Selasa, 06 Oktober 2015

(Ngaji of the Day) Panduan Islam tentang Hubungan (biologis) Suami Istri. (Bag-2)



Panduan Islam tentang Hubungan (biologis) Suami Istri. (Bag-2)

Beberapa Anjuran lainnya:
Setelah menyebut nama Allah swt, selanjutnya mari kita simak anjuran lainnya:

1.       Tidak menghadap dan membelakangi kiblat
-       Dalam hal ini Imam Shadiq as bersabda; “Janganlah anda melakukan hubungan biologis dalam keadaan menghadap dan membelakangi kiblat”. [1]
-       Begitupun beliaupun telah menukil dari para leluhurnya bahwa Rasulullah saw telah melarang hal dan seraya bersabda: “Barang siapa yang melakukan hal ini maka laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia atasnya”.[2]

2.       Tidak dalam Keadaan Kenyang
-       Berhubungan biologis dalam keadaan kenyang akan merusak metabolisme badan dan berbahaya untuk kesehatan badan.
-       Imam Shadiq as bersabda: “Tiga perkara yang akan merusak metabolisme tubuh manusia, bahkan mungkin saja akan membinasakannya; mandi dalam keadaan kenyang, berhubungan biologis dalam keadaan kenyang, dan berhubungan biologis dengan perempuan tua (manula)”.[3]
-       Imam Ridho as bersabda: “Janganlah kalian berhubungan pada awal malam dalam keadaan kenyang, karena lambung dan semua nadimu dalam keadaan penuh dan berhubungan dalam keadaan seperti ini tidaklan terpuji karena hal itu akan menimbulkan berbagai penyakit seperti lumpuh, kencing batu, …dan akan melemahkan pandangan (mata). Lakukanlah hubungan pada akhir malam, karena hal itu sangat bermanfaat untuk tubuh kalian juga akan menambah kecerdasan dan akal janin”. [4]

3.       Tidak dalam Keadaan Berdiri
-       Berkaitan dengan hal ini Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian berhubungan biologis dalam keadaan berdiri karena itu merupakan prilaku keledai. Dan jika bayi terlahir darinya maka ia akan kencingan (ketika tidur ia akan kencingan) diranjang, ia tidak dapat menahan kencingnya seperti keledai yang kencing disemua tempat”.[5]

Catatan:

Perlu diketahui, berkaitan dengan adab hubungan suami istri dari segi hukum fikih ada hal-hal yang ‘di-mustahab-kan’ artinya jika dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa, namun lebih baiknya dilaksanakan karena di saat Allah menganjurkan sesuatu pasti ada maslahat dan hikmahnya. Yang terkadang kita tidak mengetahui hikmah dan maslahat tersebut. Hal-hal yang hukumnya makruh, artinya lebih baik ditinggalkan kendatipun apabila dilaksanakan tidak berdosa.

Ustadzah Euis


[1] Allamah Thabarsi, Makarimal-Akhlak, hal 212
[2] Syeikh Amuli, Wasa’il Syi’ah, jilid 20, hal 138
[3] Ibid, hal 255
[4]Ar-Risalah adz-Dzahabiyah, hal 65
[5] Syeikh Amuli, Wasa’il Syi’ah, jilid 20, hal 252

[Sumber: Adab Zafaf, Hujjatulislam Dr. Ali Thohmasibi Amuli]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar