-ayatnya Madaniyyah. Namun begitu ada ayat yang awal redaksinya menggunakan kalimat, “Yā ayyuhan nās,” sebagaimana penjelasan di atas.
Bila pendapat kedua ini diarahkan dalam konteks "pada umumnya" bukan untuk berlaku secara total, maka pandangan kedua ini dapat dibenarkan. Namun demikian hal ini tidak disetujui olehpakar Ilmu Al-Qur’an Mesir lulusan Universitas Al-Azhar, Syekh Muhammad Abdul ‘Azhim Az-Zarqani (wafat 1376 H/1948 M).
Menurut kitab populer bidang Ilmu Al-Qur’an yang berjudul Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an ini, statemen ulama yang membenarkan pendapat kedua itu secara substansial benar, tetapi tidak dapat mengabsahkan pembagian ayat Makkiyyah dan Madaniyyah yang diutarakan pada pendapat pertama. Pasalnya, pembagian ayat Makkiyyah dan Madaniyyah yang ideal dan dapat diterima adalah pembagian yang tidak problematik (dhabithan wa hashiran) dan dapat berlaku secara total (muttharidan) dalam seluruh ayat Al-Qur’an. (Az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan, [Kairo: Isa Al-Babi Al-Halabi wa Syirkah: tanpa tahun], juz I, halaman 94).
Lalu bagaimana pendapat yang ideal, tidak problematik dan dapat diterima secara ilmiah berkaitan dengan pembagian ayat Makiyyah dan Madaniyyah? Selanjutnya akan diulas pada tulisan bagian ketiga. Insya Allah. []
Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder AswajaMuda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar