Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah nabi yang paling utama di antara seluruh para nabi. Dalam kitab al-Jawahir al-Kalamiyah, Syekh Al-Jazairy mengungkapkan keistimewaan Rasulullah sebagai berikut:
امتاز نبينا عليه الصلاة والسلام عن سائر الأنبياء بثلاث صفات: الأولى أنه أفضل الأنبياء. الثانية أنه أرسل إلى الناس كافة. الثالثة أنه خاتم الانبياء فلا يأتي بعده نبي.
"Nabi kita Muhammad melebihi sekalian para Nabi dengan tiga macam sifat: (1) Sesungguhnya beliau adalah Nabi yang paling utama. (2) Sesungguhnya beliau diutus kepada seluruh umat manusia. (3) Sesungguhnya beliau adalah penutup para Nabi, sehingga tidak akan ada Nabi lagi yang datang (diutus) sesudah beliau."
Dengan demikian, karena Rasulullah Muhammad adalah nabi terakhir yang diutus maka otomatis wahyu kenabian itu sudah terputus semenjak Nabi Muhammad wafat. Karena sebagaimana dimaklumi bahwa yang mendapatkan wahyu itu adalah para nabi.
Tegasnya, mengapa wahyu kenabian itu terputus? Karena Nabi Muhammad adalah nabi terakhir (akhirul anbiya'), dan selepas Nabi Muhammad itu tidak ada lagi Nabi baru yang diangkat.
Terkait wahyu kenabian yang sudah terputus, Nabi Muhammad pernah bersabda:
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله :إن الرسالة والنبوة قد انقطعت فلا رسول بعدي ولا نبي، قال: فشق ذلك على الناس فقال: «ولكن المبشرات»، قالوا: يا رسول الله وما المبشرات؟ قال: «رؤيا الرجل المسلم وهي جزء من أجزاء النبوة» رواه الإمام أحمد والترمذي والحاكم
Rasulullah Muhammad bersabda, "Sesungguhnya kerasulan dan kenabian itu sudah terputus. Maka tak ada rasul juga tak ada nabi setelahku." Anas ibn Malik (periwayat hadits) berkata: "Hal itu memberatkan manusia." Kemudian Rasulullah bersabda: "Tetapi (masih ada) al-mubasyirat." Para sahabat bertanya, " Ya Rasulallah, apakah maksud al-mubasyirat itu?" Rasulullah menjawab, "Mimpi (yang baik) dari seorang Muslim adalah bagian dari kenabian." (Hadits riwayat Imam Ahmad, Turmudzi, dan al-Hakim).
Nah, bagaimana dengan aqidah Ahlussunah wal Jamaah bahwa di akhir zaman sebelum kiamat, Nabi Isa Ibn Maryam akan turun kembali ke dunia? Apakah berarti bahwa wahyu mutlak terputus bahkan kepada Nabi Isa ibn Maryam? Isa adalah Nabi yang diangkat sebelum Nabi Muhammad. Status kenabiannya itu masih tetap ada dan Nabi Isa ibn Maryam akan turun kembali ke dunia. Karena turunnya beliau kembali adalah tanda akhir zaman ('alamun lis-sâ‘ah).
Karena turun kembali maka beliau tetap sebagai nabi, dan sekaligus sebagai umatnya Nabi Muhammad.
Jadi, yang menerima wahyu itu adalah para nabi, dan sudah diketahui bahwa nabi yang masih hidup dan turun dari langit, ketika Nabi Muhammad telah wafat adalah Nabi Isa ibn Maryam. Maka, ketika Nabi Isa ibn Maryam turun, wahyu kenabian tetap turun kepada beliau.
Menegaskan bahwa Nabi Isa ibn Maryam benar-benar turun, Rasulullah sendiri dalam beberapa riwayat hadits menerangkan bahwa Nabi Isa Ibn Maryam akan tinggal di bumi selama empat puluh tahun (riwayat lain, 24 tahun) dan akan dishalatkan oleh kaum Muslimin.
Nabi Muhammad sebagai Khataman Nabiyyin
Dari suatu masa ke masa selalu saja ada orang yang mengaku sebagai nabi atau Rasulullah. Padahal, umat Islam sudah bulat meyakini bahwa Rasulullah Muhammad adalah nabi yang terakhir diutus Allah untuk umat manusia.
Ternyata fenomena bahwa akan ada orang-orang yang mengaku Nabi, sudah dijelaskan Rasulullah. Dan sesiapa yang mengaku nabi itu disebut dajal atau pembohong.
Rasulullah dalam hadits riwayat Imam Bukhari bersabda:
ولا تقومُ الساعةُ حتى يُبْعَثَ دجالونَ كذابونَ، قريبًا من ثلاثينَ، كلُّهم يزعُمُ أنه رسولُ اللهِ
“Tidak akan terjadi hari Kiamat hingga dibangkitkan ‘dajjal-dajjal’ pendusta yang jumlahnya mendekati tiga puluh, semuanya mengaku bahwa mereka adalah utusan Allah.” (HR Bukhari no 3609).
Padahal Rasulullah adalah khataman nabiyyin, yakni nabi yang paling utama dan merupakan nabi yang terakhir diutus. Dalam al-Quran Surah Al-Ahzab, 40:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَـٰكِن رَّسُولَ اللَّـهِ وَ خَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dalam hadits riwayat Imam Turmudzi Rasulullah menjelaskan maksud khataman nabiyyin itu dengan
وأنا خاتم النبيين لا نبي بعدي» (سنن الترمذي).
“Aku adalah khataman nabiyyin; tiada nabi lagi selepasku." R
asulullah di dalam hadits yang lain, yaitu riwayat Imam Turmudzi menambah bahwa nama beliau adalah al-Aqib (yang terakhir/pemungkas), yang bermakna tiada lagi Nabi selepas beliau.
إن لي أسماء أنا محمد وأنا أحمد وأنا الماحي الذي يمحو الله بي الكفر، وأنا الحاشر الذي يحشر الناس على قدمي وأنا العاقب الذي ليس بعدي نبي
Imam Hasan Bashri menafsiri khataman nabiyyin ini dengan:
وأخرج عبد بن حميد عن الحسن فى قوله: (وخاتم النبيين)، قال: ختم الله النبيين بمحمد، وكان آخر من بعث
“Abdu Ibn Humaid mentakhrij dari al-Hasan terkait firman Allah وخاتم النبيين. Al-Hasan berkata: Allah telah menutup para nabi dengan Muhammad. Dan beliau (Muhammad) adalah nabi terakhir yang diutus (al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, ad-Durrul Mantsur, juz 12, halaman 62, dari tafsir Al-Ahzab, ayat 40).
Saat menjelaskan mengapa Nabi Muhammad disebut khataman nabiyyin, Syekh al-Jazairy dalam Al-Jawahir al-Kalamiyah menyatakan:
إنما كان نبينا عليه الصلاة والسلام خاتم الأنبياء لأن حكمة إرسال الانبياء دعوة الخلق إلى عبادة الحق وإرشادهم الى طريق السداد فى أمور المعاش والمعاد وإعلامهم بالامور الغائبة عن ابصارهم والاحوال التى لا يصلون إليها بأفكارهم وتقرير الأدلة القاطعة وإزالة الشبه الباطلة. وقد تكلفت شريعته الغراء ببيان جميع هذه الأشياء على وجه لا يتصور أبلغ منه فى الكمال، بحيث توافق جميع الأمم فى جميع الأزمنة والأمكنة والاحوال. فلا حاجة للخلق الى نبي بعده، لأن الكمال قد بلغ حده. ومن هذا يظهر سر إرساله لجميع الخلق، وكونه أكملهم فى الخلق والخلق.
“Sebenarnya nabi kita Muhammad dikatakan sebagai penutup para nabi itu hanya karena sesungguhnya hikmah terutusnya para nabi itu untuk menyeru umat manusia agar beribadah kepada Allah, menunjukkan mereka ke jalan yang lurus dalam urusan kehidupan duniawi dan ukhrawi, memberi tahu kepada mereka tentang hal-hal yang tidak dapat dicapai oleh penglihatan mereka, dan memberi tahu keadaan yang pemikiran mereka belum sampai, dan menetapkan dalil yang meyakinkan, serta menghilangkan syubhat-syubhat (keserupaan) yang tidak benar.”
Sementara itu, semua itu sungguh telah tercakup dalam syariatnya yang cemerlang, dengan penjelasan segala sesuatu dengan bentuk yang tidak ada sesuatupun yang melebihi kesempurnaannya, sehingga sesuai untuk seluruh umat pada setiap masa, tempat, dan keadaan apa pun.
Karena itu, umat manusia tidak memerlukan lagi kepada Nabi sesudah Nabi Muhammad, sebab syariatnya telah mencapai batas kesempurnaan.
Dan dari alasan inilah, tampak jelas tentang rahasia terutusnya beliau untuk seluruh umat manusia, dan keberadaan beliau sebagai manusia yang paling utama dalam segi fisik serta akhlaknya.”
Khataman Nabiyyin dan Turunnya Isa di Akhir Zaman
Aqidah bahwa Rasulullah Muhammad adalah nabi terakhir dengan tanpa menafikan turunnya Isa di akhir zaman, dijelaskan oleh banyak kitab aqidah. Di antaranya adalah kitab yang banyak dikaji di pesantren, al-Jawahir al-Kalamiyah karya Syekh Thahir bin Shaleh al-Jazairy.
س: كيف يقال ان نبينا عليه الصلاة والسلام خاتم الانبياء مع أن عيسى عليه السلام ينزل فى آخر الزمان؟ ج: إن عيسى عليه السلام ينزل فى آخر الزمان ويحكم بشريعة نبينا عليه السلام دون شريعته، لأن شريعته قد نسخت لمضي الوقت الذي كان العمل بها موافقا لمقتضى الحكمة. فيكون خليفة لنبينا عليه السلام ونائبا عنه فى إجراء شريعته فى هذه الأمة، وذلك مما يؤكد كون نبينا خاتم الانبياء.
“Soal: Mengapa dikatakan bahwa sesungguhnya Nabi kita Muhammad adalah penutup para nabi, padahal Isa ibn Maryam akan turun di akhir zaman?
Jawab: Sesungguhnya Isa Ibn Maryam akan turun di akhir zaman, dan akan berhukum dengan syariat Nabi Muhammad, dan bukan dengan dengan syariat beliau sendiri (Isa), karena sesungguhnya syariat beliau (Isa) telah terhapus ditelan oleh waktu, karena telah lampau waktu untuk mengamalkannya, sesuai dengan ketentuan hikmah kebijaksanaan Allah.
Maka beliau (Isa) menjadi Khalifah (pengganti) Nabi kita Muhammad, dan sebagai pengganti dalam meneruskan syariatnya bagi umat manusia ini.
Dan yang demikian itu adalah di antara yang memperkuat kedudukan Nabi kita Muhammad sebagai penutup para Nabi.”
Senada dan menguatkan, Nahdlatul Ulama dalam Keputusan Muktamar NU Ke-3, di Surabaya pada 12 Rabiuts Tsani 1347 H/28 September 1928 M) dengan pokok bahasan, "Nabi Isa Akan Turun Kembali ke Dunia sebagai Nabi dan Rasul" menyatakan sebagai berikut ini:
Pertanyaan:
Bagaimana pendapat Muktamar tentang Nabi Isa a.s. setelah turun kembali ke dunia. Apakah tetap sebagai Nabi dan Rasul? Padahal Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam adalah Nabi terakhir. Dan apakah mazhab empat itu akan tetap ada pada waktu itu?
Jawab:
Kita wajib berkeyakinan bahwa Nabi Isa alaihis salam itu akan diturunkan kembali pada akhir zaman nanti sebagai Nabi dan Rasul yang melaksanakan syariat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam dan hal itu, tidak berarti menghalangi Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir, sebab Nabi Isa hanya akan melaksanakan syariat Nabi Muhammad. Sedangkan mazhab empat pada waktu itu hapus (tidak berlaku).
Keterangan, dari kitab:
1. Asna al-Mathalib
قَالَ تَعَالَى: وَلَكِنْ رَسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ. وَلاَ يُعَارِضُهُ مَا ثَبَتَ مِنْ نُزُوْلِ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمِ أَخِرَ الزَّمَنِ لِأَنَّهُ لاَ يَأْتِي بِطَرِيْقَهٍ نَاسِخَةٍ بَلْ مُقَرِّرَةً لِشَرِيْعَةِ نَبِيِّنَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامِلاً بِهَا.
"Allah berfirman (al-Ahzab: 40) “...akan tetapi Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi” firman Allah ini tidak bertentangan dengan (hadis) yang menjelaskan tentang turunnya Isa di akhir zaman, karena ia tidak membawa syariat yang menghapus syariat Nabi Muhammad, bahkan sebaliknya ia memperkuat syariat Nabi Muhammad dan mengamalkannya. (Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1422 H/2001 M), Cet. Ke-1, Juz VI, h. 252.)
2. Al-Fatawa al-Haditsiyah
سُئِلَ نَفَعَ اللهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ عِيْسَى يَحْكُمُ بِشَرِيْعَتِنَا فَمَا كَيْفِيَّةُ حُكْمِهِ بِذَلِكَ بِمَذْهَبِ أَحَدٍ مِنَ الْمُجْتَهِدِيْنَ أَمْ بِاجْتِهَادٍ؟ فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ مُنَزَّهٌ عَنْ أَنْ يُقَلِّدَ غَيْرَهُ مِنْ بَقِيَّةِ الْمُجْتَهِدِيْنَ بَلْ هُوَ أَوْلَى بِاْلاِجْتِهَادِ. إهـ.
"Beliau ditanya (mudah-mudahan Allah memberi manfaat terhadap ilmu beliau), dengan pernyatan bahwa para ulama telah ijmak (sepakat) bahwa Isa akan melaksanakan hukum berdasarkan syariat kita (Islam), maka bagaimanakah cara pelaksanaan hukumnya apakah berdasarkan salah satu mazhab dari mazhab-mazhab yang ada ataukah berdasarkan ijtihad? Jawabnya adalah, bahwa Isa itu bebas dari kewajiban ikut (taklid) kepada imam-imam mujtahid lainnya, bahkan ia lebih utama untuk berijtihad sendiri." (Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyah, [Mesir: Musthafa al-Halabi, 1390 H/1970 M], Cet. Ke-2, h. 180.)
3. Al-Mizan al-Kubra
فَانْظُرْ يَا أَخِيْ إِلَى الْعَيْنِ فِي أَسْفَلِ الشَّجَرَةِ وَإِلَى الْفُرُوْعِ وَاْلأَغْصَانِ وَالثِّمَارِ تَجِدْهَا كُلَّهَا مُتَفَرِّعَةً مِنْ عَيْنِ الشَّرِيْعَةِ إِلَى أَنْ قَالَ: إِلَى أَنْ يَخْرُجَ الْمَهْدِي عَلَيْهِ السَّلاَمِ فَيُبْطِلُ فِيْ عَصْرِهِ التَّقَيُّدَ بِالْعَمَلِ بِقَوْلِ مَنْ قَبْلَهُ مِنَ الْمَذَاهِبِ كَمَا صَرَّحَ بِهِ أَهْلُ الْكَشْفِ إِلَى أَنْ قَالَ: ثُمَّ إِذَا نَزَلَ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمِ اِنْتَقَلَ الْحُكْمُ إِلَى أَمْرٍ آخَرَ وَهُوَ أَنَّهُ يُوْحَى إِلَى السَّيِّدِ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِشَرِيْعَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى لِسَانِ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ. إهـ.
"Maka perhatikanlah wahai saudaraku apa yang ada di bawah pohon dan cabangnya, rantingnya serta buahnya, maka kamu akan mendapatkan semuanya itu lahir dari inti syariat,.... sampai keluarnya Imam Mahdi yang akan membatalkan amalan yang berdasarkan pada pendapat mazhab-mazhab yang ada pada masanya seperti telah dijelaskan oleh para ahli kasyaf. Kemudian manakala Isa turun, maka bergantilah hukum itu kepada kedudukan lain di mana Isa mendapat wahyu untuk melaksanakan syariat Muhammad melalui lisan jibril alaihis salam" (Adul Wahhab Al-Sya’rani, al-Mizan al-Kubra, [Mesir: Musthafa al-Halabi, t.th], Cet I, Juz 1, h. 49.)
Dikutip dari Ahkamul Fuqaha, Hasil-Hasil Keputusan Muktamar dan Permusyawaratan Lainnya, penerbit LTN PBNU, cetakan 1, Februari 2010, halaman 46). []
Ustadz Yusuf Suharto, Peneliti Aliran pada Aswaja NU Center PWNU Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar