Jumat, 23 Oktober 2015

Kang Sobary: Jokowi-JK Masih Diuji



Jokowi-JK Masih Diuji
Oleh: Mohamad Sobary

Di negeri kita gosip politik sering identik dengan kebenaran politik. Gosip, yang diremehkan orang karena hanya ”sekadar gosip”, ternyata serius.

Di sini lembaga gosip itu mungkin bukan media, bukan LSM, bukan pengamat, tapi agaknya malah para pemain politik itu sendiri. Sumber gosip tidak jauh dari partai, tokoh partai, dan mereka yang dekat dengan para pe-main utama yang mengendalikan berbagai persoalan penting. Gosip politik bukan hanya tidak enak didengar, melainkan terkadang memalukan.

Otomatis kita merasa tidak layak menyebutkannya karena gosip itu sering menunjukkan bahwa para tokohpentingyangsedang berkuasa, kelihatannya hanya berleha-leha. Tokoh yang seharusnya berjuang sepenuh hati untuk menata kehidupan politik dan ekonomi negara sering disebut hanya sibuk mengurusi kepentingan politiknya sendiri, sering hanya fokus pada bisnisnya sendiri, dan tak peduli pada apa yang seharusnya menjadi perhatian utamanya.

Betapa memalukannya. Kita malu hidup di bawah kepemimpinan seperti itu. Kita malu telah telanjur menyerahkan kedaulatan rakyat kepada orang-orang yang boleh jadi memang tak memiliki tanggung jawab dan ketulusan. Kita juga malu begitu menyadari bahwa di negeri ini begitu banyak kaum terpelajar, yang kepeduliannya pada bangsa dan negaranya sudah terbukti dan cintanya pun sudah teruji, tapi aturan politik yang tidak adil meminggirkan mereka.

Kecuali itu, aturan politik juga membuat kita malu menyaksikan orang yang ibaratnya tak pernah berpikir apa pun, dan tak punya rekam jejak sedikit pun di bidang politik, boleh menjadi calon ini dan calon itu. Mereka tak menyadari bahwa yang bakal mereka panggul itu tugas mulia untuk memimpin masyarakat, mengatur kehidupan bangsa, dan menjaga tegaknya tiang-tiang agung kenegaraan agar tak digoyah-goyah bangsa lain.

Tetapi, apa yang begitu mengecewakan itu harus kita hadapi. Apa boleh buat. Berpikir ideal, dan membayangkan kenyataan yang sebaik-baiknya, harus kita kurangi. Kita terima apa yang ada. Betulbetul seadanya. Dulu, Jokowi sangat dilecehkan orang. Apa yang disebut kaum terpelajar, atau orangorang yang ingin dikategorikan sebagai kaum terpelajar, mengejek Jokowi karena dianggap kurang pandai, kurang cakap, kurang ini dan itu.

Banyak kekurangannya. Ada konon tokoh politik, yang sedang mencari pasangan untuk maju, sempat- sempatnya mengejek Jokowidenganalasan- alasantadi. Tapi, belakangan, satu per satu melamar Jokowi. Ada beberapa pelamar yang diabaikan seperti ”Mbok Rondo” yang merendah-rendah melamar Ande-Ande Lumut untuk putri-putrinya.

Tapi, meskipun sudah kelihatan begitu nista pun, tetap tak digubris. Siapa yang pernah melecehkan Jokowi pada akhirnya pernah melamar Jokowi untuk menjadi pasangannya sebagai wakilnya. Jokowi yang diremehkan itu menerima satu tokoh yang dianggap terbaik, yaitu JK, dan pasangan Jokowi-JK pun menang dalam pemilu.

Kini mereka sudah setahun memerintah negeri ini. Ada badai dan taufan melanda pemerintahannya pada tiga bulan pertama. Orang mempertanyakan Jokowi, bukan JK, bagaimana kesungguhannya, bagaimana janji-janjinya, bagaimana komitmen politiknya. Dikabarkan, juga lewat lembaga yang bernama gosip tadi, bahwa sebagian orangorangnya, para pendukungnya, dan para relawan setianya mulai kecewa.

Dalam kasus yang menyangkut lembaga bernama kepolisian negara, keadaan begitu kacau. Jokowi bertaruh sangat banyak. Presiden, dan bukan wakilnya, disorot langsung, dan dicaci maki. Dalam ungkapan Jawa, wakil presiden itu posisinya di belakang: suwarga ”nunut”, neraka ”katut”. Kalau Presiden masuk surga, wakilnya ikut masuk surga. Kalau Presiden masuk neraka, wakilnya terbawa pula.

Tapi, dalam politik lain lagi. Wakil presiden bukan orang yang suwarga”nunut” dan neraka ”katut”, ikut terbawa. Tapi, suwarga ”nunut”, neraka ”menghindar”. Pendeknya silakan caci maki dan kritik Presiden, kalau bisa, wakil presiden jangan dibawa- bawa. Inilah politik. Inilah wajah negeri kita. Dan, inilah sikap politik dari begitu banyak tokoh yang sedang di atas panggung nasional kita.

Ada contoh masa lalu, ketika presiden disorot habis-habisan dan dipaksa turun tahta dalam masa reformasi, tapi wakil presidennya tak terkena apa pun. Sikapnya jelas, suwarga ”nunut”, neraka ”menghindar”. Kemudian naik tahta menjadi presiden seperti Pangeran Rebo dalam lakon drama Rendra: ”Panembahan Reso”.

Dalam badai politik tempo hari itu Jokowi hampir ”kesambet”, dan Presiden itu telah mempertaruhkan begitu banyak hal. Juga, nama baik dan popularitasnya. Wakil presiden adem-ayem. Hanya angin mamiri dari timur yang bertiup lembut dan teduh. Lalu, gosip yang sudah beredar pun kembali beredar bersama angin puyuh yang nyaris merobohkan apa saja. Dan, Jokowi seperti sendirian dalam posisi yang sunyi dan mendebarkan.

Sekarang sudah setahun pasangan itu berkuasa. Mereka dihajar begitu banyak persoalan serius. Tapi, naiknya nilai dolar dan makin merosotnya nilai rupiah merupakan pukulan utama yang membuat kita prihatin. Ini bukan hanya pukulan bagi Presiden. Kita, presiden terpukul atau tidak, tetap merasakan getirnya tekanan ekonomi.

Siapa pun presidennya, tekanan ekonomi juga mencekik leher rakyat. Gosip tidak pernah reda. Kabarnya, semoga ini kabar ”kabur”, ada ketegangan yang tak mudah dibikin kendur antara Jokowi dan JK. Kabarnya, dimasukkannya seorang menteri baru ke dalam Kabinet Kerja ini sengaja dimaksudkan untuk mengimbangi JK. Segera kelihatan oleh kita, ketegangan itu beralih.

Kini sang menteri baru yang selalu berhadapan dengan JK. Sesaat terjadi perdebatan yang tak begitu menarik antara JK dan sang menteri. Dan, kita dibikin risau. Mungkin malu. Kenapa dalam suatu Kabinet Kerja, yang tampil bukan kerja, melainkan perdebatan? Meskipun itu terjadi sesaat yang lalu, rasa tidak enak, yang tak sepantasnya itu telah membuat rakyat bertanya- tanya, apa sebabnya hal itu terjadi dan apa manfaatnya bagi rakyat.

Hubungan Jokowi-JK dalam Kabinet Kerja menjadi pertaruhan. Kalau ketegangan ini terus berlangsung, tapi semoga tidak, persoalan akan menjadi semakin ruwet. Kepentingan politik apa, kepentingan politik siapa yang layak mengalah demi kepentingan yang lebih besar, yang dipanggul Presiden dan wakilnya?

Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah, akan terbukti menjadi kenyataan politik yang getir dan mengenaskan jika tidak ada yang bersedia mengalah. Raja adil raja disembah seluruh rakyat Indonesia jika ada yang siap mengalah. Ini raja yang kita mahkotai. Ini tanda bahwa Jokowi masih tetap diuji, JK pun tetap diuji.

Bagi mereka, ujian belum berakhir. Apalagi masa pemerintahan mereka baru setahun lamanya. Jokowi masih punya utang kepada rakyat. Utang Revolusi Mental. Apa isi Revolusi Mental masih merupakan agenda politik yang belum secara eksplisit dijelaskan kepada masyarakat.

Tapi, jika revolusi itu berarti perbaikan secara nyata pelayanan publik, setidaknya Jokowi memiliki program kesehatan mudah, murah, bahkan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika ini yang merupakan tekanan pokoknya, satu program besar ini sudah lumayan. Apalagi pelayanan pendidikan juga menjadi program utamanya.

Dua program nasional ini akan cukup menjunjung namanya sebagai pemimpin yang dihormati di kolong langit dan dimulakan rakyat di atas bumi ini. Syukur bila TKI/TKW yang kleleran di berbagai negeri itu ditarik kembali. Mereka diberi kesempatan kerja selayaknya di negeri kita sendiri, dan menjadi warna negara yang terhormat dan mulia.

Ini akan sangat baik bagi Jokowi dan seluruh rakyat Indonesia. Ini ujian berat, tapi tak mustahil bisa diraih. Jokowi-JK masih tetap diuji. Komitmen politik dan ketulusan jiwa dalam pengabdian mereka yang akan menjawab. Bila kedua-duanya sama baiknya, sama tulusnya, kita bangga.

Bila hanya satu yang ternyata layak kita puji, yang satu itu pun sudah cukup. Menguji dua, lulus dua pasti hebat. Tapi, bila yang lulus hanya satu, atau baru satu, tak mengapa. Lulus satu itu sudah lulus. Alhamdulillah. []

Koran SINDO, 20 Oktober 2015
Mohamad Sobary Esais | Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. Guru Besar (Emeritus) Unpad/Unpas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar