Bukan Sekadar Dua Boneka dari India
Oleh:
Dahlan Iskan
Mata
dunia kini menoleh ke India. Negeri itu kini sedang melakukan ”revolusi
ekonomi” gelombang kedua. Pembawa panji-panji revolusinya adalah pemimpin baru
India hasil pemilu tahun lalu: Narendra Modi.
Ketika ekonomi semua negara anggota BRICS (Brazil, Russia, India,
China and South Africa) mengalami kemerosotan, India justru menanjak. Tahun ini
pertumbuhan ekonominya bisa mencapai 6,4 persen.
Modi memang mendapat kepercayaan internasional. Sebelum terpilih
sebagai perdana menteri dalam pemilu tahun lalu, dia adalah chief minister
untuk Negara Bagian Gujarat. Selama Modi menjadi chief minister
(2003–2012), pertumbuhan ekonomi Gujarat gila-gilaan: 10,3 persen. Modi
dikenal sebagai pemimpin yang probisnis.
Saya menyaksikan sendiri gegap gempita pembangunan di Gujarat
tahun 2008. Saya berkunjung ke Kota Ahmadabad. Saya juga melihat kota baru
Gandhiabad yang dibangun dengan desain amat modern. Termasuk pusat-pusat
IT-nya.
India rupanya bernasib baik. Revolusi ekonomi gelombang pertama
yang dimulai tahun 1991 itu akan diteruskan dengan gelombang kedua.
Keberhasilan revolusi pertama itu (dimulai Manmohan Singh) akan berkelanjutan
dengan terpilihnya Modi.
Perjalanan India mirip-mirip Indonesia. Sejak merdeka pada 1947,
India menjalani 45 tahun pertamanya dengan sulit. Nasionalisme tinggi. Motonya:
Swadesi. Sedapat mungkin tidak perlu impor.
Coca-Cola dipaksa berpartner dengan perusahaan lokal. Juga harus
mau membuka rahasia rasa Coca-Colanya. Pengetahuan itu penting untuk ditransfer
ke dalam negeri. Coca-Cola akhirnya meninggalkan India. Demikian juga IBM.
Akhir tahun 1980, India nyaris bangkrut. Cadangan devisanya
tinggal USD 1 miliar. Hanya cukup untuk impor bahan dua minggu. Kemiskinan luar
biasa.
Maka disadarilah untuk berubah haluan.
Tahun 1991 Partai Kongres menang pemilu. Narasimha Rao terpilih
sebagai perdana menteri. Dia seorang advokat lulusan Inggris, tapi sejarah
mencatatnya sebagai ”Bapak Reformasi Ekonomi India”. Dunia mengenalnya sebagai
”penghancur perizinan”. Segala macam keruwetan perizinan di bidang usaha dia
sederhanakan.
Rao berani mengangkat seorang menteri keuangan yang ternyata dia
benar: Manmohan Singh. Dia adalah ekonom lulusan dua perguruan tinggi terbaik
di dunia sekaligus: Cambridge dan Oxford. Dengan prestasi kelulusan terbaik.
Rao dibilang benar karena kelak terbukti Manmohan Singh berhasil
terpilih sebagai perdana menteri India. Bahkan perdana menteri terlama berkat
kesuksesannya: sepuluh tahun (2004–2014).
Revolusi ekonomi gelombang pertama itu membuat India berubah.
Kemajuan IT-nya sudah diketahui luas. Cadangan devisanya naik 50 kali lipat.
GDP-nya naik empat kali lipat.
Kelas menengahnya? Tumbuh seperti bunyi gendang India. Kini India
memiliki 250 juta konsumen kelas menengah. Inilah modal kemajuan ekonomi ke
depan. Apalagi, struktur demografinya sangat mendukung: separo dari jumlah
penduduknya yang 1,2 miliar adalah anak berusia di bawah 25 tahun. Ekonom
melihat ini sebagai ”bonus demografi”. Kalau umur orang India dibuat rata-rata,
komposisinya terbaik di dunia: 29 tahun. Umur rata-rata di Tiongkok 36 tahun.
India sungguh beruntung. Pemenang pemilu tahun lalu memang dari
partai yang berlawanan, tapi ideologi pembangunannya sama: pembangunan ekonomi.
Bahkan kini lebih probisnis. (*)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar