Rabu, 02 Agustus 2017

(Ngaji of the Day) Hukum Pentas di Panggung Stand Up Comedy



Hukum Pentas di Panggung Stand Up Comedy

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pengasuh rubrik Bahtsul Masail NU Online yang baik, saya ingin menanyakan perihal pelawak khususnya yang mengarang cerita semisal Stand Up Comedy yang mengarang cerita bohong agar penonton tertawa. Saya pernah mendengar seorang ustadz mengatakan tentang hadits Rasulullah mengenai celakanya seseorang yang berdusta dalam bercanda.

Saya seorang yang suka sesekali menonton lawak dan stand up comedy untuk sedikit melupakan kepenatan, dan biasanya saya mengerti bagian mana yang dilebih-lebihkan, mana yang jujur, dan mana yang bohong. Apakah hukumnya mutlak haram dalam Islam? Apa hukum menonton acara lawak yang ceritanya cenderung dikarang-karang agar penonton tertawa? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Assalamu ‘alaikum. wr. wb.

Riski Agustin Kuswanto – Sidoarjo

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Islam tidak meminta manusia untuk memasang wajah serius seumur hidup. Pada sisi lain Islam juga menyadari bahwa manusia sesekali perlu tersenyum, bahkan tertawa. Dari sini kita dapat memahami bahwa segala sesuatu itu perlu wajar-wajar saja, tidak berlebihan.

Tetapi dalam kondisi apapun Islam menghendaki kejelasan antara kejujuran dan kebohongan. Jangan sampai masyarakat kehilangan pegangan karena kekaburan pembatas antara keduanya. Oleh karena itu Rasulullah SAW melarang seseorang yang membuat orang lain tertawa dengan suatu kebohongan.

فإن قال قائل: ذكر حكايات الحمقى والمغفلين يوجب الضحك وقد رويتم عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال "إنَّ الرجل ليتكلّم بالكلمة يُضحك بها جلساءَه يهوي بها من أبعدَ من الثُّرَيّا" فالجواب إنه محمول على أنه يضحككم بالكذب، وقد روى هذا فى الحديث مفسرا، "ويل للذي يحدث فيكذب ليضحك الناس". وقد يجوز للإنسان أن يقصد إضحاك الشخص في بعض الأوقات، ففي أفراد مسلم من حديث عمر ابن الخطاب رضي الله عنه أنه قال "لأكلمن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لعله يضحك قال، قلت: لو رأيت ابنة زيد امرأة عمر سألتني النفقة فوجأت عنقها فضحك رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ."

Artinya, “Kalau ada yang bertanya, ‘Bacaan Akhbarul Hamqa wal Mughaffalin [Hikayat Orang-orang Dungu dan Lalai-penerjemah] bikin tertawa. Bukankah ada hadits nabi yang berbunyi, ‘Sungguh, seseorang yang mengeluarkan satu kata sekalipun yang dapat membuat orang di sekitarnya tertawa akan jatuh karenanya [ke jurang neraka] melebihi jarak bumi dan bintang Tsurayya?’’ Jawabnya, ‘Hadits ini bisa dipahami karena unsur dusta di dalam cerita humornya. Hal ini diperjelas oleh hadits, ‘Celakalah seseorang yang berbicara kepada orang lain, lalu berdusta sehingga orang lain tertawa.’’ Hanya saja terkadang seseorang boleh berbicara atau mendongeng dengan maksud membuat orang lain tertawa. Di dalam Shahih Muslim, Sayyidina Umar bin Khattab mengatakan, ‘Aku akan bicara kepada Rasulullah SAW dengan kalimat yang dapat membuatnya tertawa.’ Kukatakan kepadanya, ‘Ya Rasulullah, kalau kaulihat anak perempuan Zaid–istri Umar–meminta nafkah kepadaku, akan kupukul lehernya.’ Rasulullah SAW tertawa mendengarnya,” (Lihat Abdurrahman Ibnul Jauzi Al-Baghdadi, Akhbarul Hamqa wal Mughaffalin, Beirut, Darul Fikr, cetakan pertama, 1990 M/1410 H,  halaman 19).


Larangan Rasulullah SAW dalam hadits di atas dapat dipahami karena kejujuran dan kebohongan sulit dibedakan sehingga tidak ada batasan antara keduanya yang dapat menjadi pegangan masyarakat. Sementara di masa kini batasan antara keduanya tampak jelas karena sekarang ini komedi-komedi semacam itu dibuat dalam forum dan waktu khusus sehingga masyarakat tidak perlu menganggap serius cerita rekaan dan sandiwara ringan komedian di panggung.

Kebohongan kadang diperlukan atau semacam siasat untuk menghindari ketersinggungan pihak tertentu. Kebohongan dalam forum komedi ini jelas bukan untuk dipercaya sebagai sebuah kebenaran. Semua cerita rekaan yang disampaikan di forum ini justru dipahami sebagai hiburan, pelepas penat dan jenuh. Bahkan kalau memungkinkan, kita mengambil pelajaran darinya, bukan dipahami secara harfiah.

Adapun perihal hukum, Islam tidak mengharamkan seseorang melawak atau membuat orang lain tertawa. Hanya saja kalau intensitasnya berlebihan menjadi makruh.

وإنما يكره للرجل أن يجعل عادته إضحاك الناس لأن الضحك لا يذم قليله، فقد كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يضحك حتى تبدو نواجذه وإنه يكره كثيره لما روي عنه عليه السلام أنه قال "كثرة الضحك تميت القلب"، والارتياح إلى مثل هذه الأشياء في بعض الأوقات كالملح في القِدْر

Artinya, “Membuat orang lain tertawa terus-menerus adalah sesuatu yang dimakruh. Sedangkan tertawa sesekali bukan sesuatu aib tercela. Rasulullah SAW terkadang tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Tetapi tertawa keseringan juga dimakruh karena sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, ‘Banyak tertawa membuat hati mati.’ Sementara lepas penat (hibur diri) dengan semua (komedi dan humor-penerjemah) itu di waktu-waktu tertentu sama penting dengan garam secukupnya di sebuah panci masakan,” (Lihat Abdurrahman Ibnul Jauzi Al-Baghdadi, Akhbarul Hamqa wal Mughaffalin, Beirut, Darul Fikr, cetakan pertama, 1990 M/1410 H,  halaman 19).

Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar