Selasa, 12 Januari 2021

Azyumardi: ‘Irreligiusitas’ Agama dan Politik (1)

‘Irreligiusitas’ Agama dan Politik (1)

Oleh: Azyumardi Azra

 

Peningkatan 'irreligiusitas’ di kalangan kaum Muslim boleh jadi adalah gejala baru alarming. Fenomena 'irreligiusitas’ di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim di Timur Tengah dan di Afrika Utara (Maghribi) tampak kian jelas.

 

Fenomena serupa terjadi di bagian lain dunia Muslim, di Eropa dan Amerika Utara, tempat kaum Muslim minoritas. Gejala ini kontras dengan perkembangan lain, yaitu euforia banyak kalangan Muslim bahwa abad ke-15 Hijriyah adalah abad 'kebangkitan Islam’.

 

Setelah berjalan lebih dari 40 tahun, euforia itu kini boleh jadi meredup, tetapi asa revivalisme tetap menyala di berbagai penjuru dunia Muslim. Kini, euforia dan revivalisme itu menghadapi tantangan serius.

Memang, di banyak bagian dunia Muslim terlihat adanya peningkatan religiusitas kalangan kaum Muslim. Namun, pada saat yang sama juga makin banyak orang Muslim menampilkan 'irreligiusitas’.

 

Apakah 'irreligiusitas’ itu? Menurut berbagai kamus bahasa Inggris, 'irreligiousity’ adalah 'lack of religious faith' (kurang keimanan agama) atau 'indifference or opposition to religion' (tidak peduli atau menentang agama).

 

Dalam perspektif ini, 'irreligiusitas’ bisa juga disebut 'non-religious’ atau 'non-practicising’. Dalam kerangka semua terminologi ini, di Indonesia disebut ‘abangan’ atau ‘nominal Muslim’ atau ‘ID Card Muslim’. Namun, pembelahan antara ‘santri’ dan ‘abangan’ kian kurang di Indonesia.

 

Austin Cline dalam Learn Religion (2018) memberikan arti hampir sama, ‘irreligious’ sebagai ‘absennya agama’ atau ‘ketidakpedulian pada agama’. Istilah ‘irreligious’ bisa juga diartikan secara sempit sebagai ‘sikap tidak bersahabat atau bermusuhan terhadap agama’.

 

Mencakup semua pengertian dan konotasi itu, menurut sejumlah survei dan laporan, ‘irreligiusitas’ meningkat di Timur Tengah. Fenomena sama berlangsung di Afrika, Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara atau minoritas Muslim di Eropa dan Amerika Utara.

 

Berbagai survei dan penelitian mengungkapkan lebih jauh. Fenomena yang berlangsung tidak hanya memperlihatkan peningkatan ‘irreligiusitas’. Dalam ukuran lebih kecil, kian banyak yang mengaku ‘tidak (lagi) percaya pada Tuhan’ (atheis).

 

Menurut laporan survei BBC London yang dilaksanakan Arab Barometer (2019), ‘irreligiusitas’ di kawasan Muslim Timur Tengah mencapai 13 persen. Ini peningkatan dari 8 persen pada 2013. Survei ini menemukan, tingkat ‘irreligiusitas’ sekitar 5 persen di Arab Saudi dan 25 persen di Lebanon yang lebih majemuk secara keagamaan.

 

Data lebih jauh: pada 2013 lalu, ‘irreligiusitas’ di Tunisia ‘hanya’ 14 persen, kini menjadi 31 persen; di Libya lima tahun lalu ‘hanya’ 11 persen, kini 25 persen; di Aljazair naik dari 8 persen menjadi 13 persen; di Maroko naik dari 4 persen menjadi 13 persen; di Mesir naik dari 3 persen menjadi 10 persen.

 

Tidak hanya ‘irreligiusitas’ yang meningkat, tetapi juga ‘sekularitas’ dan ateisme. World Values Survey antara 2014-2020 mencatat, ateisme di Yordania, Yaman, dan Irak mencapai 0,5 persen. Kuwait menjadi negara Arab dengan tingkat ateisme tertinggi, mencapai 5,5 persen.

 

Ateisme menggejala juga di Arab Saudi yang sangat ketat. Hannah Wallace (Maret 2020) mengungkapkan, sekitar 5 persen warga Saudi menyatakan ‘ateis’. Ateisme terlarang di semua negara ini. Mereka yang terbuka menyatakan diri ‘ateis’ bisa dijatuhi hukuman berat.

 

Namun, tidak ada larangan resmi atas ‘irreligiusitas’ sehingga pelakunya merasa ‘lebih aman’ tidak menjalankan agama—ibadah misalnya.

 

Semua negara yang mengalami peningkatan ‘irreligiusitas’ dan ateisme ini homogen, berpenduduk mayoritas Muslim sekitar 90-an persen. Kecuali Lebanon, ada beberapa agama dan sekte Islam atau Kristianitas.

 

Bergeser ke Iran, dalam survei yang diselenggarakan Gamaan (2020), terungkap kecenderungan yang mungkin sangat mengagetkan.

 

Sekitar 47 persen Muslim Iran merasa keislaman mereka merosot sepanjang hidup mereka dan 22 persen mereka mengakui, bisa disebut sebagai irreligious dan bahkan 8,8 menyebut diri sebagai ateis.

 

Gejala yang sama juga terjadi di Turki. Peter Kenyon dalam artikelnya (11/2/2019), mengutip laporan survei dan penelitian yang menyimpulkan, pengamalan ibadah Muslim Turki menurun dalam 10 tahun terakhir.

 

Muslim Turki yang mengaku saleh merosot dari 13 persen pada 2008, menjadi 10 persen dan yang menyatakan ‘religius’ juga menurun dari 55 persen menjadi 50 persen. Sedangkan yang menyatakan ateis yang pada 2008 tidak ada, sekarang mencapai 3 persen.

 

Apa penyebab ‘irreligiusitas’ itu? Perlu disimak selanjutnya. []

 

REPUBLIKA, 24 Desember 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar