Jumat, 16 April 2021

Nasaruddin Umar: Etika Politik dalam Al-Qur'an (38) Pelajaran Diplomasi Publik (4):Diplomasi RatuBalqis

Etika Politik dalam Al-Qur'an (38)

Pelajaran Diplomasi Publik (4):Diplomasi Ratu Balqis

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Al-Qur'an mengajarkan profesi diplomasi public melalui kisah Ratu Balqis. Ratu Balqis, sang penguasa negeri Saba', adalah sebuah nama yang fenomenal di dalam Al-Qur'an dan Bibel. Dalam Al-Qur'an ia diceritakan panjang lebar di dalam dua surah, yaitu Q.S. al-Naml/27 dan Q.S. al-Anbiya'/21. Ratu Balqis dijelaskan dalam beberapa leteratur klasik, ia merupakan putri Dzu Syarkh ibn Hudad, mantan Raja di Himyerit (Yaman). Sumber lain ada yang menyebut ibunya berasal dari bangsa jin. Namun di dalam Al-Qur'an sama sekali tidak duhubungkan dengan keturunan bansa jin. Bahkan Al-Qur'an tidak pernah mengisyaratkan adanya sosok figur yang berasal dari kombinasi jin dan manusia. Kehebatan yang dimiliki Ratu Balqis membuatnya dimitoskan di dalam berbagai penceritaan. Mitologisasi Ratu Balqis dianggap oleh kaum feminis sebagai bagian dari upaya untuk mengaburkan sejarah bahwa perempuan juga pernah dan boleh menjadi pemimpin yang berhasil.

 

Kehebatan Ratu Balqis dilukiskan di dalam Al-Qur'an sebagai "pemilik pemerintahan yang superpower" (laha 'arsyun 'adhim/Q.S. al-Naml/27:23) dan negerinya dilukiskan dengan baldatun thayyibah wa Rabbun gafur atau negoro kang lohjinawi, toto tentrem kerto raharjo. Kita tidak pernah menemukan kehebatan seorang laki-laki, sekalipun itu Nabi atau Rasul yang mendapatkan dua gelar tadi. Dengan demikian menarik untuk dikaji lebih lanjut misteri Ratu Balqis. Apa yang membuatnya ia dikenang dan diabadikan di dalam Al-Qur'an.


Salah satu bentuk diplomasi yang cerdas dilakukan Ratu Balqis ialah merencanakan sesuatu yang seimbang dengan apa yang dilakukan Nabi Sulaiman kepadanya. Peristiwanya ketika Nabi Sulaiman baru saja menyampaikan surat sakti yang dibawah oleh seekor burung yang langsung dijatuhkan di dada Ratu Balqis, sang penyembah matahari, ketika sedang istirahat siang. Surat itu berisi ajakan untuk mengikuti ajaran monoteisme yang dibawah oleh Nabi Sulaiman. Isi suratnya singkat: "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang berserah diri" (27:30-31). Ratu Balqis tidak memandang enteng surat ini dan perasaannya tidak tenang seolah ada ancaman terhadap kerajaannya. Reaksi Pemimpin negeri Saba' ini langsung rapat dan meminta pendapat para petingginya mengenai langkah-langkah yang akan diambil. Para petinggi negeri Saba' memutuskan untuk mempersiapkan beberapa langkah. Langkah pertama mereka akan berusaha memberi "hadiah" kepada Nabi Sulaiman berupa perhiasan mahal (Q.S. al-Naml/27:35). Tentu saja Nabi Sulaiman yang dikenal sangat kaya itu tersinggung, menolak "hadiah" itu."(27:36-37).


Nabi Sulaiman menyusun strategi untuk memberi pelajaran terhadap Ratu Balqis dan pasukannya, yaitu menghukum mereka dengan mempermalukan tanpa harus menimbulkan korban jiwa. Nabi Sulaiman menyeru kepada para pembesarnya: "Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri" (27:38). Salah seorang pendukung Nabi Sulaiman berupa jin yang bernama Ifrit menyanggupi: "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya". (27:39). Petinggi lain menawarkan jasa yang sama: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip" (27:40). Setelah singgasana hadiah itu sudah berada di tengah-tengah mereka, maka Nabi Sulaiman menginstruksikan: "Robahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenal (nya)" (27:41). Akhir kisahnya, Nabi Sulaiman menang dan Ratu Balqis tidak merasa kalah, itulah hakekat diplomasi.
[]

 

DETIK, 29 Oktober 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar