Waktu-Waktu yang Baik Untuk Melakukan Hubungan (Biologis)
Suami-Istri
Beberapa
waktu yang dianjurkan untuk melakukan hubungan biologis
Setelah
kita mengetahui beberapa waktu dan kondisi yang dimakruhkan untuk melakukan
hubungan suami istri yang beresiko negatif atas pertumbuhan janin yang mungkin
dihasilkan darinya, kini, kita akan melihat beberapa riwayat yang menekankan
(sunah/mustahab) akan pelaksanaan hubungan suami-istri untuk memunculkan
generasi yang baik.
1.
Malam
Senin (Minggu malam)
Dalam
wasiatnya terhadap Imam Ali as, Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, dan
hendaknya engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam senin. Karena
apabila anak terlahir darinya maka ia menjadi penghapal al-Qur’an dan rela
terhadap yang telah ditentukan Allah swt atasnya”. [Syeikh Radhiyuddin Abi
Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ,
Makarimal-Akhlak, hal 211, Wasail asy-Syi’ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman
254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 84]
2.
Malam
Selasa (Senin malam)
Dalam
wasiatnya terhadap Imam Ali as Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika
engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam selasa, maka anak yang
terlahir darinya akan dikaruniai kesyahidan, ia tidak akan menyimpang dari
kebenaran. Manusia suci dan bersih, wangi, pengasih , penyayang, serta lisannya
akan tersucikan dari ghibah, bohong dan menuduh”. [Wasail asy-Syi’ah, al-Hurr
al-Amili jilid 20 halaman 254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 84]
3.
Malam
Kamis (Rabu malam)
Dalam
wasiatnya terhadap Imam Ali as Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika
engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam kamis maka anak yang
terlahir darinya akan menjadi penguasa yang adil dari para penguasa dan atau
akan menjadi salah seorang ulama dari para ulama”. [Syeikh Radhiyuddin Abi
Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ,
Makarimal-Akhlak, hal 211, Wasail asy-Syi’ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman
254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 84]
4.
Hari
Kamis; ketika menjelang tergelincir matahari (menjelang dhuhur)
Dalam
wasiatnya terhadap Imam Ali as Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika engkau
melakukan hubungan dengan istrimu pada malam kamis maka anak yang terlahir
darinya maka syetan tidak akan mendekatinya, ia akan memiliki pemahaman yang
sangat (cerdas) dan Allah swt akan menganugrahkan kepadanya keselamatan dalam
agama dan dunia. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl
ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 211, Wasail
asy-Syi’ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 254 dinukil dari Adab Zafaf
halaman 85]
5.
Malam
Jum’at (Kamis malam)
Dalam
wasiatnya terhadap Imam Ali as, Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika
engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam jum’at maka anak yang
terlahir darinya akan menjadi seorang orator ulung”. [Syeikh Radhiyuddin Abi
Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ,
Makarimal-Akhlak, hal 211]
6.
Jum’at
sore (setelah ashar, sebelum maghrib)
Dalam
wasiatnya terhadap Imam Ali as, Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika
engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada waktu jum’at sore maka anak yang
akan terlahir darinya akan menjadi seorang figur yang terkenal dan atau ilmuwan
(ulama).
7.
Malam
Jum’at; setelah waktu isya’ berlalu (akhir malam/dekat subuh)
Dalam
wasiatnya terhadap Imam Ali as Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika
engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu pada akhir malam jum’at maka
anak yang akan terlahir darinya akan menjadi seorang wali (ibdal)
8.
Pada
malam awal (tanggal satu) Ramadhan
Berkenaan
dengan hal ini Imam Ali as berkata: “Disunahkan pada malam awal bulan Ramadhan
laki-laki berhubungan dengan istrinya; karena Allah dalam surat al-Baqarah ayat
187 telah berfirman: “ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu…”. [Wasail asy-Syi’ah, al-Hurr al-Amili
jilid 20 halaman 254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 85]
Catatan:
Waktu-waktu di atas merupakan waktu-waktu yang dianjurkan, artinya adalah waktu
yang sebaiknya (mustahab/sunnah) padanya hubungan biologis dilakukan, bukan
wajib. Begitu juga, sewaktu disebutkan kata ‘jangan’ dalam waktu-waktu dan tata
cara persetubuhan dalam hadits di atas adalah merupakan anjuran untuk
meninggalkan (makruh), yang belum sampai pada derajat haram.
Ustadzah Euis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar