Ibnu Sina adalah salah seorang dari beberapa ulama tempo dulu yang tidak hanya menguasai ilmu-ilmu agama tetapi juga bidang-bidang keilmuan lain seperti fislafat, fisika, psikologi, kimia, astronomi dan kedokteran. Nama lengkap beliau adalah Abu ʿAli al-Ḥusayn ibn ʿAbd Allah ibn Sina. Beliau lahir di Bukhara Uzbekistan pada tahun 980 M (sekarang masuk wilayah negara Iran). Di dunia Barat beliau dikenal dengan nama yang sudah terpengaruh bahasa Latin, yakni Avicenna.
Sebagai dokter beliau sangat dihormati baik di Barat maupun di Timur karena kitabnya berjudul Al-Qanun fi al-Thib (selesai ditulis pada tahun 1025M) yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi The Canon of Medicine menjadi buku referensi kedokteran hingga sekarang. Beliau digelari Bapak Kedokteran.
Salah satu teori kesehatan yang sangat terkenal dari beliau adalah bahwa sakit tidak melulu disebakan oleh lemahnya fisik tetapi bisa juga disebabkan oleh kondisi kejiwaan yang lemah. Teori ini ditemukannya ketika menangani seorang pasien yang sakit secara fisik tetapi bukan disebabkan karena gangguan fisik melainkan kejiwaannya sedang melemah.
Kisah tentang pasien itu diilustrasikan dalam sebuah gambar dalam salah satu halaman di buku The Canon of Medicine di mana terdapat seorang gadis yang sedang diperiksa denyut nadinya oleh seorang dokter sementara dokter lainnya menyiapkan obat untuk seorang pemuda yang juga sedang sakit. Ilustrasi itu mengisahkan legenda Ibnu Sina dengan teorinya yang dalam konteks zaman semakin relevan bahwa sakit tidak melulu disebakan oleh adanya gangguan fisik tetapi bisa juga karena nonfisik atau psikis.
Kisah tersebut selengkapnya dapat ditemukan sumbernya dalam buku Saints and Saviours of Islam karya Dr. Hamid Naseem Rafiabadi (Sarup & Sons; New Delhi, 1st Edition, 2005: 281-282), sebagai berikut:
Pada suatu hari seorang pemuda mengalami kondisi fisik yang sangat lemah. Sudah cukup lama ia berbaring sakit, tapi tak kunjung sembuh sebab tidak ada dokter yang bisa mendiagnosis sakitnya secara tepat. Dari hari ke hari sakitnya makin memburuk karena ia sudah tak mau makan dan juga tidak mau berbicara dengan siapa pun. Lalu didatangkanlah Ibnu Sina untuk memeriksa sang pemuda itu yang tak lain adalah keponakan seorang pejabat tinggi di Qabus. Mula-mula Ibnu Sina memeriksa denyut nadi sang pemuda itu dan meminta sang pejabat mendatangkan seseorang yang dapat menyebutkan nama-nama jalan dan lapangan rumput di kota Gurgan (400 km dari Teheran Iran). Kota ini terletak di dekat Laut Kaspia.
Saat orang tersebut menyebut nama jalan tertentu, denyut nadi sang pemuda bedetak lebih kencang dan rona wajahnya berubah sangat cepat. Mengetahui hal ini Ibnu Sina kemudian meminta sang pejabat untuk mendatangkan seseorang yang dapat bercerita lebih banyak tentang keluarga-keluarga yang tinggal di jalan tertentu. Orang itu berhasil didatangkan dan Ibnu Sina memintanya untuk menyebutkan dengan suara keras nama-nama orang dalam keluarga itu. Dia lakukan hal itu sesuai perintah. Ketika dia menyebut nama seseorang dari anggota keluarga itu, angka denyut nadinya meninggi.
Mengamati hal itu, Ibnu Sina kemudian meminta sang pejabat mendatangkan seseorang yang mengenal dengan baik orang-orang dari anggota keluarga tersebut. Sang pejabat berhasil mendatangkan orang yang dimaksudkan oleh Ibnu Sina, yakni seseorang yang benar-benar kenal dengan orang-orang beserta nama-namanya dari anggota keluarga yang dimaksud.
Ketika Ibnu Sina meminta orang itu menyebutkan nama-nama penghuni rumah keluarga itu dan sampai pada penyebutan nama gadis tertentu angka denyut nadi (tekanan darah) sang pemuda sangat tinggi. Kemudian Ibnu Sina menghampiri sang pejabat secara tertutup dan memberitahukan bahwa sang pemuda itu sedang kasmaran atau jatuh cinta kepada seorang gadis dari keluarga itu dan menyarankan supaya ia segera dinikahkan dengan gadis idamannya. Terbukti dengan direstuinya untuk segera menikah dengan sang gadis pujaannya, pemuda tersebut sembuh dari sakitnya.
Dari situlah Ibnu berhasil mendiagnosis pemuda itu sakit bukan karena ada gangguan penyakit yang bersifat fisik tetapi lebih karena gangguan yang berifat kejiwaan. Dalam ilmu kedoteran hal ini disebut psikosomatis, yakni suatu kondisi atau gangguan ketika pikiran mempengaruhi tubuh, hingga memicu munculnya gangguan fisik. Kasus tersebut menunjukkan kebenaran teori Ibnu Sina bahwa sakit tak melulu disebabkan oleh fisik yang lemah, tapi bisa juga karena kejiwaan yang bermasalah. Teori in tidak sulit bagi Ibnu Sina karena beliau bukan saja seorang dokter tetapi juga rohaniawan. Beliau hafal Al-Qur’an di usia 10 tahun.
Teori baru tersebut memberikan perimbangan terhadap teori lama yang diabadikan dalam sebuah pepatah bahasa Arab yang berbunyi:
العقل السليم في الجسم السليم
Artinya: “Jiwa yang sehat terdapat dalam badan yang sehat.”
Dengan temuan teori baru dari Ibnu Sina tersebut, maka pepatah lama di atas sebetulnya dapat dimodifikasi dengan membaliknya menjadi:
الجسم السليم في العقل السليم
Artinya: “Badan yang sehat terdapat dalam jiwa yang sehat.”
Pepatah yang terakhir itu menurut hemat penulis juga cocok diajarkan di pesantren karena di lembaga pendidikan tradisioanal ini diajarkan Mahfudhat. Tidak ada jeleknya mereka hafal dan dapat meresapi kata-kata mutiara tersebut untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperkuat mental spiritual mereka di samping juga tetap memperkuat badannya dengan tetap memperhatikan pepatah lama. Hasil yang diharapkan tentu saja adalah agar para santri memiliki jiwa dan raga yang kuat sehingga dapat belajar dan beribadah di pesantren dengan lebih baik. []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar