Menyiapkan Talenta Digital, Menyongsong Peradaban 5G
Oleh: Bambang Soesatyo
TEKNOLOGI telekomunikasi seluler generasi lima atau 5G yang akan mewujud
peradaban baru butuh dukungan dan peran signifikan sumber daya manusia (SDM)
bertalenta digital dalam jumlah memadai. Maka, program pembangunan SDM yang
dicanangkan Presiden Joko Widodo hendaknya memasukan kerja penyiapan talenta
digital sebagai prioritas agenda.
Transformasi digital di dalam negeri yang sedang berproses saat ini masih
menghadirkan dua masalah strategis. Pertama, ada desakan secara tidak langsung
untuk mempercepat tersedianya Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) yang mumpuni.
Masih ada belasan ribu desa atau kelurahan belum terjangkau jaringan internet,
sehingga Pemerintah harus mempercepat realisasi infrastruktur TIK dengan
memperluas pembangunan base transceiver station (BTS) untuk menyediakan akses
internet di semua desa. Dengan tersedianya jaringan internet, warga di semua
pelosok negeri akan punya akses untuk masuk dalam arus otomasi dan digitalisasi
sekarang ini.
Masalah kedua, menyiapkan talenta digital pun menjadi persoalan lain yang juga
harus direspons negara sejak kini agar generasi anak-cucu kompeten dan
kompetitif melakoni perubahan zaman, utamanya di era teknologi 5G. Soalnya,
ketika Indonesia mulai melakoni era Industri 4.0 sekarang ini, kesenjangan
talenta digital masih menjadi persoalan nyata dan dialami di berbagai sektor
dan sub-sektor.
Masalah tersebut telah banyak dibahas para ahli dan praktisi TIK diberbagai
forum. Talenta atau bakat digital dipahami sebagai pekerja spesialis yang mampu
dengan cepat beradaptasi dengan pembaruan teknologi digital yang berkelanjutan.
Kalau kesenjangan ini tidak segera diatasi mulai sekarang, kebutuhan riel akan
talenta digital mungkin saja akan dipenuhi dengan mendatangkan pekerja dari
negara lain.
Para praktisi TIK menghitung kebutuhan Indonesia yang mencapai sembilan (9)
juta SDM bertalenta digital hingga 2030. Berarti, harus disiapkan dan tersedia
sedikitnya 600 ribu pekerja spesialis digital per tahunnya. Untuk mengatasi
masalah kesenjangan itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun
mengambil inisiatif dengan menyelenggarakan program Digital Talent Scholarship
(DTS) sejak 2018.
Program DTS Kominfo itu patut dipahami sebagai respons cepat pemerintah untuk
mengatasi kesenjangan itu. Program DTS pun digelar di 25 kota di 20 provinsi,
termasuk di Jayapura dan Lhokseumawe, melibatkan 28 perguruan tinggi, termasuk
18 perguruan tinggi negeri. Program ini memberi kesempatan peserta mendalami 78
bidang, antara lain Artificial Intelligent (AI), Internet of Things (IoT),
cloud computing, coding, programming hingga cyber security.
Sambil bersiap memasuki era teknologi 5G, patut juga untuk dikedepankan beberapa
pertanyaan. Misalnya, apakah menyiapkan talenta digital dengan pola seperti
sekarang sudah memadai? Pertanyaan ini layak dikedepankan karena lompatan ke
era teknologi 5G akan mengubah banyak aspek dalam kehidupan manusia. Tak hanya
pabrik cerdas, teknologi 5G bisa mewujudkan rumah pintar, alat medis pintar
hingga transportasi cerdas atau mobil swaskemudi.
Urgensi menyediakan talenta digital dalam jumlah memadai pun relevan untuk
dikaitkan dengan ambisi bersama mewujudkan misi Indonesia Maju di tahun 2045.
Dalam sebuah kesempatan pada pekan kedua Maret 2021, Presiden Joko Widodo telah
mengingatkan sejumlah konsekuensi akibat perubahan zaman. Era otomasi dan
digitalisasi menyebabkan permintaan dan kebutuhan tenaga kerja berubah. Teori
manajemen, organisasi, dan model bisnis juga berubah. Banyak model pekerjaan
lama tidak lagi dibutuhkan.
Berpijak pada kecenderungan itu, Presiden pun mendorong dunia pendidikan
beradaptasi dan melakukan penyesuaian dengan perubahan itu. Penyesuaian itu
idealnya ditandai perubahan program studi, perubahan kurikulum dan perubahan
karakter tenaga pendidik.
Penyesuaian untuk melakukan perubahan itu sebenarnya sudah mendapatkan
momentumnya karena Presiden telah menetapkan pembangunan SDM Indonesia sebagai
salah satu prioritas. Sangat relevan pula jika proyeksi kebutuhan Indonesia
akan generasi muda dengan bakat digital masuk dalam program pembangunan SDM
pada setiap jenjang pendidikan.
Karenanya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama semua lembaga
pendidikan diharapkan mulai berinisiatif membarui program studi, pembaruan
kurikulum hingga menyiapkan tenaga pendidik yang relevan dengan perubahan dan
kebutuhan zaman. Perubahan dan pembaruan diperlukan agar generasi anak-cucu tak
hanya mampu beradaptasi, tetapi juga menjadi pelaku penting di setiap tahap
perubahan zaman.
Setelah Generasi Milenial yang kini sudah memasuki dunia kerja, anak-cucu era
terkini diidentIfikasi sebagai Generasi Y dan Generasi Alpha. Tantangan mereka
kini sudah menjadi persoalan riel. Tak sekadar beradaptasi, mereka bahkan harus
bergegas untuk ambil bagian dalam arus transformasi digital. Bahkan, dalam
hitungan waktu yang mungkin cukup singkat, para orang tua bersama Generasi Y
dan Generasi Alpha akan masuk dan melakoni era teknologi 5G yang akan membentuk
peradaban baru.
Komunitas global sedang bersiap menyongsong era baru itu. Generasi Y dan
Generasi Alpha Indonesia pun tak mungkin menghindar dari tantangan di era itu. Maka,
tak sekadar mempersiapkan kompetensi mereka, bahkan menjadi kewajiban generasi
orang tua untuk melihat dan menunjukan kepada anak-cucu perkiraan tentang apa
saja tantangan yang akan dihadapi oleh mereka, karena dunia dan dinamika
kehidupannya mungkin tidak akan sama lagi dengan kehidupan generasi-generasi
terdahulu.
Fakta tentang kesenjangan talenta digital dan kewajiban generasi orang tua
menyiapkan generasi Y dan Alpha memasuki era teknologi 5G mengingatkan lagi
akan inisiatif pemerintah di masa lalu mengirimkan ribuan mahasiswa melanjutkan
pendidikan S1 di sejumlah negara. Program ini dikenal dengan Mahasiswa Ikatan
Dinas Indonesia (Mahid) yang digagas Presiden Soekarno pada dasawarsa 60-an.
Mahid yang terpaksa belajar di negeri lain menjadi pilihan tentu karena
keterbatasan sektor pendidikan di dalam negeri pada era itu.
Mahid mencerminkan iktikad kuat dan kesungguhan generasi pendahulu menyiapkan
generasi penerus menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Untuk mengatasi
kesenjangan talenta digital saat ini, pendekatannya tentu tidak harus sama
dengan program Mahid itu. Pertanyaannya adalah warisan dan bekal apa yang akan
diberikan generasi orang tua kepada anak-cucu agar mereka mampu dan bijaksana
merepons perubahan zaman?
Jawaban dari pertanyaan inilah yang seharusnya menjadi fokus dan perhatian
bersama. Terpenting dan utama bagi generasi orang tua sekarang ini adalah
kesungguhan mempersiapan generasi anak-cucu menghadapi hari depan mereka,
karena tantangannya sangat berbeda. []
SINDONEWS, 11 April 2021
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar