Perempuan
Oleh: M.
Quraish Shihab
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (QS. az-Zâriyât
[51]: 49).
Perempuan
diciptakan Allah berpasangan dengan lelaki untuk mendampinginya, demikian pula
sebaliknya. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, demikian
juga sebaliknya, karena tidak ada ciptaan Tuhan yang tidak sempurna dalam
pontensinya mengemban tugas serta fungsi yang diharapkan darinya. Tanpa
perempuan, masa muda lelaki menjadi gersang, masa matangnya menjadi hampa, dan
masa tuanya menjadi penyesalan.
Allah
menciptakan perempuan–baik sebagai istri, ibu, atau anak–untuk dicintai dan
dihormati, demikian pula sebaliknya.
Nabi
Muhammad saw. bersabda: “Dicintakan oleh Allah buat aku dari apa yang terhidang
di dunia ini, perempuan dan wewangian…” “Tidak ada yang menghormati perempuan,
kecuali seorang terhormat dan tidak ada yang menghinanya, kecuali yang bejat.”
Mencintai
perempuan adalah salah satu aspek fitrah manusia, dan karena itu semua rincian
tuntunan al-Qur’an dan Sunnah menyangkut perempuan, bahkan manusia, tecermin
melalui prinsip di atas.
Jangan pernah
berkata bahwa asal kejadian lelaki lebih unggul ketimbang perempuan, sekali
lagi jangan, karena kedua jenis itu diciptakan min nafsin wâhidah/dari jenis
yang sama (QS. an-Nisâ’ [4]: 1) dan min dzakarin wa untsâ (QS.
al-Hujurât [49]: 13), yakni lahir melalui seorang lelaki bersama seorang
perempuan, yaitu hasil pertemuan sperma dan ovum.
Lelaki
makhluk bersperma dan perempuan makhluk berovum, namun keliru bila dianggap
bahwa keduanya seperti dua unit independen yang masing-masing berdiri sendiri.
Tidak! Keduanya saling berkaitan dan saling membutuhkan. Mereka (istri)
adalah pakaian untuk kamu dan kamu pun (suami) adalah pakaian untuk mereka (QS.
al-Baqarah [2]: 187).
Allah
telah menganugerahi keduanya potensi yang cukup, yang menjadikan keduanya mampu
melaksanakan aneka kegiatan kemanusiaan yang umum dan khusus. Sehingga, kalau
kehidupan di bumi didasari atas pilihan, keikhlasan, kesetiaan, kecerdasan
berpikir, dan kebenaran tingkah laku, maka kedua jenis manusia ini sama dalam
bidang-bidang tersebut. Sesekali lelaki yang unggul, dan di kali lain
perempuan. Dalam keberhasilan atau kegagalan, balasan baik atau buruk,
masing-masing dapat memperolehnya. Begitu maksud QS. Âli-‘Imrân [3]: 195 dan
an-Nisâ’ [4]: 124.
Memang
ada perbedaan antara keduanya, itu juga adalah fitrah yang dirancang Allah agar
terjadi hubungan harmonis, bahkan cinta kasih antara keduanya. Lelaki dan
perempuan memunyai hak dan kewajiban seimbang walau tidak sama.
Jangan
pernah berkata bahwa kekuatan jarum jahit yang melebihi benang
menjadikannya lebih unggul daripada benang, karena tanpa benang, jarum tidak
dapat berfungsi. Jahit-menjahit tidak akan terjadi kalau hanya jarum atau hanya
benang yang tersedia. Karena itu, harus ada pembagian kerja dan demikian
jugalah Islam mengatur hal itu melalui tuntunannya, yang disesuaikan dengan
sifat dan kodrat masing-masing.
Fungsi
menciptakan bentuk. Karena gelas dirancang untuk berfungsi sebagai alat minum,
maka bibirnya dijadikan tebal dan halus, berbeda dengan pisau yang dirancang
untuk memotong. Berbahaya menjadikan pisau sebagai alat mimum, dan pasti gagal
yang menjadikan gelas alat memotong.
Perempuan memunyai hak dan
wewenang atas hasil usahanya sebagaimana lelaki pun demikian (QS. an-Nisâ’ [4]:
32). Islam tidak melarangnya bekerja, selama dia membutuhkan pekerjaan itu atau
pekerjaan itu membutuhkannya, dan selama terpelihara dirinya dan lingkungannya
dari segala yang mengundang hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai
budaya dan agama. Demikian, wa Allâh A’lam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar