الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Artinya, “Yang maha pengasih, lagi maha penyayang.”
Syekh Jalaluddin dalam Tafsirul Qur’anil Azhim (Tafsirul Jalalain) menyebutkan bahwa ar-rahamanir rahim adalah zat yang memiliki rahmat. Rahmat secara bahasa menghendaki kebaikan bagi yang berhak.
Secara umum, makna harfiah “ar-rahmanir rahim” pada Surat Al-Fatihah ayat 3 tidak berbeda dari Surat Al-Fatihah ayat 1. Hanya saja, posisi keduanya berbeda dalam susunannya. Pada Surat Al-Fatihah ayat 1, “ar-rahmanir rahim” menyifatkan lafal “Allah” pada “bismillahi.” Sedangkan pada Surat Al-Fatihah ayat 3, “ar-rahmanir rahim” menyifatkan lafal “Allah” pada ayat 2, “alhamdu lillahi.”
Ar-rahman dan ar-rahim yang rahmat-Nya begitu luas mencakup segala sesuatu; kemurahan-Nya berupa penciptaan, rezeki, dan hidayah untuk para hamba-Nya meliputi seluruh manusia yang mengantarkan mereka pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Dia-lah Allah, Tuhan maha besar yang rahmat-Nya dan selalui baik. (As-Shabuni, 1999 M/1420 H: 25).
Mengutip Al-Qurthubi, Syekh Ali As-Shabuni mengatakan bahwa “Ar-Rahman” merupakan kasih yang banyak dan besar (kualitas dan kuantitas), tetapi tidak bersifat langgeng. Sedangkan “Ar-Rahim” merujuk pada kasih yang bersifat langgeng dan abadi. As-Shabuni juga mengutip Al-Khattabi yang memahami “Ar-Rahman” sebagai kasih Tuhan yang begitu luas untuk segenap makhluk perihal pemberian rezeki dan kemaslahatan yang mencakup orang mukmin dan kafir. Sedangkan kata “Ar-Rahim” merujuk pada kasih Allah yang bersifat khusus untuk orang mukmin sebagaimana ayat, “wa kana bil mukminina rahiman.” (As-Shabuni, 1999 M: 25) dan (As-Shawi, tanpa tahun: 372 [juz IV]).
صفتان لله تعالى معناهما : ذو الرَّحمة ، [ أَي : الرَّحمة لازمةٌ له ] ، وهي إرادة الخير ، ولا فرق بينهما
Artinya, “’Ar-rahmanir rahim’ adalah dua sifat Allah yang maknanya adalah zat yang memiliki rahmat (rahmat yang selalu melekat pada-Nya). Rahmat secara harfiah adalah menghendaki kebaikan. Tidak ada perbedaan pada keduanya,” (Az-Zuhayli, At-Tafsirul Wajiz, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], cetakan pertama).
Ibnu Katsir mengutip riwayat dari Nabi Isa AS bahwa ar-rahman adalah pengasih di dunia dan di akhirat. Sedangkan ar-rahim merupakan pengasih di akhirat.
Ibnu Katsir juga mengangkat sejumlah riwayat perihal asal kata “ar-rahman” dan “ar-rahim.” Sebagian ulama, kata Ibnu Katsir dalam tafsirnya, mengatakan bahwa kata “ar-rahman” bukan kata bentukan. Ibnul Anbari dari Al-Mubarrid mengatakan bahwa “ar-rahman” berasal bukan dari Arab, tetapi ibrani.
Sementara Ahmad bin Yahya menyatakan bahwa “ar-rahim” berasal dari Bahasa Arab. Sedangkan “ar-rahim” berasal dari bahasa Ibrani. Abu Ali Al-Farisi, kutip Ibnu Katsir, mengatakan bahwa “ar-rahman” adalah sebutan untuk segala jenis rahmat yang diistimewakan melalui kata tersebut. Sedangkan “ar-rahim” adalah rahmat yang ditujukan untuk orang Mukmin sebagaimana Surat Al-Ahzab ayat 43. Ibnu Abbas RA sendiri mengatakan bahwa “ar-rahman” dan “ar-rahim” adalah dua sifat kelembutan Allah, tetapi makna salah satunya lebih kuat dari yang lain.
Menurut Ibnul Mubarak, “ar-rahman” adalah pengasih yang akan memberi ketika diminta. Sedangkan “ar-rahim” adalah pengasih yang akan marah ketika tidak diminta sesuai dengan hadits riwayat At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Siapa yang tidak meminta kepada Allah, niscaya ia akan terkena murka-Nya.”
Ibnu Katsir mengutip larik dari seorang penyair terkait besarnya arti sifat “ar-rahman” dan “ar-rahim.” Kedua sifat Allah ini berbeda jauh dari sifat manusia. Syair itu berbunyi sebagai berikut:
Jangan kalian meminta bani Adam suatu hajat//mintalah kepada zat yang pintunya tak pernah tertutup.
Allah murka jika kau meninggalkan doa kepada-Nya//tetapi bani Adam ketika diminta murka.
Fakhruddin Ar-Razi dalam At-Tafsirul Kabir wa Mafatihul Ghaib mengatakan “ar-rahman” dan “ar-rahim” menyatakan bahwa “rahmat” merupakan penyelamatan dari segala kerusakan dan penyampaian kebaikan untuk yang membutuhkan. Kerusakan terdiri atas pelbagai jenis. Hanya Allah yang mengetahuinya karena kelewat banyak. Kalau sedikit ada waktu, coba buka buku kedokteran. Di dalamnya betapa banyak penyakit yang dapat menyerang setiap bagian dan anggota tubuh.
Fakhruddin Ar-Razi mengajak pembaca tafsirnya untuk merenungkan bagaimana kasih sayang Allah melalui petunjuk-Nya kepada akal manusia sehingga dapat mengetahui ragam makanan dan obat-obatan dari perut bumi, tumbuhan, dan hewan. Kalau kita mau membahas rahmat Allah dari satu masalah ini, niscaya kita akan mendapati laut lepas yang tak bertepi.
Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa “ar-rahman” dan “ar-rahim” merupakan sifat yang disebutkan dua kali dalam Surat Al-Fatihah dan dinisbahkan kepada Allah SWT. Sedangkan Allah memiliki banyak sifat di luar dua sifat tersebut. Ini menunjukkan bahwa Allah lebih “menyukai” dirinya tampil melalui sifat “ar-rahman” dan “ar-rahim.” Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar