Kamis, 08 April 2021

Nasaruddin Umar: Etika Politik dalam Al-Qur'an (34) Mengapresiasi Perbedaan

Etika Politik dalam Al-Qur'an (34)

Mengapresiasi Perbedaan

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Ikhtilaf baina ummati rahmah (perbedaan pendapat bagi umatku adalah rahmat), demikian sebuah qaul yang sering disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Meskipun qaul ini belum dilacak keshahihannya, tetapi maksud dan spiritnya sejalan dengan sejumlah ayat dalam Al-Qur'an. Di antaranya ialah: Janganlah kalian (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain. (Q.S. Yusuf/12:67). Ayat ini mengisyaratkan kelonggaran setiap individu untuk memilih jalan hidupnya masing-masing tentunya sesuai dengan tuntunan umum yang telah digariskan Tuhan di dalam Kitab Suci-Nya. Meskipun ayat ini konteksnya Nabi Yusuf Bersama dengan saudara-saudaranya tetapi sesungguhnya memberi inspirasi kepada kita bahwa hidup ini pasti akan lebih mudah jika dimungkinkan menempuh jalan yang berbeda-beda.

 

Dalam ayat lain juga mengingatkan dan sekaligus menginspirasi kita bahwa yang penting, meskipun pilhan jalannya berbeda-beda tetapi tetap kita diminta untuk bermuara kepada sebuah titik temu atau common flatform. Istilahnya dalam Al-Qur'an ialah: Ta'alau ila kalimah sawa' bainana wa bainakum (marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu. (Q.S. Ali 'Imran/3:64). Arti dasar dari ta'al (dari akar kata 'al berarti tinggi, atas, yakni naiklah ke tempat yang lebih tinggi, niscaya kalian akan sampai kepada sebuah titik temu. Artinya jika semua orang naik ke jenjang lebih tinggi pasti akan sampai kepada sebuah titik temu. Akan tetapi jika seseorang asyik bermain di bawah tempurung bumi/dunia dan tidak pernah naik ke atas pasti sulit menemukan titik temu yang sebenarnya.


Orang-orang yang sudah sampai ke sebuah tititk temu pasti akan tiba pula kepada sebuah tingkat kesadaran kebersamaan. Jika orang sudah sampai ke tingkat ini maka pasti akan mudah bagi mereka untuk saling tolong menolong untuk meraih tujuan yang lebih positif-konstruktif, sebagaimana diserukan Allah Swt: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Q.S. al-Maidah/5:2).


Jika persoalan muncul dan titik temu sulit dicapai, Al-Qur'an menyerukan untuk memusayawarahkan perbedaan dalam segala urusan, sebagaomana dinyatakan dalam ayat: Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. (Q.S. Ali 'Imran/3:159). Kalau pun musyawarah sulit dicapai, maka tetap kita diminta untuk saling memberikan pembenaran meskipun bukan saling memberikan pengakuan, sebagaimana diisyaratkan dalam ayat: Lakum dinukum wa al-tadin (Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku"/Q.S. al-Kafirun/109:6). Ayat ini mengisyaratkan satu sama lain boleh saling membenarkan tanpa harus saling memberi pengakuan. Agama-agama lain berhak meyakini kebenarannya masing-masing tetapi kita pun berhak mengakui kebenaran agama kita sendiri, tanpa harus mempertentangkannya.


Mungkin inilah arti dan maksud ayat: Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. (Q.S. al-Maidah/5:48). Setiap orang berhak tau komunitas memegang teguh komitmen lokalnya masing-masing tanpa harus saling mengusik orang atau komunitas lain, karena bagaimanapun manusia pada dasarnya sama dan berasal-usul dari unsur yang sama serta tempat kembalinya pun sama, Inna lillah wa inna ilaihi raji'un.
[]

 

DETIK, 25 Oktober 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar