Jumat, 29 Januari 2021

Ma’ruf Amin: Transformasi Wakaf Indonesia Menuju Wakaf Produktif

Transformasi Wakaf Indonesia Menuju Wakaf Produktif

Oleh: Ma’ruf Amin

 

Tanggal 16 Juni 1948, hari Rabu, siang hari di Lapangan Blangpadang, Kota Raja, kini Banda Aceh, Presiden Soekarno menyampaikan pidato di depan ratusan ribu anggota masyarakat dari seluruh pelosok Aceh.

 

Seperti pidato-pidato lainnya, pidato Presiden Soekarno penuh semangat menggelegar. Pada hari yang sama, di depan para pengusaha dan saudagar Aceh, Presiden Soekarno menyampaikan pidato singkat mengenai pentingnya diplomasi politik sehingga membutuhkan alat transportasi pesawat terbang. Para saudagar dan rakyat Aceh tergerak membantu Presiden Soekarno dan negara Republik Indonesia yang masih bayi.

 

Itulah awal dari sebuah gerakan wakaf masyarakat Aceh yang berhasil mengumpulkan uang 130.000 straits dollar untuk membeli pesawat pertama Seulawah RI-01. Pesawat tersebut digunakan oleh Pemerintah RI dalam masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

 

Berbagai misi penerbangan berbahaya dilalui oleh Seulawah untuk membantu menjaga hubungan diplomatik ataupun hubungan dagang Indonesia dengan negara tetangga. Seulawah juga kemudian menjadi cikal bakal BUMN Garuda Indonesia.

 

Selain gerakan wakaf masyarakat Aceh tersebut, sejarah juga mencatat bahwa lapisan emas Tugu Monumen Nasional (Monas), lingkaran Stadion Gelora Bung Karno, serta bangunan utama Gedung DPR/MPR juga hasil gerakan wakaf yang sampai saat ini masih dimanfaatkan.

 

Wakaf merupakan salah satu ajaran Islam yang punya nilai kepedulian, berbagi, dan upaya melakukan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Selain memiliki dimensi ibadah, wakaf juga memiliki dimensi sosial, mengingat wakaf dapat dijadikan instrumen dalam mengatasi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

 

Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi SAW bersabda: ”Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.”

 

Para ulama menyebutkan, yang dimaksud sedekah jariah pada hadis itu adalah wakaf. Wakaf merupakan salah satu bentuk sedekah, tetapi berbeda dengan sedekah umum. Wakaf lebih berorientasi pada pemanfaatan atau pembiayaan untuk keperluan jangka panjang, semisal penyediaan tanah dan bangunan.

Disebut sedekah jariah, maksudnya adalah amal sedekah yang pahalanya akan terus mengalir kepada pelakunya (wakif), selama pokok harta benda yang disedekahkan masih ada dan hasilnya dimanfaatkan untuk perbuatan kebajikan.

 

Sudah sejak lama umat Islam di Indonesia mempraktikkan wakaf dalam kehidupan sehari-hari. Pada kurun sejarah masa lalu, masyarakat Islam pada era kesultanan sebelum menjadi negara Republik Indonesia telah mempraktikkan wakaf untuk keperluan pembangunan masjid dan madrasah serta penyediaan makam serta fasilitas sosial lain.

 

Namun, dalam perkembangannya di Indonesia, semakin disadari bahwa harta wakaf bukan hanya semata-mata untuk keperluan pendidikan dan peribadatan, tetapi juga untuk pengembangan ekonomi masyarakat. Wakaf diharapkan memiliki manfaat dalam menggerakkan ekonomi, sekaligus memberikan hasil yang dapat digunakan untuk membantu kegiatan sosial dan kegiatan kebajikan lainnya (mauquf alaih).

 

Kesadaran ini mendorong kemunculan pengembangan wakaf yang bersifat produktif, yaitu pemanfaatan wakaf yang memiliki dimensi usaha atau investasi, di mana hasil usaha atau investasinya disalurkan untuk membantu kegiatan amal kebajikan.

 

Pada masa lalu, saat wakaf masih berorientasi sosial, semua harta wakaf, baik berupa tanah, bangunan, mesin, maupun peralatan, semuanya digunakan untuk kegiatan sosial keagamaan. Bahkan, saat pewakaf menyerahkan wakafnya dalam bentuk uang, uang tersebut akan digunakan untuk membeli tanah, bangunan, mesin, dan peralatan yang selanjutnya dimanfaatkan untuk kegiatan sosial keagamaan. Praktik seperti ini kemudian dikenal sebagai wakaf melalui uang setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

 

UU ini menyebutkan pengertian wakaf: ”wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah”.

 

Pentingnya transformasi

 

Pada 2018, Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyebutkan, potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp 180 triliun per tahun. Selain karena populasi Muslim yang terbesar di dunia, Indonesia juga negara dengan tingkat kedermawanan masyarakat yang cukup tinggi.

 

Dalam laporan World Giving Index 2019, Indonesia ditetapkan sebagai salah satu negara paling dermawan di dunia. Artinya, potensi kedermawanan masyarakat Indonesia untuk berwakaf uang dapat dikatakan tinggi. Meski demikian, potensi tersebut belum dapat dioptimalkan sehingga manfaatnya belum signifikan dirasakan masyarakat.

 

Besarnya potensi wakaf uang belum dapat dioptimalkan sepenuhnya. Padahal, saat ini mobilisasi dan pemanfaatan wakaf uang sangat diperlukan. Wakaf uang memiliki kelebihan dibandingkan wakaf dalam bentuk lain karena wakaf uang berhubungan langsung dengan kegiatan bisnis dan investasi.

 

Apabila wakaf dalam bentuk aset lain, masih memiliki kemungkinan hanya dimanfaatkan untuk kegiatan sosial, kebajikan, dan peribadatan. Akan tetapi, wakaf uang pemanfaatannya harus melalui kegiatan pengembangan ekonomi produktif.

 

Dalam Fatwa MUI No 2/2002 tentang Wakaf Uang disebutkan bahwa wakaf uang (cash wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga, atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Pengertian uang juga termasuk surat-surat berharga.

 

Dalam fatwa itu disebutkan, wakaf uang hukumnya jawaz (boleh) dan hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy. Selain itu juga disebutkan nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.

 

Sejalan dengan fatwa MUI itu, UU No 41/2004 menjelaskan perihal wakaf benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk menteri. Wakaf benda bergerak itu dilaksanakan wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang dilakukan secara tertulis.

 

Wakaf benda bergerak berupa uang itu diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada wakif dan nazir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf. Selanjutnya, lembaga keuangan syariah atas nama nazir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak diterbitkannya sertifikat wakaf uang.

 

Wakaf uang yang dikumpulkan dari wakif akan dimanfaatkan melalui instrumen investasi. Investasi yang dipilih bisa investasi pada sektor riil atau sektor keuangan yang menghasilkan profit atau imbal hasil. Hasil investasi wakaf uang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Menurut UU Wakaf, apabila uang wakaf diinvestasikan, hasil investasinya 10 persen untuk nazir dan 90 persen untuk disalurkan kepada mauquf ’alaih (kegiatan sosial atau peribadatan).

 

Model pengelolaan wakaf uang sebagaimana direkomendasikan UU Wakaf, dan berbagai bentuk eksperimen implementasi wakaf uang, dirasakan masih belum optimal. Masyarakat belum tergerak untuk berbondong-bondong berwakaf uang, sementara nazir juga belum mengelola dan memanfaatkan wakaf secara maksimal. Hasilnya masih belum dirasakan secara nyata di masyarakat.

 

Perlu ada sudut pandang dan langkah-langkah baru untuk meningkatkan optimalisasi wakaf uang di Indonesia. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) sebagai lembaga negara untuk koordinasi dan sinergi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia menyadari perlunya upaya perbaikan pengelolaan wakaf uang dengan melibatkan semua pemangku kepentingan wakaf di Indonesia.

 

KNEKS menginisiasi program kerja transformasi pengelolaan wakaf nasional sebagai program bersama kementerian/lembaga terkait untuk menjawab tantangan pengembangan wakaf uang di Indonesia.

 

Transformasi pengelolaan wakaf uang nasional bertujuan untuk mendukung percepatan penumbuhan aset wakaf serta kebermanfaatan wakaf bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Transformasi wakaf uang juga bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat sehingga terdorong untuk melakukan wakaf uang.

 

Dalam jangka panjang, melalui transformasi ini, wakaf uang dapat terhimpun secara signifikan. Selain itu, dalam aspek penguatan data dan informasi, transformasi pengelolaan wakaf uang nasional ditargetkan dapat menghadirkan informasi kinerja pengelolaan wakaf nasional yang lebih komprehensif.

 

Transformasi wakaf uang nasional perlu dukungan regulasi, tata kelola, dan kelembagaan wakaf yang efektif. Dukungan ini sangat penting dikarenakan elemen-elemen itu bisa mempercepat implementasi pengelolaan wakaf, khususnya wakaf produktif yang baik.

 

Pengelolaan wakaf yang produktif juga membutuhkan sistem informasi dan data wakaf yang baik untuk jadi salah satu enabler utama guna meningkatkan kualitas dan kuantitas pengelolaan wakaf uang. Sistem informasi ini dapat bermanfaat bagi terwujudnya basis data wakaf yang akurat dan mutakhir sehingga bisa digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

Langkah transformasi wakaf uang

 

Pada transformasi pengelolaan wakaf uang nasional, setidaknya diperlukan tiga langkah besar yang sangat fundamental. Langkah pertama adalah melakukan business process reengineering (rekayasa ulang proses bisnis) wakaf uang. Unsur-unsur rekayasa ulang proses bisnis wakaf uang mencakup keseluruhan alur proses pengelolaan wakaf uang.

 

Dimulai dari tahap edukasi, sosialisasi atau pemasaran kepada calon wakif, metode pembayaran kepada nazir, pemberian sertifikat, pengelolaan dan pengembangan (investasi), penyaluran dan pendayagunaan hasil manfaat, hingga pelaporan rutin kepada pengawas dan juga wakif.

 

Tak kalah penting ialah melakukan digitalisasi pada setiap tahapan proses pengelolaan wakaf uang itu, yang sekaligus terkoneksi dengan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah nasional. Rekayasa ulang proses bisnis wakaf uang ini bermuara pada terwujudnya suatu platform pengelolaan wakaf uang nasional, yang akan mendukung terwujudnya pusat data wakaf nasional.

 

Langkah kedua adalah menetapkan program strategis wakaf nasional. Di antara sekian banyak program pemanfaatan wakaf yang dikembangkan oleh para nazir, menjadi penting untuk menghadirkan suatu program strategis wakaf yang merupakan program sinergi bersama segenap nazir di Indonesia.

 

Program strategis ini bisa terdiri dari satu atau beberapa program besar yang dianggap sangat diperlukan masyarakat Indonesia saat ini, yang pendanaannya melibatkan investasi wakaf atau penyaluran alokasi mauquf ’alaih dari banyak nazir di Indonesia. Pengelolaan program strategis wakaf nasional ini dapat dikoordinasikan oleh BWI bekerja sama dengan beberapa nazir dalam bentuk konsorsium nazir.

 

Program strategis nasional ini juga perlu didukung banyak tokoh, ulama, dan berbagai ormas Islam Indonesia. Dengan demikian, ada dorongan bersama untuk memobilisasi dan berbagi bersama dalam mengupayakan terwujudnya suatu pencapaian program wakaf yang dipandang sebagai kepentingan bersama masyarakat secara nasional.

 

Langkah ketiga, melakukan gerakan kampanye bersama dalam mengumpulkan wakaf uang, sekaligus melakukan literasi dan edukasi agar masyarakat secara bersama-sama berwakaf dengan menyerahkan uangnya untuk dikelola, dan hasilnya akan digunakan untuk mendanai program strategis wakaf nasional.

 

Gerakan kampanye ini selanjutnya diperluas di sejumlah daerah, pada berbagai kelompok profesi, berbagai organisasi dan asosiasi di masyarakat. Gerakan kampanye ini akhirnya bertujuan menyentuh kesadaran sebanyak mungkin masyarakat untuk berwakaf. Pada tahap ini, menjadi penting untuk memfasilitasi kemudahan pembayaran wakaf masyarakat secara massal dan berbasis digital.

 

Apabila semua langkah kunci dan faktor pendukungnya dapat diimplementasikan dengan baik, transformasi wakaf uang akan berjalan sesuai tujuan yang diharapkan. Hasilnya adalah pengelolaan yang mampu memobilisasi wakaf uang secara maksimal, investasi yang optimal, dan hasil manfaatnya untuk mendukung kegiatan sosial yang semakin luas. Pada kondisi ini, pengelolaan wakaf uang nasional akan berkontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. []

 

KOMPAS, 20 Januari 2021

Ma’ruf Amin | Wakil Presiden Repubik Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar