Warga Nahdlatul Ulama tidak pernah berhenti mendukung kemerdekaan Palestina sebagai negara yang berdaulat. Bukan baru-baru ini saja, dukungan tersebut sudah ditunjukkan sejak warga Yahudi dari berbagai penjuru dunia mulai bermigrasi ke negara tersebut.
Adalah KH Mahfudz Shiddiq, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di masa itu, yang dengan lantang mengeluarkan pernyataan dukungan terhadap negara tersebut. KH Saifuddin Zuhri mencatat dalam bukunya Berangkat dari Pesantren, bahwa PBNU mengajak semua partai dan organisasi masyarakat Islam di seluruh Indonesia untuk mengambil sikap tegas dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
PBNU pada 12 November 1938 atau bertepatan dengan 19 Ramadhan 1357 mengedarkan seruan kepada PB Al-Hidayah Al-Islamiyah, PB Wartawan Muslimin Indonesia, PB Al-Islam, PB Muhammadiyah, PB Musyawaratut Thalibin, PB Al-Jam’iyyatul Washiliyah, PB Al-Irsyad, PB Ar-Rabithah Al-Alawiyah, PB Perserikatan Ulama Indonesia, Lajnah Tanfidziyah PSII, Pucuk Pimpinan PSII Penyadar, dan Dewan Pimpinan Majelis Islam A’la Indonesia.
Nahdliyin tidak hanya melakukan ikhtiar lahir melalui seruan dan penggalangan dana, tetapi juga diperkuat dengan ikhtiar batin dengan pelaksanaan Qunut Nazilah. PBNU, sebagaimana ditulis Kiai Saifuddin dalam Berangkat dari Pesantren, di tahun yang sama juga menganjurkan kepada seluruh anggotanya untuk membaca Qunut Nazilah pada setiap kali sembahyang wajib dengan lafadh yang telah diseragamkan. Berikut terjemahannya.
“Ya Allah, turunkan kutukan-Mu kepada musuh-musuh saudara kami bangsa Palestina yang tengah memperjuangkan kemerdekaan mereka. Kutuki pula orang-orang kafir yang membantu musuh-musuh kami, mereka yang menghalang-halangi agama kami, mereka yang menindas saudara-saudara kami, mereka yang membunuh para pejuang Palestina dan mereka yang menghalang0halangi perjuangan kami, mereka yang berusaha untuk memadaman cahaya agama kami, pecahkan persatuan mereka, goncangkan segala rencana dan kebulatan mereka, turunkanlah kepada mereka siksaan-Mu yang tiak mungkin bisa ditangkis oleh mereka, karena mereka terdiri dari orang-orang yang durhaka dan aniaya. Ya Allah, tolonglah kami dan para pejuang rakyat Palestina, lenyapkan penderitaan mereka, dan kuatkan perjuangan mereka. Semoga tetap sejahtera Nabi Muhammad tercinta, segenap keluarga dan handai tolannya.”
Seruan yang digaungkan oleh PBNU pada saat itu mendapatkan tantangan. Pasalnya, KH Mahfudz Shiddiq dipanggil oleh Bupati Surabaya dan diberitahu bahwa kegiatan pembacaan Qunut Nazilah dilarang oleh Jaksa Agung zaman itu. Meskipun demikian, warga NU tetap melaksanakannya dengan membacanya secara sirri, tidak dilafalkan.
Hal yang sama dilakukan oleh PBNU 79 tahun setelahnya, yakni tepatnya pada Desember 2017 ketika Amerika Serikat berupaya untuk menjadikan Yerussalem sebagai ibukota Israel. PBNU saat itu mengeluarkan Surat Nomor 1693/C.I.34/12/2017 yang berisi Instruksi Pembacaan Doa Qunut Nazilah dan Hizib Nashor untuk Solidaritas Palestina. Surat tersebut ditujukan kepada pengurus NU di semua tingkatan, pimpinan pondok pesantren, dan segenap warga Nahdliyin di seluruh dunia. []
Syakir NF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar