Sudah dua tahun berturut-turut bulan Ramadhan berpapasan dengan pandemi Covid-19. Pada Bulan Ramadhan, umat Islam menjalankan puasa wajib selama sebulan penuh. Dalam situasi pandemi, kewajiban tersebut tetap dilaksanakan dengan penuh keimanan. Namun, adanya pengurangan frekuensi makan saat puasa di tengah upaya untuk menjaga agar tidak terkena penyakit menular seringkali menimbulkan pertanyaan. Mungkinkah daya tahan tubuh akan tetap terjaga dengan berkurangnya makanan saat puasa Ramadhan atau puasa lainnya?
Para dokter atau ahli kesehatan sejak zaman dahulu telah menyarankan untuk mengurangi makan sebagai salah satu upaya kesehatan, termasuk di kala wabah terjadi. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Badzlul Ma‘un fi Fadhlit Tha‘un dengan mengutip pendapat para dokter menulis sebagai berikut:
“Anjuran para dokter atau ahli kesehatan yang hendaknya ditaati pada masa wabah di antaranya seperti mengeluarkan sisa makanan basah yang berlebihan dan mengurangi makan.” (Al-Asqalani, Badzlul Ma‘un fi Fadhlit Tha‘un, Riyadh: Darul Ashimah, tanpa tahun, h. 340)
Ternyata Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani tidak menyatakan hal tersebut sebagai pendapat dari ijtihad pribadinya, melainkan mengutip dari pakar di bidang kesehatan. Mengurangi makan yang dimaksud adalah mengendalikan diri agar tidak berlebih-lebihan dalam makan. Meskipun tidak berlebihan, nilai nutrisi yang terkandung dalam makanan yang dimakan tetap harus bisa mempertahankan kesehatan di masa pandemi.
Puasa Ramadhan maupun puasa yang lain sangat relevan dengan upaya mengurangi makan dalam konteks menjaga kesehatan. Ketika berpuasa, umat Islam menahan lapar sebagai bagian dari upaya yang sungguh-sungguh atau mujahadah dalam beribadah. Menahan lapar ternyata bermanfaat sebagai obat. Obat yang dimaksud dalam hal ini adalah obat untuk mencegah berbagai macam penyakit.
Mengenai menahan lapar yang bermanfaat untuk mencegah penyakit, seorang dokter/tabib Arab yang terkenal, Harits ibn Khaladah, suatu ketika ditanya: “Apakah obat yang paling baik itu?” Dia menjawab, “Kebutuhan-yakni, rasa lapar.” Ketika dia ditanya: “Apakah penyakit itu?” Dia menjawab, “Bertumpuk-tumpuknya makanan dalam perut.” (Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Beirut: Dar Ihyaul Ulum, 1990, h. 37)
Selain menahan diri, puasa juga mengajarkan umat Islam agar tidak makan berlebihan. Al- Hafidz Adz-Dzahabi dalam kitabnya, Thibbun Nabawi mengutip sebuah hadits yang terkait. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Anak Adam tidak mengisi wadah yang lebih buruk daripada dia mengisi perutnya sendiri. Cukuplah jika seseorang itu makan beberapa suap saja untuk menguatkan tulang punggungnya. Jika mungkin, sepertiga perut adalah untuk makanan, sepertiga lagi untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk napasnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan At-Tirmidzi, dan hadits ini hasan shahih.
Tidak kalah pentingnya, Adz-Dzahabi juga mengutip pertakatan Ali ibn Al-Husain ibn Wafid yang menyatakan, “Allah menempatkan semua obat dalam separuh ayat ketika Dia berfirman, ‘Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan.’” (QS 7:31). (Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Beirut, Dar Ihyaul Ulum, 1990: 34-35)
Dalam konteks puasa, anjuran untuk mengurangi makan merupakan salah satu ajaran Islam yang sangat bermanfaat untuk kesehatan di masa pandemi. Penelitian ilmiah terbaru yang berjudul “Assessing the impact of Ramadhan fasting on Covid-19 mortality in the UK” telah mengungkapkan manfaat itu. Penelitian Waqar dkk yang dipublikasikan pada Journal of Global Health pada tanggal 3 April 2021 itu menyatakan bahwa puasa di Bulan Ramadhan tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan. Penelitian ini dilakukan satu tahun sebelumnya dengan mengamati komunitas Muslim di Inggris yang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, kemudian berlanjut hingga menilai laju kematian yang terjadi.
Sebuah ulasan/review dari penelitian-penelitian sebelumnya juga telah mengungkapkan manfaat mengurangi makanan yang dikaitkan dengan puasa ketika wabah Covid-19. Abdul Hannan dkk pada tahun 2020 telah mempublikasikan penelitian yang membahas pembatasan kalori ketika puasa dengan kekuatan sistem imun atau daya tahan tubuh untuk merespons Covid-19. Hasilnya, puasa yang dilakukan secara teratur sebagaimana yang dilakukan oleh umat Islam dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk membantu pencegahan infeksi virus SARS-CoV-2. Namun, hal itu berlaku hanya untuk orang yang sehat. Pasien yang sudah terlanjur mengalami infeksi Covid-19, tidak disarankan untuk berpuasa selama masa sakitnya agar tetap mendapatkan asupan nutrisi yang cukup sehingga mempercepat kesembuhan.
Dalam konteks mengurangi makan, makanan yang terlalu manis, berlemak tinggi dan berlebihan dalam mengandung pengawet juga sebaiknya dihindari. Tidak jarang, berbagai kudapan yang tersedia sebagai menu berbuka puasa sarat dengan kalori yang berlebih karena terlalu manis atau berminyak. Makanan manis tetap bermanfaat bagi seorang yang berpuasa untuk mengembalikan energi dengan cepat bila jumlahnya tepat. Namun, apabila berlebihan dapat meningkatkan risiko peradangan di dalam tubuh yang akan merugikan sistem imun di saat pandemi. Demikian pula makanan yang berminyak seperti gorengan, hendaknya tidak dikonsumsi berlebihan.
Mengurangi makan ketika puasa bukan satu-satunya upaya untuk menjaga kesehatan di tengah pandemi. Sebagaimana yang telah diketahui, para ahli kesehatan telah merumuskan langkah-langkah protokol kesehatan yang patut ditaati oleh masyarakat. Memilih makanan yang bergizi juga termasuk di dalamnya. Tidak harus mahal, makanan yang berkualitas dapat diperoleh dengan harga yang murah, seperti sayur dan buah segar sebagai sumber vitamin maupun mineral. Pada saat puasa, orang sering melupakan konsumsi sayur dan buah yang cukup, padahal sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh, terutama di masa pandemi.
Demikianlah pendekatan ilmiah yang telah diungkapkan oleh pakar kesehatan tentang mengurangi makan saat puasa di tengah wabah. Ternyata semua hasil yang dipaparkan melalui penelitian ilmiah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan pernyataan ulama terdahulu. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim yang sehat tetap berpuasa dengan keimanan yang penuh meskipun berada di tengah pandemi. Mengurangi makan ketika puasa ternyata merupakan upaya yang terbukti mampu untuk menjaga kesehatan, bahkan di tengah situasi pandemi. []
Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang farmasi; pesilat Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar