Manusia Terbebaskan
Oleh: Komaruddin Hidayat
Mengingat dalam kehidupan ini banyak dijumpai jebakan, ranjau,
tipuan dan godaan yang tak mudah dielakkan, pertanyaannya adalah: siapa orang
yang merdeka dan terbebaskan itu? Who is the liberated man?
Pertanyaan ini penting direnungkan bagi mereka yang ingin
membangun kehidupan yang otentik dan bermakna di tengah membeludaknya beraneka
ragam informasi yang membuat kita serasa dikurung dan dipaksa membuat keputusan
tanpa didasari renungan dalam-dalam. Hidup serasa kehilangan kemerdekaan dan
kemandirian.
Saya sendiri pernah secara sadar membuat keputusan untuk tidak
membuka Twitter, Facebook, dan mengurangi menonton televisi serta tidak membaca
surat kabar sampai waktu tertentu karena ingin merasakan ketenangan dan
keheningan, terbebaskan dari luapan informasi tanpa seleksi. Ada kalanya media
sosial tampil bagaikan agen terorisme yang merampas ketenangan.
Dengan kata lain, saya ingin terbebaskan dari hegemoni media massa
yang tidak mencerahkan. Bagi kalangan remaja, peredaran narkoba sudah kelewat
batas. Serangan bandar narkoba sudah sangat akut, membunuh masa depan anak-anak
bangsa. Begitu pun fenomena rokok. Akibatnya kualitas angkatan kerja kita tidak
kompetitif baik dari skill maupun kesehatan.
Anehnya, mereka yang mengonsumsi merasa bergabung ke dalam
komunitas orang bebas, free man, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Mereka
telah terampas kemerdekaannya, terjerembap ke dalam ranjau dan penjara
kehidupan yang menyengsarakan, tak ubahnya melakukan tindakan bunuh diri secara
perlahan. Jadi, untuk meraih kemerdekaan dan kebebasan sungguh tidak mudah.
Seseorang justru harus memenangkan perjuangan agar tidak jatuh ke
dalam jeratan gaya hidup yang merendahkan dan merusak martabat kemanusiaannya.
Cara pandang ini sesungguhnya sejalan dengan ajaran agama yang merupakan
kekuatan pembebasan (liberating force), bukannya beban bagi manusia.
Karena agama yang benar datang dari Tuhan yang Mahabenar, maka
jika ajaran agama dipahami dan dijalani dengan benar pasti akan mendatangkan
kemenangan hidup berupa kebaikan dan kemuliaan. Karena agama antikebodohan,
kemalasan dan kemiskinan, sesungguhnya ajaran dasar agama adalah sebagai
kekuatan pembebas, kekuatan moral, sosial dan intelektual untuk membangun peradaban
luhur yang terbebaskan dari kemiskinan, kebodohan dan peperangan.
Dengan kalimat lain, orang yang terbebaskan adalah mereka yang
tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang sehat lahir-batin, pribadi yang produktif
dan bermakna. Pribadi yang bisa mengaktualkan potensinya sehingga bisa
memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi diri dan orang lain.
Dalam pandangan mazhab naturalis murni, untuk menjadi pribadi yang
baik dan prima seseorang cukup mengikuti dan mengembangkan potensinya secara
optimal sesuai hukum alam. Alam tak ubahnya ibu kandung yang mengasuh dan
membesarkan manusia dengan penuh kasih. Dengarkan pesan alam. Cintai alam, alam
akan mencintaimu dan melindungimu.
Bagi orang beriman, apa yang disebut hukum alam itu sesungguhnya
juga hukum Tuhan karena Tuhan yang menciptakannya. Tidak cukup hukum alam, di
sana juga ada hukum dan ajaran agama yang dibawa oleh para rasul-Nya demi
kebaikan dan keselamatan manusia. Ajaran para rasul Tuhan menyatakan
sesungguhnya manusia tidak memiliki kebebasan mutlak.
Apa yang manusia miliki hakikatnya anugerah dan pinjaman Tuhan.
Oleh karena itu, manusia diminta menggunakan anugerah hidup sesuai petunjuk
Tuhan sebagai pemiliknya. Setiap hendak melakukan sesuatu, seorang beriman
mesti minta izin dan pertolongan Tuhan mengingat sejatinya manusia tidak
memiliki kekuatan dan kontrol kehidupannya secara mutlak.
Dalam Islam, semua tindakan hendaknya dimulai dengan:
Bismillahirrahmanirrahim. Ini merupakan kepasrahan bercampur doa, semoga yang
dilakukan mendapat izin, berkah dan pertolongan Tuhan sang pemilik hidup. Jadi,
dengan selalu berpegang ada tali Allah maka manusia akan terbebaskan atau
terselamatkan.
Manusia yang terbebaskan tidak berarti lari menjauhi dunia, lalu
bermeditasi menyembah Tuhannya karena konsep pembebasan mengandung pesan dan
agenda perjuangan hidup untuk berkarya membangun peradaban. Jadi, mereka yang
terbebaskan adalah mereka yang berhasil menghalau berbagai ranjau dan jebakan hidup
yang menghalangi dirinya untuk tumbuh menjadi insankamil.
Manusia yang berhasil meraih kesempurnaannya sesuai dengan potensi
yang telah dianugerahkan Tuhan padanya. Kita menjadi sedih dan kasihan ketika
melihat sekian banyak pejabat tinggi negara yang dianugerahi Tuhan untuk bisa
berbuat banyak membantu dan melayani sesama hamba Tuhan yang kurang beruntung,
namun malah disia-siakan kesempatan itu.
Jabatan itu malah disalahgunakan hanya untuk mengumpulkan kekayaan
haram dan memikirkan diri dan kelompoknya. Mereka ini bukannya masuk kelompok
manusia yang terbebaskan, namun terpenjara oleh pikiran dan tindakannya yang
picik. []
KORAN SINDO, 09 Oktober 2015
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar