Senin, 02 November 2020

Nasaruddin Umar: Ilmuan Muslim Populer di Barat (3) Ibn Sina (Avicenna)

Ilmuan Muslim Populer di Barat (3)

Ibn Sina (Avicenna)

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Ibn Sina yang bernama lengkap Abu Ali al-Hussain Ibn Abdullah Ibn Sina, yang di dunia Barat lebih dikenal dengan Avicenna, lahir di Iran pada tahun 370-527H/980-1037M. Pendidikan dasarnya dimulai di Bukhara dalam bidang bahasa dan sastera, kemudian tertarik untuk mempelajari ilmu-ilmu lain seperti geometri, logik, matematik, sains, fiqah, dan perubatan. Tentu saja tak ketinggalan ilmu-ilmu syari'ah. Bahkan dia sudah menghafal Al-Qur'an ketika ia berumur 5 tahun. Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia lebih tertarik dan menonjol dalam bidang ilmu-ilmu kedokteran, yang kemudian mendapatkan gelar sebagai The Father of Farmacology dan gelar lain: Al-Syekh al-Rais al-Thibb (Mahaguru Kedokteran) pada masanya.


Ibn Sina telah menulis hampir 450 karya dengan berbagai disiplin ilmu, namun yang sampai di tangan kita sekarang hanya sekitar 240 buah dan sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Di antara karya tersebut, 150 buah berkonsentrasi pada falsafah dan 40 diantaranya berkonsentrasi pada kedokteran. Karyanya paling terkenal ialah Al-Qanun fi al- Thibb (The Canon of Medicine), yang sudah diterjemahkan ke dalam 15 bahasa dunia dan sampai sekarang masih tersimpan di berbagai perpustakaan di dunia termasuk di Eropa dan Amerika. Karya populer lainnya ialah Asy Syifa (18 jilid) berisi berbagai macam ilmu pengetahuan, Al-Nayyat (Book of Deliverence), buku tentang kebahagiaan jiwa, dan Al-Majmu', semacam Kapita Selekta, yang di tulis saat ia berusia 21 tahun.


Yang pasti, Ibn Sina dianggap dokter pertama dalam sejarah yang memperkenalkan eksperimen dan hitungan secara cermat berbagai jenis penyakit menular dan caraa-cara menjinakkannya. Ia juga pertama kali memperkenalkan teknik karantina untuk membatasi ruang gerak virus. Ia banyak menemukan obat-obatan dengan uji klinis yang lebih professional.


Dalam bidang filsafat ia dikenal sebagai "Guru Ketiga" setelah Aristoteles dan Al-Farabi. Pengaruh pemikiran Yunani kelihatan sangat kuat berpengaruh di dalam dirinya. Sampai kepada persoalan agama pun ia membawa logika untuk membenarkan ajaran Islam. Misalnya ia terpengaruh oleh pandangan Pythagoras yang menggunakan ilmu matematika untuk mengenal dan membuktikan adanya Tuhan. Pikiran-pikiran rasionalnya yang sedemikian jauh membuat Imam Al-Gazali merasa terpaksa harus menanggapinya dalam sebuah buku yang berjudul: Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filosof). Buku ini dikhususkan untuk mengeritik Ibn Sina dan Al-Farabi. Al-Gazali menyesatkan faham Ibn Sina Al-Farabi dengan menganggapnya menyimpang dari ajaran Islam.


Dalam bidang geografi, Ibnu Sina juga menampilkan kemampuan yang tak kalah dengan para ilmuan geografi lain pada masanya. Ia sudah mampu menjelaskan bagaimana sungai-sungai berhubungan dan berasal dari gunung-ganang dan lembah-lembah. Ia mampu menyelesaikan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan ilmuan Yunani di masa lampau pada zaman Malahan beliau telah membuktikan kemampuannya dalam mengemukakan suatu hipotesis atau teori pada waktu itu, yang gagal dilakukan oleh ahli Yunani dan Romawi kuno zaman Aristotles masih hidup.


Dalam bidang geologi dan ilmu kimia, Ibnu Sina juga mempunyai perhatian yang besar. Ia mengenal baik ilmu-ilmu yang berhubungan dengan pertambangan (mineral) yang menjadi salahsatu unsur penting dalam menopan kekuatan ekonomi umat. Ia sudah mampu melakukan prosessing dari logam renda menjadi logam mulia dengan menggunakan teknologi lebih canggih di banding dengan cara-cara tradisional yang sudah ada sebelumnya. Ia mampu mengembangkan apa yang pernah ditemukan oleh para pendahulunya seperti Jabir ibn Hayyan, yang pernah kita bahasa sebagai Bapak Ilmu Kimia. []

 

DETIK, 22 Juli 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar