Ilmuan Muslim Populer di Barat (3)
Ibn Sina (Avicenna)
Oleh: Nasaruddin Umar
Ibn Sina yang bernama lengkap Abu Ali al-Hussain Ibn Abdullah Ibn Sina, yang di dunia Barat lebih dikenal dengan Avicenna, lahir di Iran pada tahun 370-527H/980-1037M. Pendidikan dasarnya dimulai di Bukhara dalam bidang bahasa dan sastera, kemudian tertarik untuk mempelajari ilmu-ilmu lain seperti geometri, logik, matematik, sains, fiqah, dan perubatan. Tentu saja tak ketinggalan ilmu-ilmu syari'ah. Bahkan dia sudah menghafal Al-Qur'an ketika ia berumur 5 tahun. Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia lebih tertarik dan menonjol dalam bidang ilmu-ilmu kedokteran, yang kemudian mendapatkan gelar sebagai The Father of Farmacology dan gelar lain: Al-Syekh al-Rais al-Thibb (Mahaguru Kedokteran) pada masanya.
Ibn Sina telah menulis hampir 450 karya dengan
berbagai disiplin ilmu, namun yang sampai di tangan kita sekarang hanya sekitar
240 buah dan sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Di antara karya
tersebut, 150 buah berkonsentrasi pada falsafah dan 40 diantaranya
berkonsentrasi pada kedokteran. Karyanya paling terkenal ialah Al-Qanun fi al-
Thibb (The Canon of Medicine), yang sudah diterjemahkan ke dalam 15 bahasa
dunia dan sampai sekarang masih tersimpan di berbagai perpustakaan di dunia
termasuk di Eropa dan Amerika. Karya populer lainnya ialah Asy Syifa (18 jilid)
berisi berbagai macam ilmu pengetahuan, Al-Nayyat (Book of Deliverence), buku
tentang kebahagiaan jiwa, dan Al-Majmu', semacam Kapita Selekta, yang di tulis
saat ia berusia 21 tahun.
Yang pasti, Ibn Sina dianggap dokter pertama dalam
sejarah yang memperkenalkan eksperimen dan hitungan secara cermat berbagai
jenis penyakit menular dan caraa-cara menjinakkannya. Ia juga pertama kali
memperkenalkan teknik karantina untuk membatasi ruang gerak virus. Ia banyak
menemukan obat-obatan dengan uji klinis yang lebih professional.
Dalam bidang filsafat ia dikenal sebagai "Guru
Ketiga" setelah Aristoteles dan Al-Farabi. Pengaruh pemikiran Yunani
kelihatan sangat kuat berpengaruh di dalam dirinya. Sampai kepada persoalan
agama pun ia membawa logika untuk membenarkan ajaran Islam. Misalnya ia
terpengaruh oleh pandangan Pythagoras yang menggunakan ilmu matematika untuk
mengenal dan membuktikan adanya Tuhan. Pikiran-pikiran rasionalnya yang
sedemikian jauh membuat Imam Al-Gazali merasa terpaksa harus menanggapinya
dalam sebuah buku yang berjudul: Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filosof).
Buku ini dikhususkan untuk mengeritik Ibn Sina dan Al-Farabi. Al-Gazali
menyesatkan faham Ibn Sina Al-Farabi dengan menganggapnya menyimpang dari
ajaran Islam.
Dalam bidang geografi, Ibnu Sina juga menampilkan
kemampuan yang tak kalah dengan para ilmuan geografi lain pada masanya. Ia
sudah mampu menjelaskan bagaimana sungai-sungai berhubungan dan berasal dari
gunung-ganang dan lembah-lembah. Ia mampu menyelesaikan sesuatu yang tidak bisa
diselesaikan ilmuan Yunani di masa lampau pada zaman Malahan beliau telah
membuktikan kemampuannya dalam mengemukakan suatu hipotesis atau teori pada
waktu itu, yang gagal dilakukan oleh ahli Yunani dan Romawi kuno zaman
Aristotles masih hidup.
Dalam bidang geologi dan ilmu kimia, Ibnu Sina juga
mempunyai perhatian yang besar. Ia mengenal baik ilmu-ilmu yang berhubungan
dengan pertambangan (mineral) yang menjadi salahsatu unsur penting dalam
menopan kekuatan ekonomi umat. Ia sudah mampu melakukan prosessing dari logam
renda menjadi logam mulia dengan menggunakan teknologi lebih canggih di banding
dengan cara-cara tradisional yang sudah ada sebelumnya. Ia mampu mengembangkan
apa yang pernah ditemukan oleh para pendahulunya seperti Jabir ibn Hayyan, yang
pernah kita bahasa sebagai Bapak Ilmu Kimia. []
DETIK, 22 Juli 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar