CIA dan
Misteri G30S
Oleh:
Budiarto Shambazy
Amerika
Serikat merasa terancam komunisme internasional sejak Revolusi Rusia 1917.
Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat, yaitu Central Intelligence Agency (CIA),
dibentuk untuk mencegah meluasnya komunisme ke berbagai belahan dunia, termasuk
ke Indonesia yang posisi geopolitisnya strategis.
Dalam
periode 1945-1955, CIA mendekati berbagai kalangan di negeri ini untuk
mendapatkan akses pangkalan militer, tetapi gagal. Setelah Bandung menjadi tuan
rumah Konferensi Asia-Afrika 1955, muncul kekhawatiran Indonesia terseret ke
blok komunis.
Pada
periode ini, CIA memulai operasi secara terbuka dan tertutup yang kesemuanya
gagal. Pada akhir dekade 1950, kesabaran Washington DC terhadap Bung Karno
nyaris habis.
CIA
ditugasi untuk menyingkirkan Bung Karno. ”Sebuah topeng mirip Soekarno dikirim
ke Hollywood, dipakai seorang bintang film porno yang beraksi,” kata Barry
Hillenbrand, wartawan Time. Lalu, film Bung Karno main film porno itu
disebarluaskan di Indonesia. Namun, tak ada yang termakan kampanye murahan itu.
Salah
satu operasi terbesar CIA lainnya adalah menyuplai dana, senjata, dan personel
untuk pemberontakan PRRI/Permesta. Bung Karno menugaskan Achmad Yani untuk
menumpas pemberontakan itu, CIA gagal lagi.
Pesawat
intai CIA yang dipiloti Allen Pope ditembak jatuh TNI di Maluku. Operasi
rahasia ini terbongkar, membuat malu CIA serta memicu konflik antar pemimpin AS
pada awal 1960-an.
Direktur
CIA Allen Dules ”angkat tangan” tak kuasa menjinakkan Bung Karno. Dubes AS di
Jakarta Howard Jones telah menyimpulkan Indonesia bakal jatuh ke tangan
komunis, hal yang juga diyakini sejumlah Indonesianis di AS.
Di tengah
rasa frustrasi itu, CIA mulai mempertimbangkan melakukan pembunuhan politik
terhadap Bung Karno, praktik yang kala itu dibenarkan secara hukum. Namun, CIA
tahu persis konsekuensinya akan sulit ditebak karena Bung Karno sangat populer
di mata rakyat.
Toh,
akhirnya Bung Karno disingkirkan menyusul pecahnya peristiwa G30S (Gerakan 30
September) 1965. G30S merupakan operasi CIA yang bertujuan menyelamatkan
Indonesia dari komunisme dan melenyapkan Bung Karno serta PKI sekaligus.
Siapa
yang diajak CIA dalam operasi? CIA telah lama mendekati berbagai kalangan untuk
mencapai tujuannya itu, termasuk sejumlah jenderal TNI AD. Namun, upaya itu
gagal karena TNI AD terbagi atas beberapa faksi yang bersaing dan sebagian
dekat dengan Bung Karno.
Lagi pula
dalam upaya menyeimbangkan kekuatan antara PKI dan TNI AD, Bung Karno membuat
yang terakhir ini sebagai kekuatan politik independen dan anti komunis. Maka,
satu- satunya cara, CIA memancing PKI mengambil tindakan yang mendiskreditkan
mereka sendiri.
Jika
mereka disalahkan, CIA memperkirakan TNI AD akan mengambil tindakan absah dan
cepat. Oleh karena itu, perlu dicari alasan agar PKI bisa dijadikan kambing
hitam.
CIA lalu
menyebarkan isu tentang eksistensi Dewan Jenderal mau mengudeta Bung Karno. CIA
berharap timbul rasa saling curiga antara Bung Karno, TNI AD, dan PKI.
Artikel
wartawan Wilfred Burchett yang diterbitkan November 1965 mengungkapkan hubungan
Untung dengan PKI. Menurut dia, para pemimpin PKI memiliki bukti mengenai Dewan
Jenderal. Untung mengajak PKI bekerja sama mencegah kudeta itu, tetapi Ketua
Umum PKI DN Aidit tidak setuju karena dianggap prematur. Sebaliknya, versi
resmi TNI AD mengatakan, Dewan Jenderal tak pernah ada.
Sebuah
hal yang masih misteri: siapa Untung dan mengapa ia mengajak PKI? Motif dan
tujuan penculikan dan pembunuhan yang dilakukan Untung dan pasukan Cakrabirawa
sampai sekarang misterius.
Makalah
Cornell Paper mengungkapkan, para pelaku kudeta adalah perwira menengah yang
kecewa kepada pimpinan TNI AD. Teori lain mengatakan, mereka jelas orang-orang PKI.
Analisis
CIA yang terangkum dalam laporan berjudul CIA Research Study, Indonesia-1965:
The Coup That Backfired membuktikan bahwa mereka bekerja untuk Bung Karno.
Peneliti Center of Defense Information (AS), David Johnson, menyimpulkan,
Untung melancarkan aksi bagi ”orang-orang tertentu” di pemerintahan.
Apa pun,
G30S itu sukses sebuah operasi rahasia. Saking suksesnya, CIA memakai metode
operasi ini saat menunggangi Jenderal Augusto Pinochet menggulingkan
pemerintahan Cile yang dipimpin Presiden Gustavo Allende yang pro komunis tahun
1973, yang bernama sandi ”Operasi Djakarta”.
Masih
banyak dokumen rahasia CIA yang bakal dirilis yang akan mengungkap lebih banyak
apa yang terjadi tanggal 30 September 1965. Suka atau tidak, akan ada
kesimpulan penting telah terjadi pembunuhan massal terhadap ratusan ribu
(mungkin jutaan) rakyat yang tak bersalah.
Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yang menegaskan, ”Jika ada
permintaan maaf untuk kasus pelanggaran HAM dalam kurun 1965-1966, itu bukan
untuk PKI, tetapi untuk korban. Hal ini masih dalam proses pembahasan dengan
beberapa lembaga,” ujarnya Senin, 31 Agustus lalu.
Tak ada
salahnya negara meminta maaf kepada mereka yang dibunuh, dipenjara, disiksa,
dan menjadi korban diskriminasi. []
KOMPAS,
10 Oktober 2015
Budiarto
Shambazy | Wartawan
Senior Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar