Allah mengabarkan bahwa Nabi Yunus ‘alaisissalam pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, sebagaimana dalam ayat, “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah,” (QS al-Anbiyâ’ [21]: 87). Kemudian ia lari menuju kapal yang penuh muatan, Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh dengan muatan, (QS Ash-Shaffat [37]: 139-140).
Sementara itu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan dalam haditsnya bahwa Nabi Yunus ‘alaisissalam menjanjikan kepada kaumnya akan turun azab karena sekian lama mereka mendustakan sang rasul. Disampaikan Nabi Yunus ‘alaisissalam, tiga hari lagi azab akan turun kepada mereka. Namun, setelah meyakini akan turunnya azab, mereka kemudian bertobat dan kembali kepada perintah Allah. Mereka pun menyesal karena telah mendustakan rasul yang diutus di tengah mereka.
Ketika bertobat, mereka memisahkan anak-anak dari ibunya, baik manusia maupun binatang. Sehingga terdengar jelas suara gemuruh mereka seraya berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah di tengah rintihan suara anak-anak yang tengah mencari ibunya. Dan berkat doa dan usaha mereka, Allah pun berkenan dan mengurungkan azab yang akan menimpa mereka.
Ibnu Katsîr, Ibnu Mas‘ud, Mujahid, Sa‘id ibn Jubair, dan lebih dari ulama salaf dan khalaf menjelaskan bahwa sewaktu Nabi Yunus ‘alaisissalam pergi meninggalkan mereka, azab itu benar-benar akan turun kepada mereka. Namun, Allah membuka pintu tobat dan ampunan kepada mereka. Mereka menyesali apa yang telah mereka perbuat terhadap nabi mereka. Salah satu bentuk penyesalan mereka adalah memisahkan setiap hewan dari induknya, lalu berteriak, bermunjat, dan berpulang kepada Allah. Setiap orang pun menangis, baik anak-anak maupun dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, baik bayi maupun ibu-ibu. Tak terkecuali binatang dan hewan ternak. Mereka seakan turut berteriak dan berdoa. Sampai tibalah saatnya Allah memberikan pertolongan, kasih-sayang dan rahmat-Nya, serta mengangkat azab yang akan menimpa mereka. (Lihat: Ibnu Katsir, al-Bidâyah wan--Nihâyah, jilid 1, hal. 231).
Kejadian itu kemudian diabadikan Allah dalam Al-Quran:
فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ
“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu,” (QS Yunus [10]: 98).
Allah juga menginformasikan bahwa setelah azab akan turun, keimanan mereka benar-benar bermanfaat bagi kaum Nabi Yunus ‘alaisissalam. Dia mengangkat azab itu setelah melihat keadaan dan tobat mereka.
Tiga hari yang dijanjikan Nabi Yunus ‘alaisissalam kepada kaumnya pun berlalu. Ia menanti janji Allah terhadap mereka. Namun, karena menjauh dari mereka, Nabi Yunus ‘alaisissalam pun tidak mengetahui tobat dan permintaan ampun yang mereka lakukan. Tahu-tahu ia menemui lagi mereka dalam keadaan selamat. Karena itu, tak heran jika ia merasa kesal karena Allah tak jadi menurunkan azab. Disebutkan, jika ada yang berbohong pada saat itu, maka hukumannya adalah dibunuh. Konon, Nabi Yunus ‘alaisissalam pun pergi dari kaumnya karena menghindari hukuman tersebut.
Dari kisah di atas, dapat dipetik pelajaran penting bahwa keimanan dan pertobatan suatu kaum berpengaruh besar dalam menghapus murka Allah dan menolak petaka yang akan ditimpakan-Nya. Buktinya, keimanan dan pertobatan kaum Nabi Yunus ‘alaisissalam yang mampu mengangkat azab yang hendak ditimpakan kepada mereka. Padahal, Nabi Yunus menyampaikan, tentunya berdasarkan wahyu, bahwa tiga hari lagi azab kepada mereka. Sungguh Allah adalah Dzat yang maha pemurah lagi maha penyayang.
Demikian kisah yang disarikan dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya, jilid 11, hal. 541, nomor hadis 1195, dari Abdullah ibn Mas‘ud, tepatnya dalam “Kitâb Fadhâ’il Yûnus.” Wallahu a’lam. []
(M. Tatam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar